NUSABUNGA ENDE. Setelah melakukan workshop M4P (Making Markets Work Better for the Poor) atau Membuat Pasar Lebih Berpihak pada Kaum Miskin di Aula Firdaus, Nanganesa – Ende (4-5 Mei) bersama Sebastian Saragih dan Abdur Rofi, kali ini (Senin, 8/05) AMAN dan IESR terjun ke lapangan untuk melakukan studi banding pemasaran produk kopi di desa Golulada.
Menurut Yuni Kurniyatiningsih terpilihnya desa Golulada menjadi tempat studi banding karena desa ini merupakan salah satu desa yang memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang mempunyai peralatan produksi kopi yang cukup lengkap dari penggilingan kopi kering, sangrai, penggilingan bubuk kopi dan pengemasan kopi bubuk untuk siap jual.
Yunika menambahkan bahwa pemilik produk kopi bermerk Kelimutu, Lukas Lawa juga merupakan salah seorang Pengurus Daerah AMAN Flores bagian Tengah yang saat ini juga mengurus salah satu koperasi petani kopi di Golulada sehingga IESR dan AMAN dapat memperoleh informasi lebih akurat tentang kopi.
“Kita melakukan studi banding kesini (Golulada) untuk melihat produksi kopi yang dihasilkan oleh petani kopi Golulada dengan melihat peralatan – peralatan yang dimiliki BUMDes” tuturnya.
Sementara itu Lukas Lawa didalam perjalanan menuju Golulada menyampaikan bahwa pihaknya saat ini sedang mengelolah sebuah koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desanya dengan membeli produk kopi petani Golulada.
“Koperasi membeli semua produk kopi para petani sesuai dengan harga pasar agar para petani tidak dirugikan” katanya.
Lebih lanjut Lukas menceritakan keinginannya mengajak petani kopi Golulada meningkatkan hasil kopi dengan cara menanam kopi dengan perawatannya sampai memasarkan hasil produksi kopi Golulada terinspirasi dari kenyataan yang terjadi pada masyarakat desanya dimana hasil kopi para petani hanya dikonsumsi sendiri dengan pola pengolahan secara tradisional. Dirinya berkeinginan untuk merubah mainset masyarakat yang selama ini masih mengolah dan memproduksi hasil kopi dengan cara yang tradisional menjadi cara yang lebih baik dengan menggunakan peralatan semi modern yang berpotensi untuk menghasilkan pendapatan yang lebih besar.
“Saya ingin para petani Golulada mengubah cara mengolah dan memproduksi kopi dari pola lama ke pola yang baru untuk meningkatkan pendapatan yang lebih baik” tuturnya.
Niat Lukas semakin terasah setelah melakukan kerjasama dengan NGO Veco dan Yayasan Tana Nua (kedua lembaga pemerhati para petani) mengutusnya untuk mengikuti pelatihan dan studi banding tentang kopi di berbagai daerah penghasil kopi di Indonesia bahkan sampai ke India.
“Beberapa kali saya mengikuti pelatihan dan studi banding tentang kopi di berbagai daerah di Indonesia maupun di luar negeri dan saya ingin menerapkan semua yang saya lihat dan tahu itu di desa kami” ungkapnya.
Terbukti di desa Golulada saat ini telah ada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang memiliki peralatan kopi yang terdiri dari mesin penggiling kopi, mesin sangrai dan mesin pengemas kopi yang dibeli sejak 2 tahun silam.
Kepada rombongan AMAN dan IESR, Lukas menuturkan bahwa peralatan itu didatangkan untuk mempermudah akses produksi kopi petani Golulada dan sekitarnya sehingga produk yang keluar dari Golulada sudah merupakan produk jadi yang siap beredar di pasar dalam bentuk kemasan.
Namun harapan itu belum tercapai karena saat ini semua peralatan itu belum beroperasi. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya teknisi yang mampu mengoperasikan peralatan tersebut.(Simone Welano)