AMAN Nusa Bunga- Bertepatan dengan Momentum Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional pada Minggu,10 Desember 2023, Masyarakat Adat Pocoleok menggelar deklarasi penolakan terhadap proyek pembangunan geothermal di Lingko Rebak, desa Lungar, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Mengangkat tema “Pocoleok Bersatu” deklarasi ini dihadiri oleh ratusan warga dari wilayah Pocoleok, yang terdiri dari unsur tetua-tetua adat (Laki-laki/Perempuan adat), dan Pemuda adat.
“Deklarasi ini sebagai bentuk ketegasan dalam merespon konflik yang sedang dihadapi oleh masyarakat Pocoleok saat ini yakni Proyek Pembangunan Geotermal,” jelas Maximilianus Herson Loi, Ketua Pelaksana Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Nusa Bunga.
Menurut Herson, dalam konteks kebijakan pembangunan, Masyarakat Adat Pocoleok mesti mendapatkan ruang informasi yang utuh dan menyeluruh serta diberikan kesempatan untuk menilai, berpikir dan menyatakan pendapat, apakah setuju atau tidak setuju dengan kebijakan proyek pembangunan geothermal.
“Menghormati, melindungi dan memajukan HAM merupakan Kewajiban Negara yang tidak boleh diingkari. Jika Masyarakat Adat Pocoleok tidak setuju atau menolak, maka jangan dipaksakan karena menolak adalah Hak Asasi Masyarakat Adat Pocoleok,” tegas Herson.
“Deklarasi ini juga, hendak mengingatkan semua pihak baik Pemerintah, TNI/POLRI maupun sesama Masyarakat Adat untuk wajib menghormati, melindungi dan memajukan Hak Asasi Manusia (HAM) khususnya Hak Asasi Masyarakat Adat Pocoleok,” tambah Herson.
Dalam kesempatan itu, Herson yang juga merupakan anggota Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) Region Bali Nusa Tenggara ini, merespon isi surat dari Bank Jerman (OECD/KFW) yang menyatakan bahwa rencana Pembangunan Geothermal Pocoleok telah dilakukan dengan prosedur yang baik dan benar dan tidak mengalami penolakan dari masyarakat.
Padahal tegas Herson, faktanya di lapangan Masyarakat Adat Pocoleok menyatakan tegas menolak pembangunan Geothermal Pocoleok. Selain itu, ada berbagai prosedur yang dilanggar oleh Pemerintah dan Perusahaan (PLN).
“Masyarakat Adat Pocoleok meminta kepada Bank Jerman (OECD/KFW) untuk menghentikan pendanaan pembangunan Geothermal Pocoleok,” tegas Herson.
Berikut isi Deklarasi Masyarakat Adat Pocoleok Bersatu:
1. Kami Masyarakat Adat Poco Leok dengan tegas menyatakan bahwa kami tidak mau dihasut, tidak mau diadu domba yang dapat memecah belah persatuan diantara kami. Sebab itu, kami mengecam segala tindakan yang berupaya atau bertujuan untuk memecah belah persatuan dan kesatuan kami Masyarakat Adat Pocoleok.
2. Kami menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa kami Masyarakat Adat Poco Leok tetap berkomitmen untuk senantiasa menjaga relasi persaudaraan dan persatuan diantara kami.
3. Kami menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa kami Masyarakat Adat Poco Leok Bersatu “MENOLAK Eksploitasi dan Perluasan PLTP Ulumbu di Poco Leok”. Kami mengecam setiap bentuk tindakan yang memaksa, mengintimidasi, mengancam, dan mengkriminalisasi kami Masyarakat Adat Pocoleok.
4. Kami Masyarakat Adat Pocoleok menyerukan kepada seluruh Masyarakat Adat Se-Flores untuk sama- sama mendesak pemerintah Indonesia c.q Kementerian ESDM untuk mencabut Surat Keputusan (SK) Menteri ESDM Nomor: 2268 K/30/MEM/2017 Tentang Penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi (Geothermal).
5. Kami Masyarakat Adat Poco Leok mendesak Bupati Manggarai untuk mencabut Surat Keputusan (SK) Nomor: HK/417/2022 tentang Penetapan Lokasi Pengeboran Perluasan Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) Ulumbu.
6. Kami Masyarakat Adat Poco Leok menyatakan bahwa Menolak eksploitasi dan perluasan PLTP Ulumbu adalah Sikap dan Hak Kami yang tidak bisa diintervensi oleh pihak manapun.
7. Kami Masyarakat Adat Poco Leok mendesak pihak TNI/POLRI agar tidak menggunakan cara- cara intimidatif dan kekerasan dalam menjalankan tugas keamanan di wilayah adat kami.
Penulis: Sutomo Hurint. Jurnalis Masyarakat Adat, tinggal di Larantuka, Kab. Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).