UKP3 PW AMAN Nusa Bunga: Lakukan Pemetaan Di Manggarai Timur

Borong. UKP3 AMAN wilayah Nusa Bunga melakukan pemetaan terhadap wilayah adat Soda – Komunitas Adat Golo Linus di desa Muli, Kecamatan Elar Selatan – Manggarai Timur dari 17 – 22 November 2016.

Kegiatan pemetaan ini melibatkan seluruh masyarakat anggota komunitas adat Golo Linus yang ada di desa Muli dan beberapa utusan dari komunitas adat yang berbatasan langsung dengan wilayah adat Soda.

Di desa Muli, komunitas adat Golo Linus pemetaan yang berlangsung selama 5 hari tersebut merupakan hasil musyawarah dari masyarakat adat Natar Soda Wae Kato yang menginginkan tanah ulayat yang selama ini diklaim pemerintah sebagai tanah negara agar dikembalikan lagi kepada masyarakat adat sebagai pemilik ulayat tersebut.

Menurut Hans Gaga, Koordinator UKP3 PW AMAN wilayah Nusa Bunga kepada media ini mengatakan bahwa pemetaan wilayah adat merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui batas – batas wilayah adat sebuah komunitas adat karena tanpa pemetaan masyarakat adat akan kesulitan mengetahui dengan jelas batas – batas wilayahnya.

“Setiap komunitas adat harus melakukan pemetaan terhadap wilayah adatnya masing – masing untuk mengetahui secara jelas batas – batas wilayah adatnya” katanya.

Hans menambahkan bahwa dengan adanya pemetaan masyarakat adat mampu mengambil kembali tanah ulayat yang menjadi warisan leluhur yang selama ini diklaim pemerintah sebagai tanah negara.

“Negara tidak mempunyai tanah dan yang memiliki tanah adalah masyarakat adat sehingga pemetaan ini dilakukan agar masyarakat adat mengambil kembali tanah ulayat yang diklaim pemerintah selama ini sebagai tanah negara” tambahnya.

Willybrodus Edynickson Masa, salah seorang dor Natar Soda Wae Kato mengungkapkan bahwa dengan adanya pemetaan ini, tanah ulayat Natar Soda Wae Kato yang selama ini diklaim BKSDA sebagai milik negara segera dikembalikan lagi kepada masyarakat adat Natar Soda Wae Kato karena sejarah menunjukkan bahwa hanya masyarakat adat yang memiliki ulayat tanah warisan leluhur.

“Kami ingin memetakan tanah ulayat kami yang selama ini diklaim pemerintah sebagai tanah miliknya padahal sejarah mengatakan bahwa tanah itu milik leluhur kami” kata Edynickson Masa.

Edynickson melanjutkan bahwa untuk Natar Soda Wae Kato, pemetaan wilayah adat terdiri dari Lingko Biza Ngimbing, Nito Namut, Soda Wae Kato sampai dataran tinggi Liang Kalong yang menurut sejarahnya, Liang Kalong merupakan tempat istirahat dan menginap para leluhur usai berburu.

“Kita akan melakukan pemetaan terhadap wilayah adat Soda secara menyeluruh yangmana Lingko Biza Ngimbing, Nito Namut, Kampung Soda dan kampung – kampung lainnya sampai di Liang Kalong yang menjadi tanah ulayat komunitas adat Soda” tambahnya.

Sementara itu Ketua PD AMAN Flores bagian Barat, Ferdy Danse mengungkapkan bahwa dengan adanya pemetaan wilayah adat di setiap komunitas adat yang ada di wilayahnya masyarakat adat akan semakin mengerti batas – batas wilayah adatnya masing – masing sehingga tidak lagi terjadi konflik perbatasan antara satu komunitas dengan komunitas lainnya.

“Manfaat pemetaan itu sangat banyak sehingga diharapkan agar setiap komunitas adat harus memetakan wilayah adatnya masing – masing agar tidak terjadi konflik perbatasan antara satu komunitas adat dengan komunitas adat lainnya” tuturnya.

Ferdi juga menghimbau kepada setiap komunitas adat yang ada dibawa kepemimpinannya agar segera melakukan pemetaan terhadap wilayah adatnya masing – masing untuk mengetahui secara pasti batas – batas wilayahnya.(simone welan, Infokom PW AMAN Nusa Bunga)

Mikhael Ane: Pertahankan Tanah Leluhur Sampai Dipenjarakan

“Tanah warisan adalah harga mati dan siapapun yang berani mengambilnya, nyawa adalah taruhan”

Sebuah ucapan heroik yang dilontarkan oleh Mikhael Ane, warga Komunitas adat Ngkiong, desa Ngkiong – Kecamatan Poco Ranaka Timur, Manggarai Timur.
Mikhael pernah dipenjarakan karena tuduhan penebangan kayu di kawasan TWA oleh petugas TWA Manggarai Timur bernama Alfridus Alang saat sedang menebang kayu di Lingko Winong yang merupakan lingko milik leluhurnya.

Petugas TWA menjebaknya dengan mendatangi lokasi bersama tua teno agar dirinya menyerahkan semua kayu hasil pemotongannya.
Akhirnya petugas berhasil membawanya pada tanggal 8 September 2012 dengan menyita dua buah alat sensor, dua lembar kain songket, uang tunai senilai Rp 28.850.000,00 dan 98 batang papan dan balok hasil pemotongannya.

“Saya ditangkap oleh petugas TWA yang batang bersama tua teno dengan menyita alat sensor, kain songket, uang tunai Rp 28.850.000,00 dan kayu hasil pemotongan saya sebanyak 98 batang” katanya.

Setelah ditangkap, Mikhael dipenjarakan selama satu setengah tahun dengan tuduhan melanggar UU no 41 tahun 1999 tentang Hutan Negara padahal hutan yang diklaim pemerintah sebagai hutan negara itu terletak di kawasan tanah warisan leluhurnya.
Namun yang disesalkan Mikhael hingga saat ini adalah barang dan uang yang disita petugas TWA tidak dikembalikan lagi kepadanya padahal jika diuangkan maka kerugian Mikhael mencapai ratusan juta.

“Saya merasa dibodohi oleh petugas TWA karena setelah menangkap dan menyita semua barang – barang saya namun hingga kini barang – barang itu tidak dikembalikan lagi kepada saya” tuturnya.

Mengundang Team UKP3

Saat mendengar team UKP3 PW AMAN wilayah Nusa Bunga melakukan pemetaan wilayah adat di komunitas adat Golo Linus – Elar Selatan, Mikhael langsung mengabari team untuk menyambangi rumahnya kalau hendak pulang ke Ende setelah kegiatan pemetaan.
Dan undangannya pun dipenuhi oleh ketua team, Hans Gaga bersama teman – teman pada 22 November 2016, jam 10.00 pagi di Ngkiong, Poco Ranaka Timur – Manggarai Timur.

Mikhael yang sejak pagi telah menunggu langsung menceritakan pengalamannya setelah keluar dari penjara sekitar Maret 2014 dimana dirinya membuka lahan baru untuk mengerjakan kebun.\
Namun tutur Mikhael hingga detik ini dirinya masih dilarang oleh pihak TWA agar tidak membuka kebun di kawasan itu bahkan diancam oleh oknum TWA.
“Rupanya petugas TWA itu belum mengerti putusan MK 35/PUU-X/2012 tentang Hutan Adat bukan lagi Hutan Negara sehingga seenaknya saja mengancam masyarakat”katanya.

Ditambahkan Mikhael bahwa pemerintah tidak punya tanah ulayat namun mengklaim bahwa tanah ulayat masyarakat adat itu sebagai tanah negara dan ketika masyarakat adat hendak mengambil kembali tanah ulayat tersebut pemerintah malah balik mengancam masyarakat.
Sebaliknya cerita Mikhael kalau kebun yang digarapnya sekarang sudah ditanami kopi namun dicabut oleh orang yang tidak diketahui identitasnya dan apabila diketahui identitasnya maka pihaknya akan memproses pelaku tersebut
.
“Negara kita sudah merdeka tapi saya kerja kebun di tanah leluhur saya koq masih dilarang. Saya tidak pernah takut dengan ancamannya karena saya tahu kalau tanah tersebut warisan leluhur kami. Apa pun terjadi kami akan mengambilnya lagi ” terangnya.(simone welan)

Aktivis Masyarakat Adat Nusa Bunga Desak DPR RI segera Membahas RUU PPHMA

Ende, 25 November 2016- Aktivis masyarakat adat wilayah nusa bunga menyatakan sikap dan mendesak DPR RI serta pemerintahan Jokowi segera mengsahkan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (PPHMA) yang sudah sekian lama terus mengalami penundaan. Pernyataan sikap itu disampaikan oleh aktivis masyarakat adat nusa bunga di Rumah AMAN Nusa Bunga kamis ( 24/11)

Di hadapan wartawa Laurensius Seru aktivis Masyarakat adat di wilayah Nusa Bunga mengatakan sudah saatnya masyarakat adat mendesak pemerintahan Jokowi dan DPR RI harus lebih konsisten dalam membahas dan mengesahkan RUU PPHMA tersebut.

Dikatakannya bahwa RUU masyarakat Adat mengalami penundaan begitu lama sementara konflik dilapangan terus terjadi, oleh karena itu masyarakat adat harus konsolidasi dari untuk mendesak DPR RI segera mengsahkan RUU masyarakat adat itu.

“Kami masyarakat adat mendesak Presiden Jokowi dan DPR RI harus serius membahas dan mengesahkan RUU Masyarakat adat”,kata laurens

Menurut laurens bahwa rancangan Undang-undang masyarakat pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat sudah di usulkan oleh masyarakat adat sejak tahun 2011 lalu, dan sampai saat ini belum dibahas dan di tetapkan oleh DPR RI untuk di jadikan UU.

“RUU Masyarakat Adat di usulkan sejak tahun 2011 dan sampai saat ini belum ada angin segar dari DPR RI untuk disahkan menjadi UU, itu artinnya keberpihakan kepada masyarakat adat sama sekali tidak ada”,Ujar Laurens
Tambah Laurens” RUU masyarakat adat adalah penting disahkan oleh DPR RI untuk menjadi UU sebab UU ini mampu menjaga kebinekaan dan menjaga keutuhan NKRI. Selain itu dengan UU ini Masyarakat adat mempunyai kedudukan yang sama di NKRI ini sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 18 B ayat 2”,tambahnya

Masyarakat adat merupakan Fondasi awal dalam membentuk negara ini dan itu sering disampaikan oleh masyarakat adat ketika memperjuangkan wilayah kehidupan di komunitas adatnya masing-masing.

Pengurus AMAN Nusa Bunga Daud P Tambo kepada wartawan menjelaskan bahwa RUU Masyarakat adat perlu diperhatikan secara serius oleh Pemerintah Jokowi sebab UU Masyarakat adat akan memperbaiki hubungan antara Negara dan masyarakat adat.

“Pemeritahan Jokowi harus serius memperhatikan RUU Masyarakat adat agar bisa kembali memperbaiki hubungan negara dan masyarakat adatnnya,”ungkap Daud

Lanjut Daud “RUU Masyarakat adat juga bisa menepis persoalan yang terjadi di lapangan antara Pemerintah dan masyarakat adat sebab sesuai dengan apa yang kami dampingi dilapangan banyak sekali konflik antara masyarakat adat dan negara dalam hal ini pemerintah ketika melaksanakan kebijakan pembangunan,” Jelasnya

Aktivis masyarakat adat menilai seharusnnya Pemerintah Jokowi harus konsisten terhadap janjinya kepada masyarakat adat sebab dalam nawacitannya telah termuat kesepakatan antara masyarakat adat dan jokowi yang salah satunnya adalah RUU pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak masyarakat Adat tersebut
Selain itu Aktivis masyarakat adat juga meminta kepada pimpinan-pimpinan partai politik agar sama-sama menyuarakan tuntutan masyarakat adat dan juga bisa membangun komunikasi baik dengan utusan –utusan partai di dalam parlemen.

“Kami meminta kepada pimpinan-pimpinan partai politik agar bisa sama-sama menyuarakan tuntutan masyarakat adat jika kita adalah bagian dari masyarakat adat, dan kami mengharapkan agar DPR RI bisa menjadikan RUU PPHMA menjadi agenda prioritas di tahun 2017”,Harap Laurens.(JFM)

AMAN dan Masyarakat Adat Tolak Pembangunan Waduk Lambo

Mbay, 20/10/2016 – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Nusa Bunga secara tegas menolak pembangunan waduk Lambo yang berada di lokasi desa Rendu Butuwe, Kecamatan Aesesa Selatan, Kabupaten Nagekeo.

Pernyataan sikap menolak pembangunan itu disampaikan oleh Ketua AMAN Nusa Bunga, Philipus Kami disaat menerima kehadiran masyarakat adat Rendu yang hari ini, Kamis, 20 Oktober 2016 bertandang di Kantor AMAN Nusa Bunga di bilangan Nuamuri, Kelurahan Onekore, Ende.

Philipus Kami dalam konferensi Pers dengan kru media di kantornya menyatakan bahwa AMAN secara organisasi menyatakan sikap dan masayarakat adat Rendu dengan tegas menolak kehadiran mega proyek yang dibangun hanya untuk kepentingan pemerintah dengan menanggalkan kepentingan masyarakat.
“AMAN secara organisasi menyatakan dengan tegas menolak mega proyek pembagunan waduk Lambo di sekitar tanah ulayat masyarakat adat desa Rendo Butuwe karena sangat  merugikan komunitas adat yang ada disana” tuturnya.
Lebih lanjut Philipus mengungkapkan kalau pemerintah Nagekeo tetap bersikeras membangun waduk itu maka pemerintah nagekeo telah melanggar keputusan MK 35/PUU-X/2012  yang menyatakan bahwa hutan adat bukanlah hutan negara dan UUD’45 pasal 18 b ayat 2 yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak – hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara kesatuan Republik Indonesia yang  diatur dalam UU.
“Kalau pemerintah Nagekeo tidak menghormati masyarakat adat disana berarti pemerintah telah melanggar MK 35 dan UUD’45 pasal 18b ayat 2. Oleh karena itu AMAN akan tetap memperjuangkan hak – hak masyarakat adat yang ada disana” lanjutnya.

Dalam diskusi bersama itu, Ketua Forum Penolakan Pembanguan Waduk Lambo (FPPWL) Bernadinus Gaso menyampaikan tindakan penyerobotan yang dilakukan oleh Pemda Kabupaten Nagekeo ketika menduduki lokasi yang hendak dibangun waduk Lambo.

“Pemda Kabupaten Nagekeo telah melakukan penyerobotan terhadap kawasan hutan milik masyarakat adat Rendu karena disana bukan termasuk hutan negara”katanya.

Lebih lanjut Gaso mengatakan bahwa saat ini Pemda telah bekerjasama dengan pihak Kepolisian Ngada sedang mendirikan posko pengamanan di lokasi yang hendak dijadikan pembangunan waduk tersebut.

“Pemda dan aparat Kepolisian Ngada telah mendirikan posko pengamanan disana dengan alasan menjaga keamanan padahal masyarakat tidak pernah mengambil sesuatu apa pun dari pemerintah namun sebaliknya pemerintah yang datang hendak merebut hak dasar masyarakat” lanjutnya.

Pihaknya berharap agar pemerintah Nagekeo segera menarik kembali aparat kepolisian maupun Pol PP yang sedang berkeliaran disana karena kehadiran mereka sangat mengganggu aktivitas masyarakat yang sehari – hari bekerja sebagai petani di kebunnya.(MoneJFM)

 

Masyarakat adat Ende Tuntut RUU PPHMA dan Ranperda PPHMA segera di Sahkan

Konsultasi Publik
Ende- 21 Agustus 2016 – Masyarakat adat Ende bersama AMAN nusa Bunga menuntut kepada DPR RI dan DPRD Kabupaten Ende Agar segera membahas dan penetapkan Peraturan perundang-undang yang mengakui dan melindungi masyarakat adat.

Tuntutan sikap ini disampaikan oleh para mosalaki sekabupaten Ende disaat mengikuti Konsultasi Publik RUU PPHMA dan Ranperda PPHMA di kabupaten Ende  desa Saga pada tanggal 20 agustus 2016.

“Kami masyarakat adat sangat mengharapkan agar peraturan yang mengakui dan melindungi masyarakat adat bisa di tetapkan. Sebab kami telah mengikuti berbagai proses dalam penyusunan draf ranperda PPHMA di kabupaten Ende dan sudah jelas arah pengaturannya ingin memperbaiki dan mendukung pemerintah dan juga ingin pengembalian hak dasar kami sebagai masyarakat adat. Dan ada beberapa poin dalam rancangan tersebut seperti pengelolaan tanah, hutan dan sumber daya alam lainnya yang ada di wilayah adat”, Ujar Ahmad Jeke dalam menyapaikan sikap kepada pemerintah dan DPRD Ende.

Konsultasi publik RUU PPHMA dan Ranperda PPHMA di selenggarakan di komunitas Adat saga Kabupaten Ende, Tepatnya di Aula kantor Desa Saga.

Turut Terlibat dalam konsultasi pu[R-slider id=”2″][metaslider id=79]blik ini Utusan Komunitas adat se kabupaten Ende, Taman Nasional Kelimutu, Anggota DPRD Ende dan AMAN nusa bunga. Dengan Narasumber utama Sekertaris Jendral Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ( AMAN ) Ir. Abdon Nababan, dan Ketua AMAN Nusa Bunga Philipus Kami.
Menurut Sekjen AMAN dalam paparan Materinya disampaikan bahwa Sejak membentuk UUD 1945 masyarakat adat sudah mendapatkan posisi yang mulia. Dan pendiri bangsa tau bahwa masyarakat adat merupakan fondasi dasar dalam membentuk sebuah negara yang dinamakan Indonesia ini.

Dalam penjelasan selanjutnya Sekjen AMAN juga mengungkapkan bahwa “saat ini diseluruh peraturan perundang-undangan yang memuat keberadaan masyarakat adat telah ada, dan dalam operasional lapangan sama sekali tidak ada mengurus masyarakat adat. Sehingga saat ini kita harus mendorong untuk menyusun sebuah produk hukum yang melindungi dan menghormati masyarakat adat”. Jelas Sekjen

“ Ada produk UU yang mengatur tentang masyarakat adat namun saat ini, fakta di lapangan antara masyarakat adat dan pemerintah disatu sisi saling bentrokkan dan tumbang tindih sehingga yang menjadi korbannya adalah masyakat adat”, ujar Nababan. 

“ Undang-Undang No 5 tahun 1960 tentang  Peraturan dasar Pokok-pokok agraria yang telah ada sejak awal mendirikan sebuah bangsa, namun di era orde baru pemerintah kembali menggunakan UU agraria warisan pemerintahan belanda, maka fakta lapangannya negara menjaja sendiri masyarakatnnya. Dan tanah-tanah masyarakat adat di izinkan kepada investor asing untuk di kelola dan di pergunakan untuk kepentingan asing”.Ungkapnnya

“ Yang namannya Masyarakat adat itu ada tiga unsur utama yang sangat melekat pada masyarakat adat, yaitu  pertama Masyarakat adat sangat dekat hubungannya dengan Leluhur atau sang pencipta, kedua sangat melekat dengan tugas dan fungsinya mengurus sesama manusia agar saling berhubungan, ketiga berhubungan dan pengelolah sumber daya Alam seperti tanah, hutan dan seluruh potensi kekayaan alam di wilayah adat” Jelas Abdon

Selanjutnya ketua AMAN nusa Bunga Philipus Kami mengungkapkan” Untuk saat ini khusus di kabupaten Ende seluruh proses penyusunan naska akademik dan draf rancangan peraturan daerah telah selesai dan saat ini sudah berada di tangan Badan legislasi daerah DPRD Ende, namun Kondisi saat tinggal menunggu percepatan proses yang dilakukan oleh Baleg agar bisa mengusulkan untuk di bahas,”Ungkapnya.

“ Ranperda PPHMA adalah penting dan mendesak bagi masyarakat adat agar bisa mengatasi dilematif peraturan perundang-undang yang saat ini membuat masyarakat adat dengan pemerintah dalam hal ini petugas lapangan saling bentrokan sebab semuannya menjalan peraturan hukum. Masayarakat adat di komunitas menjalankan hukum adat dalam menjaga wilayah dan kekayaan alamnnya sedang dari negara menjalankan undang-undang untuk menjaga hutan dan fungsi konsevasinnya”Jelas ketua AMAN

 

Jadi  jelas  Philipus “saat ini seperti Taman nasional Kelimutu Harus sama-sama mendorong untuk mempercepat penetapan agar bisa di temukan sinergisitas antara anturan Negara dan hukum adat yang berlaku di komunitas, selain itu dari TNK juga bisa mengkolaborasikan dari apa yang menjadi kebutuhan masyarakat adat di daerah penyangga dan kebutuhan fungsi satwa dan konsevasi,”Jelasnnya.

Diskusi pun berlanjut dengan menghasilkan kesimpulan dan rencana tindak lanjut untuk mempercepat proses pembahasan dan pengesahan produk hukum masyarakat adat.

Salah seorang tokoh mosalaki mengatakan “ saat ini kami dari masing-masing komunitas akan memfasilitasi sosialisasi-sosilisasi dari tujuan perjuangan masyarakat adat, pokoknya dari pengurus AMAN siap mendapatkan undangannya, sebab cara itu yang harus kita lakukan”,Kata Mikael

“Kami sudah muak untuk berdialog terus menerus dengan baleg dan DPRD Ende, sebab mereka itu anak adat yang tidak tau adat. Berapa kali kita ke DPRD Ende selalu mendapatkan Janji dan harapan ketidak pastian, mereka sama sekali tidak menghormati kami sebagai mosalaki. Kami datang dari komunitas selalu pamit dengan leluhur dan jika sampai di DPRD Ende tidak di hormati sama seperti kami ini tidak punya kewibawaan,” Ujar Mikael.

Selesai konsultasi publik para mosalaki bersepakat akan terus membangun rapat koordinasi untuk membangun kekuatan politik masyarakat adat agar bisa berdaulad, mandiri dan bermartabat.***

Jhuan Mari

 

AMAN Nusa Bunga Sosialisasi RUU dan Ranperda PPHMA di Komunitas Nuabosi

Ende 7 September 2016- Pengurus Wilayah Aldscf4300iansi Masyarakat adat Nusantara Wilayah Nusa Bunga sosialisasi Perda PPHMA dan RUU PPHMA di komunitas adat Nuabosi . Sosialisasi Perda PPHMA dan RUU PPHMA di Komunitas adat Nuabosi bertepatan dengan Acara seremonial Adat Nggua Jawa Masyarakat adat Nuabosi.

Turut terlibat dalam Sosialisasi Perda PPHMA dan RUU PPHMA adalah Pengurus AMAN nusa Bunga dan Juga seluruh Anggota Komunitas adat di Nuabosi.Sekitar 50an orang anggota Masyarakat adat nuabosi dan utusan para mosalaki dari  perbatasan dengan Komunitas adat Nuabosi.Sosialisasi tersebut berlangsung di rumah adat Nuabosi tepatnya ditubumusu ora nata nuabosi pada tanggal 7 sepetember 2016.

“ Hari ini Kami kema nggua Bapu sesuai no Oza moi nau embu mamo kami, Nggua yang kami buat hari ini adalah Nggua Jawa. Yang di maksud dengan nggua Jawa, nggua yang mengijinkan kembali perempuan dari komunitas tersebut makan jagung yang sebelum proses tanam para perempuan dilarang untuk makan. Karena ada sebabnya jika perempuan itu memakan jagung, ada pelarangan secara adat dan hukumannya langsung dirasakan oleh perempuan dan keluarga itu sendiri. Tujuan kami buat nggua Jawa ini adalah agar masyarakat adat di komunitas adat nuabosi bisa kembali mempertahankan titipan leluhur untuk kembali mengelola tanah yang telah di jaga dan di perjuangkan oleh leluhur kami”, Ujar De.

Menurutnya bahwa pelaksanaan Nggua ini semua para tokoh adat  mosalaki dan anggota komunitas adat ikut terlibat dengan membawa makanan untuk sama-sama meminta pemberkatan dari leluhur dan kemudian santap bersama dengan segenap anggota masyarakat adat. Nggua jawa adalah Titipan leluhur yang harus di jaga dan di jalankan,sebab Nggu Jawa tersebut sangat bersentuhan dengan proses pengelolaan sumber Daya Alam.

Di acara Nggua Jawa ketua AMAN Nusa Bunga kembali mensosialisasikan perjuangan masyarakat adat dalam mengembalikan haknya yang puluhan tahun dirampas oleh Negara,dan masyarakat adat harus kembali merebut hak-hak dasarnnya yang telah lama hilang.

“ Saat ini Kita sedang membuat peraturan Perundang-Undangan Masyarakat adat dan Peraturan daerah Pengakuan dan perlindungan Masyarakat adat. Untuk Kabupaten Ende Perdannya Telah di Buat dan saat ini ada di Badan legislasi daerah kabupaten Ende. Tujuan pembuat peraturan daerah pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat adalah untuk mengembalikan hak-hak masyarakat adat seperti hak atas tanah dan wilayah adat, hak atas pengelolaan sumber daya Alam dan hak untuk menjaga budaya dan seluruh kearifan lokal masyarakat adat”, Kata Philipus Kami.

Lanjut dikatannnya “ Masyarakat adat harus kembali bersatu dan kembali mengkonsolidasi dari untuk memberi solusi kepada pemerintah agar tujuan dari kemerdeekaan republik ini bisa kembali ke tangan masyarakat adat , artinnya Masyarakat adat Bisa Berdaulad dan mandiri di atas tanahnnya sendiri”, jelasnnya.

Sosialisasi  perjuangan AMAN atas Peraturan Peundang-undangan dan Peraturan Deerah mendapat respon baik oleh anggota Komunitas dan  akan terlibat penuh dalam perjuangan bersama AMAN.

“ Kami Ndia Nuabosi Dheko Pa’a No AMAN, dan Jao rasa mbeo Peka untuk pertahankan Tanah No Nua Orha Nuabosi, Kami akan terlibat penuh bersama AMAN dalam membangun berjuang bersama dan merebut kembali  hak kami sebagai masyarakat adat”, ungkap mosalaki Wisu.

Di akhir sosialisasi di lanjukan kembali dangan seremonial Nggua Jawa yang dilakukan oleh para tetua adat Nuabosi.

Disaksikan kontributor Gaung AMAN  bahwa acara seremonial Nggua Jawa berjalan dengan Lancar dan semua anggota komunitas  mulai dari perempuan dan Laki-laki mengikuti acara nggua Jawa. Selesai seremonial dilanjutkan makan bersama ( ka Jawa )*** Jhuan

 

AMAN Nusa Bunga Desak Pemda Nagekeo

logo_amanMbay, NTT 18/10/2016-  AMAN Nusa Bunga mendesak Bupati Nagekeo, Elias Jo agar segera membatalkan rencana Pemerintah Nagekeo untuk membangun mega proyek waduk Lambo di wilayah adat Rendu, Kecamatan Aesesa Selatan Kabupaten Nagekeo NTT.

Disampaikan Ketua AMAN Nusa Bunga, Philipus Kami dalam diskusi bersama tokoh masyarakat adat Rendu, tokoh masyarakat desa Rendu Butuwe, Ulupulu dan Labolewa,  serta segenap elemen  LMND,PMKRI,GMNI dan masyarakat yang ada  di desa Rendu Butuwe (16/10).

Dalam diskusi itu, Ketua AMAN Nusa Bunga mengatakan bahwa masyarakat adat Rendu merupakan salah satu anggota AMAN Nusa Bunga sehingga AMAN  merasa bertanggung jawab terhadap komunitas adat yang ada di wilayah itu.

Philipus dengan tegas mengatakan bahwa hutan adat bukan hutan negara sehingga sangat keliru jika pemerintah mengklaim tanah dan hutan yang ada di komunitas adat itu sebagai tanah atau hutan negara.

“ Putusan MK No.35/PUU/IX/2012 yang menjelaskan Hutan adat bukan lagi hutan negara sehingga pemerintah jangan mengklaim kalau tanah,hutan  di komunitas adat sini adalah tanah negara” katanya.

Philipus lebih lanjut mengatakan jika pemerintah terus memaksakan kehendak untuk membangun waduk di kawasan itu maka pemerintah sama saja mengabaikan nilai – nilai budaya lokal dan tidak mengakui kehidupan masyarakatnya sendiri.

“Sangat tidak arif kalau pemerintah tetap ngotot untuk membangun waduk disini padahal masyarakat dengan tegas telah menolaknya. Pemerintah secara sengaja mengabaikan hak – hak dasar masyarakatnya sendiri” lanjutnya.

Sementara itu Kepala Desa Rendu Butuwe, Yeremias Lele mengatakan bahwa pihaknya selaku pimpinan tertinggi pemerintahan desa Rendu Butuwe telah melayangkan surat penolakan kepada Pemerintah Nagekeo terkait pembangunan waduk itu namun hingga kini surat tersebut dimentahkan dan tidak digubris oleh Bupati Nagekeo, Elias Jo bahkan isu terakhir yang berkembang kalau Kades Yere akan di pecat dari jabatannya karena membela hak masyarakatnya.

“Kami telah melayangkan surat penolakan kepada bupati namun surat kami tidak ditanggapi oleh pemerintah Nagekeo” katanya.

Pihaknya sampai kini berharap agar Pemerintah Nagekeo meninjau kembali dan membatalkan  pembangunan waduk di sekitar lokasi pemukiman penduduknya karena pembangunan waduk itu akan mengorbankan masyarakatnya.

“Kami berharap agar pemerintah benar – benar mendengar aspirasi masyarakat sehingga pembangunan waduk itu tidak mengorbankan masyarakat. Saya akan tetap bersama masyarakat saya untuk bersama – sama berjuang” tutupnya. JFM

Masyarakat Adat Rendu adalah Warga Negara Indonesia

@perempuan Rendu
@perempuan Rendu

Kampung rendu  terletak di kecamatan Aesesa selatan Kabupaten Nagekeo Propinsi Nusa tenggara Timur. Jarak antara kota kabupaten Nagekeo ke kampung Rendu kurang lebih sekitar 30an Km  dengan jarak tempuh menggunakan kendaraan memakan durasi waktu kurang lebih 1 jam. Dari kondisi geografis dan potensi alam cukup menjanjikan kalau dipandang sejenak bahwa masyarakat adat Rendu memiliki segudang sumber kekayaan Alam yang belum di manfaatkan secara baik oleh masyarakat adat Rendu.

Keindahan alamnnya serta luasan bentangan wilayah adat cukup baik  jika kita berkunjung ke komunitas/kampung itu.  Pada malam hari terdengar bunyian binatang melata yang menggambarkan antar alam dan makluk hidup di daerah tersebut  hidup saling berhubungan. Kateduhan kebisingan akan sejenak dilupakan apabila bertahan dan mendiami kampung itu serta kita bisa merasakan sunggu menyejukan hati dan sangat bersahabat. Kita juga akan bisa berbagi bersama masyarakat adat setempat sejanak menceritakan pengelaman menarik dan keunikan dari kampung rendu.

Rendu dikenal sejak duluh adalah sebuah kampung yang di huni kurang lebih penduduk sekitar 5000an orang  penduduk dengan hidup bergantung sumber pertanian dan potensi alam yang ada di wilayah itu. Banyak orang meyakini bahwa wilayah kampung rendu memiliki kehidupan masa depan yang menjanjikan apabila di jaga dan dipergunakan sebai-baiknnya oleh warga masyarakat di komunitas adat tersebut.

Disisi yang lain kehidupan masyarakat adat rendu sangat bersahabat dengan siapa saja yang ingin berkunjung ke kampung itu. Namun persahabatan itu akan sirna saat ini, sebab masyarakat adat rendu mengalami sebuah persoalan besar yang memecah belah kehidupan yang terjalin dengan baik sejak dahulu secara turun temurun.

Menurut cerita sesunggunya Masyarakat rendu mempunyai jiwa berjuang yang diwarisi secara turun temurun dalam merebut dan mempertahankan wilayah kehidupan. Jiwa perjuangan itu di warisi oleh nenek moyang orang rendu untuk mempertahankan tanah, dan seluruh sumber potensi kekayaan Alam yang ada di komunitas adat Rendu

Komunitas adat rendu di kenal kemana saja namun didalam Rendu itu sendiri terdiri beberapa kampung yaitu kampung Rendu Butowe,Ulupulu,Labolewa serta rendu ola yang merupakan kampung tertua.

Ketika masyarakat adat Rendu memiliki semua yang di titipan leluhur  untuk dijaga hingga sekarang ini, namun dengan sengaja dan karena menginginkan  kebutuhan yang instal  maka, wilayah kehidupannya  orang rendu mau digadaikan kepada pihak luar yang ingin menguasai wilayah kesuburan  itu.

Cerita tokoh-tokoh tua orang rendu bahwa dalam mempertahankan tanah membutukan perjuangan sebab tanah yang di tempatkan saat ini adalah tanah hasil perjuangan dengnan mengorbankan jiwa banyak orang hanya ingin generasi saat ini kehidupannya bisa lebih baik. Dan dahulu nenek moyang orang rendu memperjuangkan tanah dengan kucuran darah demi mempertahankan tanah dan wilayah kehidupan itu.

Wilayah kehidupan orang rendu sejak dahulu sudah di jaga baik oleh tetua-tetua demi melindungi kehidupan kenerasi ribuan tahun yang akan datang.

Seorang ibu yang bernama Fransiska dengan kondisi umur kurang lebih 70 an tahun mengatakan bahwa mempertahankan tanah adalah mempertahankan hidup. Semua manusia di dunia ini akan hidup jika ada tanah.

Menurutnya tanah adalah harta warisan yang tidak akan habis terpakai.  Tanah sangat erat kaitannya dengan perempuan. Jika tanah itu di seroboti di rusaki ataupun tidak pergunakan secara baik maka akan menjadi korban untuk semua orang. Sama halnya sama perempuan, kalau perempuan melahirkan anak tidak ada tanah yang akan memberikan penghidupan untuk seorang manusia maka, mau kemana manusia bisa

hidup.

“Tanah kami adalah kehidupan kami, karna kami perempuan yang sangat merasakan dampaknnya, kalau kami melahirkan anak sementara tidak adat tanah, anak kami mau kemanakan?”,Kata mama Fransiska.

Mama fransiska juga menjelaskan kalau tanah itu tidak lagi berkembang sementara manusia itu terus berkembang, jadi pemerintah harus memikirkan itu.

“ Tanah itu tidak lagi berkembang sedangkan manusia itu terus berkembang jadi pemerintah harus memikirkan itu”,Jelasnya.

Kehidupan masyarakat rendu sebelumnya adalah baik dan penuh rasa kekeluargaan mulai dari Rendu butowe, ulupulu dan Labolewa. Namun sekarang ini kehidupan mereka terpecahkan ataupun terkotak-kotak hanya karna ingin selembar uang dan mengorbankan wilayah kehidupan semua orang yang hidup di rendu.

Warga rendu sejak dahulu sudah mulai hidup bertani di tanah rendu sebab tanah rendu adalah tanah yang subur. Di wilayah itu cocok untuk semua tanaman baik itu pertanian perkebuanan, ataupun ternak. Wilayah cukup luas dan sangat menjanjikan untuk orang rendu hidup baik dari genereasi-ke generasi.

Terpecah belah warga rendu saat ini hanya karena program Pemerintah pusat yang ingin pembangunan waduk di wilayah  Rendu butowe, Ulupulu dan labolewa. Tujuan Pemerintah untuk di bangunnya waduk lambo sebenarnya baik jikalau dalam proses pelaksanaan mulai dari musyawara dan menentukan pelaksanaan pembangunan itu melibatkan orang yang mempunyai pemilik atas tanah itu.

Program pemerintah pun semestinnya menjawab penderitaan masyarakat dan harus memberi rasa nyaman untuk masyarakat Rendu.

Peristiwa yang terjadi di Rendu saat ini terkait dengan Pembangunan Mega proyek Waduk lambo oleh Pemerintah Nagekeo yang di dengungkan adalah program dari pusat dengan besar anggaran satu triliun rupiah.

Namun, pada Perjalanannnya Pemda mengabaikan konsep partisipatif yang transparasi dengan masyarakat terkait dengan pembangunan Waduk Lambo. Selain itu, Pemerintah tidak memperhitungkan kajian dampak lingkungan terhadap pembangunan waduk tersebut, apakah berdampak postif atau negatif pada kehidupan masyarakat.

Memang benar, harus kita bersyukur dengan terpilihnya Joko widodo menjadi presiden ke tujuh Republik Indonesia sedikit membawa angin segar terhadap pembangunan di wilayah Indonesia bagian Timur lebih khususnya propinsi seribu pulau Nusa Tenggara Timur (NTT). Saking segarnya angin kemudian masyarakat NTT  khususnya kabupaten yang menterjemahkan program jokowi sampai kebablasan. Seharusnya kalau mau membangun apapun bentuknnya harus berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat bukan sebaliknnya menindas kembali masyarakat.

Salah satu kabupaten yang sangat kebablasan adalah kabupaten Nagekeo dengan alasan program dari pusat Pemda lupa bahwa di lokasi yang di tetapkan sebagai lokus pembangunan itu sama sekali tidak ada penghuni. Padahal Lokasi yang di tetapkan itu adalah lokasi milik komunal mempunyai hak atas tanah.

Rencana pemda Nagekeo untuk membangun waduk mega proyek semestinnya melibatkan partisipatif masyarakat. Pemda harus menghormati komunitas adat yang mempunyai hak atas tanah dan juga memperhatikan dampak kehidupan sosial masyarakat di daerah itu.

Sasaran pembangunan waduk adalah membutukan luasan wilayah tanah sementara dalam proses untuk merencanakan pembangunan waduk tersebut tidak melibatkan pemilik atas tanah ulayat tersebut. (bersambang)