Pemuda Adat Ngkiong Tolak Politik Uang di Pemilu 2024

AMAN Nusa Bunga- Sejumlah pemuda adat yang tergabung dalam gerakan Pemuda Peduli Adat Ngkiong menggelar kegiatan sosialisasi gerakan tolak politik uang pada Pemilu 2024 kepada seluruh muda-mudi serta pelajar di desa Ngkiong Dora, Kecamatan Lamba Leda Timur, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, pada Minggu (3/12/2023).

Ketua Pemuda Peduli Adat Ngkiong Dora, Roldian Maryono mengatakan sosialisasi tolak politik uang ini sebagai bentuk kepedulian pemuda adat terhadap jalannya Pemilu yang demokratis.

Roldian menuturkan bahwa kegiatan sosialisasi tolak politik uang menjadi penting sebab pemuda sebagai pemilih pemula masih banyak yang belum mengetahui bahwa politik uang melanggar hukum.

“Melalui kegiatan sosialisasi ini kita ingin berbagi vitamin pengetahuan kepada para kawula muda khususnya di desa Ngiok agar dapat memahami bahwa politik uang itu melanggar hukum,” ungkap Roldian disela-sela kegiatan.

Roldian menegaskan bahwa Pemuda adat  tidak boleh menerima uang pada Pemilu 2024 mendatang.

“Hal ini penting agar menjadi contoh bagi pemuda lainnya sehingga pelaksanaan Pemilu nantinya bisa berjalan dengan baik. Karena, Pemilu yang baik  melahirkan pemimpin yang baik pula, bukan pemilik modal,” tegas Roldian.

Dirinya berharap agar para pemuda juga menjadi pemilih aktif yang turut menjaga agar Pemilu 2024 menjadi pemilu yang bermartabat tanpa politik uang.

“Kita harapkan pemuda di desa Ngiok juga turut aktif menjadi penjaga dan pengawas jalannya pemilu 2024 ini. Apabila, menemukan pelanggaran, seperti oknum politisi yang bagi-bagi uang, diharapkan Pemuda Adat bisa melaporkan pelanggaran tersebut ke panitia Pengawas Pemilihan Umum,” tutur Roldian.

Hal senada disampaikan oleh tokoh pemuda adat Febrianus Evan bahwa sebagai pemilih yang cerdas, harus pemuda adat mencari informasi calon pemimpin, bagaimana visi-misinya sehingga pemilih tahu figur calon pemimpin yang akan dipilihnya.

“Semakin banyak menerima informasi akan bisa lebih tahu untuk memilih seorang pemimpin, sehingga nanti masyarakat dapat memilih pimpinan yang mampu melindungi masyarakat dan dapat mensejahterakan masyarakatnya,” jelasnya.

Febrianus mengatakan pemuda adat harus menghindari politik hitam, yang biasanya sudah muncul jelang Pemilu. Sebab, politik hitam cenderung arahnya menghasut dan mengadu domba.

“Ini harus dihindari, pemuda adat jangan mudah terprovokasi maupun mempercayai berita yang tidak benar. Cari tahu dan cari sumber berita yang dapat dipercaya sehingga informasi itu bisa dipertangungjawabkan,” ungkapnya.

Namun, Febrianus percaya bahwa pemuda adat adalah generasi yang pintar dan cerdas, sehingga tidak terbawa oleh hal yang negatif atau black campaign.

Sementara itu, Zakarias Gara Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Manggarai Timur menyatakan tujuan dari sosialisasi ini adalah memberikan pencegahan dan pemahaman kepada masyarakat mengenai pengertian, ragam atau jenis, dampak, dan cara pencegahan terjadinya praktik politik uang dalam penyelenggaraan Pemilu.

Zakarias menegaskan bahwa sosialisasi ini penting untuk memberikan pendidikan politik, serta mengajak masyarakat berpartisipasi dan menyebarkan virus pengawasan partisipatif.

“Kita ingin Pemilu 2024 mendatang bersih dari praktek politik uang dan black campaign,” ungkap Zakarias di sela-sela kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pencegahan politik uang dalam Pemilu 2024.

Wow, Masyarakat Adat ‘Tala Pia’ Punya Kalender Adat Sendiri

Perempuan Adat "Ina Tonu Wujo" sebagai simbol kehadiran dewi padi "Nogo Ema" dalam Upacara "Buka Keba"

Larantuka NBN– Komunitas masyarakat adat di Desa Lewotala, Kecamatan Lewolema, Kabupaten Flores Timur, rupanya mempunyai bentuk unik pemberian nama-nama bulan.

Tak seperti dalam kalender Masehi yang didasarkan pada pengitaran bulan mengelilingi bumi, penyebutan nama-nama bulan orang Lewotala mempunyai relasi erat dengan aspek sosio-kultural masyarakat di desa itu.

Adapun keunikan penyebutan dan penggolongan nama-nama bulan ini menyimpan konsep pengetahuan masyarakat lokal di Desa Lewotala, khususnya konsep pengetahuan  dalam dunia pertanian.

Berikut nama-nama bulan dalam komunitas masyarakat adat di Lewotala.

Bulan pertama adalah ‘Wulan Nikat’ atau bulan menanam. Bulan menanam ini ditandai dengan penghantaran benih padi dari lumbung padi desa yang disebut ‘Keba’ menuju ke ladang atau kebun adat ‘Ma Ora’.

 

Proses penghantaran benih padi ini dimulai dengan upacara atau ritual adat yang diiringi dengan nyanyian yang mengisahkan asal-usul Dewi Padi ‘Raran Tonu Wujo’.

Dalam bulan ini banyak sekali larangan atau pantangan bagi warga Desa Lewotala. Pantangan itu antara lain, tidak boleh membuat keributan (acara pesta, bunyi-bunyian, perkelahian, dll), tidak boleh melaut dan larangan membunuh hewan-hewan tertentu, seperti anjing.

Bagi warga yang melanggar pantangan ini, perlu dilakukan seremoni adat sebagai sarana pemulihan. Pantangan ataupun larangan ini berlaku dalam waktu yang panjang hingga memasuki masa panen.

Bulan yang kedua adalah Wulan Ga Taken yang secara harfiah berarti ‘Bulan Tidak Makan’. Sesuai penyebutannya, dahulu masyarakat Lewotala mengalami masa krisis pangan. Yang mana mereka makan seadanya dengan umbi-umbian dan pangan lokal.

Masa krisis ini dipengaruhi oleh angin kencang atau badai yang menerjang daerah Lewotala. Bulan ini masuk dalam bulan Februari jika dikaitkan dengan sistem kalender Masehi.

Pada bulan ini, masyarakat petani dilarang untuk menanam. Dan jika dilanggar, kebun yang ditanami padi pada bulan ini akan mengalami gagal panen.

Bulan yang ketiga adalah Wulan Matun. Secara harfiah, berarti ‘Bulan Rumput’. Bulan ini adalah bulan yang digunakan untuk membersihkan rumput di kebun ataupun ladang, setelah melewati masa hujan dan badai yang tak kunjung henti,

Bulan ini ditutupi dengan upacara Pau Pusaka atau Pau Kaka Bapa di rumah besar milik Kepala Suku. Dalam upacara ini, anak-anak dan orang tua wajib berkumpul di rumah besar sukunya masing-masing.

Upacara ini merupakan ucapan syukur setelah melewati badai dan memohon berkat berlimpah untuk hasil panen dari ‘Rera Wulan Tanah Ekan’ beserta para leluhur untuk berkat terhadap hidup dan panen.

Adapun kemiri dalam upacara Pau Pusaka ini dipakai pada keesokan harinya untuk dioleskan pada daun padi di setiap kebun warga. Bulan ini dalam kalender Masehi berkisar sekitar Februari hingga Maret.

Bulan keempat adalah Wulan Nalan yang secara harfiah berarti ‘Bulan Dosa’. Sesuai namanya, pada bulan ini warga dilarang membawa pulang hasil kebun atau ladang ‘Labu dan Jagung Mudah’ ke rumah.

Jika ada warga yang melanggar pantangan ini, dia harus melakukan ritual pemulihan sebagai silih terhadap kesalahan yang telah dilakukannya dengan memotong seekor kambing dan babi di kebun miliknya. Bulan ini terjadi sekitar bulan April dalam kalender Masehi.

Bulan kelima adalah Wulan Muren. Secara harfiah, berarti ‘Bulan Benar’. Pada bulan ini, warga sudah diperbolehkan membawa pulang hasil kebun atau ladang secara terbuka.

Warga diwajibkan membuat pondok di kebun masing-masing untuk persiapan menampung hasil panen.

Bulan ini ditandai dengan upacara adat di kebun adat. Upacara ini dinamai dengan upacara Kerja. Setelah upacara ini, warga diperbolehkan membawa hasil panen ke rumah masing-masing.

Bulan keenam, yakni Wulan Kolin Wain dan memiliki arti ‘Bulan Panen’. Pada bulan ini, warga dapat mulai memanen padi di ladangnya masing-masing.

Masyarakat Desa Lewotala melakukan ritual besar-besaran di kebun adat sebagai bentuk syukur atas hasil panen. Upacara ini disebut upacara ‘Haman Man’.

Upacara ‘Haman Ma’ ini sebagai tanda berhentinya bulan ‘Kolin Wain’ atau bulan panen. Bulan ini kira-kira berlangsung pada bulan Mei dalam perhitungan kalender Masehi. Orang yang lahir pada bulan ini diyakini hidupnya akan baik.

Bulan ketujuh disebut Wulan Tanah Maran. Secara harfiah, berarti ‘Bulan Tanah Kering’. Pada bulan-bulan ini, permukaan tanah pecah-pecah pertanda memasuki musim kemarau. Bulan ini berlangsung selama 2 kali. Kira-kira dari bulan Juni hingga Juli.

Bulan kedelapan adalah Wulan Lera Kakan yang secara harfiah berarti ‘Bulan Kakak Matahari’. Sesuai namanya, bulan ini adalah puncak dari musim kemarau yang mana matahari terasa sangat panas.

Hal ini berlangsung cukup lama, kira-kira memakan waktu 2 hingga 3 bulan dalam penanggalan kalender Masehi. Kira-kira dari bulan Agustus.

Wulan Hiwan. Secara harfiah, berarti ‘Bulan Sembilan’ yang merupakan bulan persiapan membuka ladang atau kebun baru.

Pada bulan ini, warga mulai mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk membuka lahan atau ladang baru dan peralatan berburu.

Lalu ada juga Wulan Piton atau ‘Bulan Tujuh’. Bulan ini adalah kelanjutan dari bulan sebelumnya. Setelah alat dan bahan disiapkan, persiapan lahan dimulai dengan memotong pohon dan membersihkan rumput di lahan garapan baru yang disebut ‘Geto Eta’.

Ada juga Wulan Lema. Secara harafiah berarti ‘Bulan Lima’. Pada bulan ini, warga membakar kayu dan rumput di ladang baru. Kegiatan membakar kayu dan rumput di ladang ini disebut ‘Seru Eta’.

Lalu, Wulan Telon yang secara harfiah, berarti ‘Bulan Tiga’. Bulan ini digunakan untuk membersihkan rumput dan puntung-puntung kayu dan membuat terasering di ladang. Tahap terakhir persiapan lahan untuk menanam.

Dari uraian tentang penyebutan nama-nama bulan ini, terbaca bahwa bentuk penamaan bulan oleh masyarakat tradisional Desa Lewotala mengikuti siklus dunia pertanian.

Hal ini dapat dilihat dari nama-nama bulan, antara lain ‘Wulan Nikat’ (Bulan Menanam); Wulan Matun ‘Bulan Rumput’; ‘Wulan Kolin Wain’ (Bulan Panen); ‘Wulan Hiwan’ (Bulan Sembilan); ‘Wulan Pito’ (Bulan Tujuh); ‘Wulan Lema’ (Bulan Lima); dan ‘Wulan Telo’ (Bulan Tiga).

Juga ‘Wulan Tanah Maran’ dan ‘Wulan Lera Kakan’ yang menggambarkan situasi yang dirasakan oleh masyarakat setempat akibat musim kemarau.

Pantangan mengenai hal yang tabu dan yang boleh dilakukan pada ‘Wulan Nalan’ dan ‘Wulan Muren’ merupakan salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat dalam rangka menjaga keselamatan hidup dan keharmonisan  sesama sebagai suatu paguyuban.

Sumber wawancara dan tulisan; 1.) Yohanes Kerobi Hurint (Ketua Komunitas Tetua  Adat Desa Lewotala); 2.) Kamus Koda Kiwan (2008), Karl-Heinz Pampus.

Rapat Koordinasi PW AMAN NB Dihadiri Utusan Dari Rendu Butowe

NUSABUNGA ENDE,19 MEI 2017. Pengurus Wilayah AMAN Nusa Bunga kembali mengadakan rapat koordinasi kepengurusan pada Jumat (19/05) berlangsung di Sekretariat AMAN NB, Nuamuri untuk membahas beberapa rangkaian kegiatan urgensi yang akan dilakukan dalam beberapa waktu ke depan.

Agenda kegiatan yang dibahas dalam pertemuan yang melibatkan seluruh pengurus AMAN wilayah Nusa Bunga dan dihadiri juga 2 Pengurus Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo (FPPWL), Willy Ou dan Valentinus Dara ini mendiskusikan kelanjutan kegiatan kerjasama AMAN dan IESR yang selama ini terfokus di Boafeo. Perda PPHMA Kabupaten Ende yang saat ini sedang dalam tahap pengesahan pemerintah dan Rencana pelaksanaan kegiatan Musyawarah Wilayah (Muswil) PW Nusa Bunga di Rendu Butowe.

Dalam pembahasan kelanjutan kegiatan AMAN – IESR di Boafeo, Ketua AMAN Nusa Bunga Philipus Kami menuturkan betapa pentingnya kerjasama yang baik diantara pengurus yang terlibat dalam kegiatan itu.
“Setiap kita sudah dibagi dalam perannya masing – masing sehingga ke depannya kita melaksanakan kegiatan itu sesuai dengan tugas dan peran kita yang telah dipercayakan” tuturnya.

Philipus berharap dengan adanya pembagian peran yang telah dibagikan itu dapat memacu setiap orang untuk lebih aktif dalam melaksanakan pekerjaan untuk tercapainya keinginan yang diharapkan bersama.

“Tunjukkan bahwa kita benar – benar profesional dalam setiap pekerjaan dan jangan mempolitisir kegiatan ini dengan kegiatan – kegiatan politik karena EDM ini murni bertujuan untuk membantu masyarakat” tegasnya.

Untuk Perda PPHMA yang saat ini sedang dalam proses pengesahan oleh pemerintah Kabupaten Ende, Philipus yang juga anggota DPRD Kabupaten Ende mengatakan bahwa semua proses telah dilalui dan dalam waktu dekat akan disahkan pemerintah maka sangat dibutuhkan adanya pengkawalan secara optimal dari AMAN.

“ Saya harap dalam waktu dekat kita harus lakukan kegiatan musyawarah bersama masyarakat adat yang ada di Kabupaten Ende untuk bersama – sama mengkawal Perda tersebut” katanya.

Sementara itu terkait dengan Musyawarah Wilayah (Muswil) AMAN Nusa Bunga yang sedianya dilaksanakan di Rendu Butowe, orang nomor satu di kalangan Nusa Bunga ini menjelaskan bahwa terpilihnya Rendu Butowe sebagai tempat pelaksanaan kegiatan Muswil dengan pertimbangan kalau Rendu merupakan salah satu komunitas AMAN dengan memiliki sejarah perjuangan panjang dalam mempertahankan ulayat tanah titipan leluhur. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah Rendu merupakan tempat asal seorang pahlawan masyarakat adat nusantara, almaharum Vincensius Sina ‘Mosafoa’ yang sangat heroik itu.

“Rendu terpilih menjadi tempat dilaksanakannya kegiatan ini karena Rendu memiliki latar belakang sejarah perjuangan atas hak – hak ulayat tanah dan disana tempat asal pahlawan masyarakat adat, Vinsen Mosafoa” terangnya.

Sedangkan Willybrodus Ou dalam kesempatan ini menyampaikan bahwa masyarakat adat Rendu siap menjadikan tempatnya untuk dilaksanakannya hajatan AMAN wilayah Nusa Bunga tersebut. Pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada masayarakat disana dan respon positif masyarakat terhadap kegiatan itu sangat luar biasa.

“Kita akan melaksanakan kegiatan di Rendu Ola dan kami telah melakukan sosialisasi terkait pelaksanaan kegiatan ini. Respon masyarakat sangat baik dan mereka siap membantu untuk kesuksesan kegiatan Muswil nanti” tutupnya. (Simone welano)