MUSWIL II AMAN Nusa Bunga Mendorong Pemerintah agar Mengakui dan Melindungi Hak Masyarakat Adat

NAGEKEO — Nusa bunga, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) wilayah Nusa Bunga akan terus mendorong pemerintah daerah agar Mengakui dan melindungi Hak masyarakat adat dan wilayah kehidupannya sesuai warisan leluhur .

Demikian dikatakan Philipus Kami ketua AMAN Nusa Bunga saat sambutan di depan para peserta MUSWIL Sabtu (7/7/2017) terkait kegiatan Musyawarah Wilayah (Muswil) yang berkangsung di Nagaekeo.

Philipus Kami mengatakan, perjuangan masyarakat adat akan terus berlanjut sebab sejak dahulu leluhur sudah menunjukan bahwa perjuangan atas tanah dan Wilayah adalah Kebenaran yang sesungguhnya memberikan hubungan baik antara manusia yang satu dengan yang lainnya.

“Ketika kita bicara soal masyarakat adat maka kita bicara soal 3 hal yaitu hubungan kita dengan alam semesta , hubungan kita dengan sang pencipta dan leluhur dan hungan kita dengan sesama manusia, sebab kesemuannya itu adalah bagian dari pewaris kebenaran, dan oleh karena itu masyarakat adat harus menjadi salah satu unsur yang harus di lindungi,” sebutnya.

Muswil II AMAN Nusa Bunga yang berlangsung di Rendubutowe, Mbay, Kabupaten Nagekeo ini dijelaskannya dapat dijadikan sarana untuk mendorong pemerintah daerah dan Nasional untuk selalu mengedepankan tindakan hukum yang lebih berpihak kepada masyarakat adat

“Kita Masyarakat adat mempunyai Persoalan yang sama dan bersama merasakan apa-pun bentuk kebijakan yang tidak berpihak,berangkat dari kondisi tersebut kebersama senasip dari masyarakat adat selalu bersatu dan di AMAN nusa bunga sudah membuktikan bahwa masyarakat adat Bersatu ,” tegasnya.

Ada begitu banyak regulasi sambung Laurentius Seru yang belum dibuat oleh pemerintah pusat dan Daerah sehingga AMAN sedang mendorong pemerintah pusat agar segera mengesahkan Undang-undang tentang Perlindungan Hak Masyarakat Adat dan di daerah AMAN juga mendorong sebuah peraturan daerah yang Melindungi Masyarakat adat.

“AMAN Nusa Bunga tetap berkomitemen menolak segala jenis kebijakan pembangunan yang merusak lingkungan dan mendorong pemerintah untuk menjaga kelestarian alam di seluruh wilayah Flores dan Lembata,” ungkapnya.

Ketua Panitia Laurentius juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh komunitas adat yang sudah membantu masyarakat Rendubutowe dengan bersama-sama berjuang meolak lokasi yang diusulkan pemerintah untuk pembangunan Waduk Lambo.
Wilbrodus Bou tokoh pemuda Rendu, Menucapkan terimah kasih kepada AMAN Nusa Bunga dan Seluru Rekan jaringan yang membantu masyarakat Rendu Keluar dari kebijakan pemerintah yang tidak berpihak

Dikatakan Wilbrodus, masyarakat Rendu sama sekali tidak menolak pembangunan Pemerintah seperti pembangunan Waduk namun waduk yang merupakan program pusat dari Presiden Jokowi harus lebih pro terhadap masyarakat adat dan khusus di Rendu meminta agar lokasi waduk dipindahkan ke lokasi lainnya yang telah disepakati oleh komunitas Masyarakat adat.

“Kami masyarakat adat Rendu berharap agar kepada pemerintah Pusat dan Daerha agar pembangunan waduk atau pun jenis pembangunan lain yang nantinya akan masuk ke wilayah Masyarakat adat harus bisa memberikan dampak kepada komunitas masyarakat adat Rendu,” harapnya.(Jhuan )

Ranperda Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Ende telah di Tetapkan oleh DPRD Ende

Ende, Nusa Bunga.- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ende Menggelar rapat Paripurna Ke IV Masa Sidang ke tiga tahun 2017 di Ruangan Rapat paripurna DPRD Ende. Dalam sidang paripurna tersebut 3 buah Raperda berhasil di tetapkan oleh Bupati Ende Ir.Marselinus YW Petu dan Ketua DPRD Kabupaten Ende Herman Yosep Wadhi, Rabu (14/7)

Ketiga buah Ranperda yang berhasil di tetapkan tersebut salah satunnya adalah Ranperda penyelenggaraan Pengakukan dan Perlindungan Masyarakat hukum Adat Kabupaten Ende ( P3MHA) untuk di jadikan Peraturan daerah Kabupaten Ende( Perda).

Menurut Ketua AMAN nusa Bunga Ranperda P3MHA ini telah memakan waktu selama dua tahun, dan dalam proses demi proses cukup memberikan nilai tersendiri untuk selalu mengerti terhadap kebutuhan dari perjuangan masyarakat hukum adat yang ada di kabupaten Ende. Artinya Ranperda tersebut bisa di katakan sangat partisipatif dalam proses pengerjaannya yang melibatkan masyarakat luas, dan pada masa sidang ketiga kemudian telah mencapai kesepakatan bersama untuk di tetapkan menjadi sebuah produk hukum daerah.

“Telah sekian lama di tungu-tunggu akhirnya Perda Penyelenggaraan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat ( P3MHA )di tetapkan pada Rabu 14 juni 2017 pukul 16.20 WITA oleh Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten (DPRD) Ende.”kata Phlipus Kami

lanjut Philipus“ Terimah kasih atas doa dan dukungan semuannya yang selama ini telah terlibat dalam mendorong penetapan Ranperda Masyarakat hukum adat di kabupaten Ende”. ungkapkannya

Ucapan Profisiat datang dari Daud P tambo kader AMAN Nusa Bunga kepada Pemerintah kabupaten Ende dan DPRD Ende yang selama ini telah berjuang menetapkan Rancangan Peraturan Daerah Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di kabupaten Ende.

“Kami ucapkan Profisiat buat Pemerintah daerah kabupaten Ende dan DPRD Ende yang telah menetapkan 3 buah Ranperda yang salah satunnya Ranperda Penyelenggaraan pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat “,Ucap Daud

Daut menambahkan bahwa “Perjuangan untuk meloloskan sebuah peraturan daerah yang melindungi masyarakat Hukum adat di kabupaten Ende memakan waktu dua tahun sejak tahun 2015 lalu hingga juni 2017 dan berhasil di tetapkan oleh DPRD Ende,” tambahnnya

Raperda yang sebelumnya diinisiasi oleh DPRD Ende menjadi raperda inisiatif DPRD Kabupaten Ende membutuhkan waktu sekitar dua tahun hingga hari pengesahannya. Dan dengan disahkannya Raperda ini menjadi Perda maka,telah menjawab impian masyarakat hukum adat di Kabupaten Ende akan sebuah pengakuan dan perlindungan.

“ Perda ini banyak mendapatkan dukungan dan apresiasi dari masyarakat adat di daerah kabupaten Ende dan mengharapkan agar Perda ini segera disosialisasikan kepada masyarakat luas, karena perda ini menjadi salah satu jalan untuk mengatur kehidupan dan mengatur wilayah adat” ujarnya ( Jhun M)

MUSWIL KE II AMAN Nusa Bunga akan Menentukan arah Gerak Organisasi

Ende, 31 Mei 2017- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Nusa bunga akan menyelenggarakan Musyawara Wilayah (MUSWIL) ke II pada bulan juli 2017 yang bertempat di komuniatas adat Rendu kabupaten nagekeo Nusa Tenggara Timur.

Acara Muswi ke II tersebut akan mengundang utusan dari 64 komunitas adat se wilayah Nusa Bunga,DAMAN WIL, DAMAN daerah dan tiga Pengurus Daerah AMAN yang ada di Flores Nusa bunga.

Muswil ke II AMAN Nusa Bunga akan menentukan arah gerak organisasi selama 5 tahun serta melakukan pembenahan kembali roda organisasi agar lebih baik dalam menjawab cita-cita perjuangan masyarakat Adat.

Hal itu disampaikan oleh ketua panitia MUSWIL ke II Laurentius Seru di Rumah AMAN jalan Nuamuri, Rabu (31/05)
Menurutnya bahwa dalam penyelenggarakan Muswil ke II ada dua agenda yang nantinya akan di bahas oleh peserta MUSWIL yaitu Pra MUSWIL dan MUSWIL itu sendiri. Sementara itu Pra MUSWIL nantinnya akan di isi dengan Sarasehan sehari dengan tema Laksanakan Perubahan Daerah dengan Tindakan Nyata, sedangkan Agenda MUSWIL itu akan Membahas program kerja organisasi dan merumuskan Resolusi serta pernyataan sikap organisasi.

“AMAN Nusa Bunga melaksanakan MUSWIL ke II ini ada dua Agenda yang akan di bahas yaitu Pra MUSWIL dan MUSWIL, sehingga di agenda Pra MUSWIL itu sendiri di isi dengan kegiatan sarasehan sehari, sedangkan MUSWIL sendiri akan membahas khusus agenda kerja organisasi,” Jalas Laurentius.

Selain itu MUSWIL ke II juga akan melakukan evaluasi seluruh kinerja organisasi dan juga merumuskan sikap politik organisasi yang akan menghadapi momentum politik mendatang.

“ Dalam acara MUSWIL ini Kita akan melakukan Evaluasi seluru kinerja organisasi dan juga merumuskan sikap politik organisasi untuk menghadapi momentum politik daerah, dengan maksud masyarakat adat mempunyai sikap dalam memperjuangkan hak-haknya di negara ini ”, terang Seru.

Sementara itu Ketua AMAN Nusa bunga Phlipus Kami mengungkapkan bahwa MUSWIL ke II dapat memberikan dampak positif bagi komunitas adat Rendu dalam memperjuangkan dan mempertahankan hak-haknnya

“ Pilihan MUSWIL Ke II AMAN Nusa Bunga di Komunitas Adat Rendu itu kita melihat dengan persoalan yang di hadapi komunitas dan komunitas Rendu saat ini sedang memperjuangkan mempertahankan hak-haknnya”, Ungkap Phlipus.
Lanjut dijelaskan Phlipus “ Jadi pilihan tempat untuk MUSWIL AMAN ke II ini sangat jelas bahwa kedepannya peroalan yang dihadapi komunitas adalah persoalan organisasi yang harus ditangani dengan cepat ”,jelasnnya.***(Infokom AMAN)

Masyarakat Adat Rendu Butowe, Ulupulu dan Labolewa Memberikan Solusi Kepada Pemerintahan Jokowi terkait Pembangunan Waduk Lambo

Nageko, 18/04/2017- Masyarakat adat Rendu butowe, Ulupulu dan Labolewa yang berada di kabupaten Nagekeo NTT memberikan solusi kepada pemerintahan Jokowi terkait dengan rencana pembangunan Waduk Lambo yang sampai saat ini masih menuai konflik.

Hal tersebut disampaikan oleh Hiparkus Ngange dalam dialog bersama gubernur NTT Frans Lebu Raya pada selasa (18/04) di kantor desa Rendu Butowe

“Kami Masyarakat adat di 3 komunitas telah mengusulkan lokasi alternatif dan itupun sudah disepakati bersama oleh pemerintah” Ungkap hiparkus

Hiparkus menambakan bahwa Lokasi pembangunan Waduk Lambo tersebut sudah di tawarkan oleh masyarakat dan nantinnya akan melakukan survey ulang, oleh kerena itu masyarakat di 3 komunitas adat memintah untuk dilibatkan dalam Survey. Selain itu juga diharapkan dalam proses pembangunan Waduk pembangunan lain yang menunjang kehidupan masyarakat lokal juga harus di perhatikan.

“Kami berharap, tidak hanya pembangunan waduk saja yang diperhatikan tetapi pembangunan infrastruktur lain seperti jalan, listrik dan lainnya juga harus dikerjakan juga” tuturnya

Sementara itu dalam dialog bersama masyarakat adat di 3 komunitas gubernur Frans Lebu Raya meminta dukungan dari masyarakat adat Rendu butowe, ulupulu dan labolewa agar dalam pelaksanaan pembangunan waduk Lambo yang akan dilaksanakan pada lokasi alternatif di Lowo Pebhu bisa berjalan dengan baik sesuai dengan kesepakatan bersama.
Gubernur hadir di tengah masyarakat adat di 3 komunitas dengan tujuan untuk menghimbau masyarakat untuk selalu mendukung terlaksananya pembangunan waduk itu karena sejauh ini persoalan pembangunan waduk Lambo tidak mampu diselesaikan oleh Pemda Nagekeo.

“Saya datang kesini untuk memohon dukungan dari masyarakat Rendu untuk pelaksanaan pembangunan waduk Lambo” katanya.

Gubernur Lebu Raya mengungkapkan bahwa pembangunan waduk dimaksudkan untuk penyediaan stok air di saat kemarau panjang yang sering menimpa NTT dan juga dijadikan tempat wisata ataupun pembangkit tenaga listrik.

“Masalah kita di NTT adalah masalah air sehingga saya meminta presiden Jokowi untuk membangun bendungan agar memperoleh stok air yang cukup bagi kebutuhan masyarakat dalam kehidupannya” tuturnya

Dalam kesempatan ini gubernur menyampaikan niat baik pemerintah untuk memberikan yang terbaik kepada masyarakat sehingga dalam survey dan pembangunan waduk di Lowo Pebhu pihaknya mengharapkan masyarakat untuk membantu memperlancar pembangunan waduk ini.

“Saya dan pak Goris akan datang lagi untuk melakukan diskusi lebih lanjut dengan masyarakat disini untuk pembangunan waduk ini” tambahnya (sare)

DPRD Ende dan Komitmen Terhadap Perda PPHMA

Perda Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat (PPHMA) merupakan Perda Inisiatif DPRD Kabupaten Ende dan masuk dalam pogram legislasi daerah pada tahun 2015. Rentan waktu dari tahun 2015 hingga tahun ini tidak terlihat adanya keseriusan lembaga DPRD untuk melakukan pembahasan dan penetapan. Masyarakat adat berulang-ulang melakukan hearing bersama DPRD Kabupaten Ende. Hearing ini bertujuan untuk mempertanyakan perkembangan Perda itu dan sejauh mana kerja-kerja lembaga untuk melakukan pembahasan dan penetapannya namun dalam setiap pertemuan, lembaga selalu memberikan janji yang muluk kepada masyarakat adat dengan mengatakan akan ditetapkan dalam waktu dekat.

Beberapa bulan lalu AMAN melakukan hearing bersama lembaga DPRD. Lembaga DPRD menyampaikan akan dibahas dan ditetapkan pada perubahan anggaran di bulan sepetember tahun ini. Namun dalam rentan waktu bulan Sepetember hingga sekarang, tidak kelihatan kerja-kerja lembaga.

Lembaga DPRD Kabupaten Ende hingga saat ini tidak konsisten dengan pernyataannya sendiri. Ketidakkonsistenan ini sangat berpengaruh pada kepercayaaan publik kepada wakil rakyat kita karena Perda PPHMA secara langsung sangat menyentuh kehidupan masyarakat adat di Kabupaten Ende yang sangat melekat dengan adat dan budaya. Dan ini menjadi kebutuhan konstituen saat ini. Olehnya itu sangat jelas implikasi politiknya.

Penulis mencoba menjabarkan beberapa alasan terkait dengan lambannya penetapan Perda masyarakat adat. Pertama lembaga DPRD tidak memahami alur legislasi daerah tentang masyarakat adat, kedua, lembaga tidak memiliki kemauan politik untuk melakukan pembahasan dan penetapan Perda masyarakat adat. Perlu publik mengetahui alasan DPRD belum melakukan pembahasan dan penetapan Perda ini karena persoalan substansi dan janjinya akan melakukan pendalaman substansi. Sejauh ini lembaga DPRD tidak melakukan kerja-kerja konkrit sebagai dukungan statementnya.

Lembaga DPRD Kabupaten Ende juga perlu memahami bahwa Perda ini juga akan menunjukan sinergitas kerja antara eksekutif dan legislatif. Karena Bupati dan Wakil Bupati Ende (Marsel dan Jafar) menggagas membangun Ende dengan tiga (3) batu tungku dan salah satunya adalah masyarakat adat. Kita jangan memahami urusan masyarakat adat itu hanya sebatas ceremonial-ceremonial saja. Berbicara mayarakat adat harus berbicara secara komprehensif. Masyarakat adat itu akan bersentuhan dengan sejarah asal-usul, wilayah adat, kelembagaan adat dan peradilan adat serta pengelolaan sumber daya alam. Untuk mendukung program tiga (3) batu tungku tersebut maka Perda inilah yang memperkuat program kerjanya Bupati dan Wakil Bupati Ende (Marsel-Jafar). Dengan tidak terurusnya Perda ini menandakan bahwa DPRD Kabupaten Ende tidak mendukung program kerja Bupati dan Wakil Bupati Ende (Marsel-Djafar).

Ketika berbicara payung hukum, konstitusi kita sangat jelas mengatur keberadaan masyarakat adat. Disamping itu juga didukung dengan undang-undang sektoral salah satunya undang-undang otonomi daerah yang sangat jelas memandatkan pengakuan masyarakat adat melalui Perda. Olehnya itu Perda Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat di Kabupaten Ende dibenarkan secara hukum dan dibenarkan pula secara fakta yang terjadi di lapangan.

Sekali lagi penulis katakan bahwa DPRD Kabupaten Ende harus menganalisis lebih jauh dan cerdas melihat Perda ini karena Perda PPHMA merupakan jembatan untuk memulihkan hubungan daerah dengan masyarakat adat yang selama ini tidak terurus. Perda ini juga sebagai payung hukum daerah dan untuk mengkonkritkan program tiga (3) batu tungku yang digagas oleh Bupati dan Wakil Bupati Ende (Marsel-Jafar) yangmana salah satu tungkunya adalah masyarakat adat.
Harapan dari tulisan ini agar lembaga DPRD Kabupaten Ende harus segera membahas dan menetapkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat di Kabupaten Ende untuk mendukung pembangunan daerah.(Edited by Simone welan, Infokom PW AMAN Nusa Bunga)

Daud P. Tambo, S.H, lahir di Ende, 4 Agustus 1986 adalah Alumni Fakultas Hukum Universitas Flores, Ende dan tinggal di Ende. Semasa kuliah aktif di organisasi LMND Eksekot Ende ( Devisi Perluasan Organisasi).
Bergabung di organisasi AMAN Wilayah Nusa Bunga , Direktorat Advokasi Hukum dan HAM. Peneliti sekaligus penulis Buku Konflik Agraria 40 kasus di Kawasan Hutan Indonesia. Penulis dan Peneliti Etnografi dengan judul : Masyarakat Adat Colol dan Golo Lebo Gugur Berkalang Tanah dan Bertarung Tiada Lelah Demi Tanah Warisan Leluhur, Penerbit : Sajogyo Institute, Jl. Malabar No. 2, Bogor 16151
Pendampingan kasus melalui Metode Inquiri Nasional yang diselenggarakan oleh Komnas HAM pada Tahun 2014: Tragedi Berdarah Colol dan Pertambangan Mangan di Manggarai Timur.
Melakukan penelitia pasca Inquiri Nasional bersama Bina Desa dan sojogyo Institute dengan judul : Konflik Horizontal Pasca Inkuiri Nasional di Rembong (Golo Lebo) Manggarai Timur, tahun 2015
Tim Penulis : Naskah Akademik dan Ranperda Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat di Kabupaten Ende
Saat ini sedang mendampingi kasus masyarakat adat Rendu Butowe, Kab. Nagekeo dengan tipologi konflik pembangunan waduk lambo.(Edited by Simone Welan, Infokom AMAN Nusa Bunga)

DPRD Ende Dinilai Lamban Menetapkan Perda PPHMA

Ende,8 Desember 2016- Masyarakat adat yang berasal dari beberapa komunitas adat yang ada di Kabupaten Ende menilai kinerja DPRD Kabupaten Ende sangat lamban dalam membahas dan menetapkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengakuan Perlindungan Hak – hak Masyarakat Adat Kabupaten Ende, karena sudah hampir setahun tahun lebih Ranperda tersebut belum juga ditetapkan menjadi Perda.

Hal ini diungkapkan oleh Daud Pua Tambo SH, Koordinator Divisi Advokasi Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Nusa Bunga (AMAN PW Nusa Bunga) di sela – sela kesibukannya di Sekretariat AMAN Nusa Bunga, Ende pada Kamis (30/11).

Daud mengungkapkan bahwa Perda PPHMA sudah masuk dalam program legislasi daerah dari tahun 2015 namun hingga kini tidak terlihat adanya keseriusan lembaga DPRD untuk melakukan pembahasan dan penetapan terhadap Perda tersebut padahal masyarakat sangat menginginkan adanya Perda tersebut.

“Perda PPHMA sebetulnya sudah lama sekali masuk dalam program legislasi daerah (Prolegda) dari tahun 2015 namun tidak ada keseriusan lembaga DPRD untuk membahas dan menetapkan Perda tersebut” katanya.

Ironisnya lagi tambah Daud, Perda PPHMA merupakan Perda Inisiatif DPRD Kabupaten Ende namun DPRD sendiri sampai saat ini tidak mampu mengerjakan Perda itu sampai tuntas padahal masyarakat Ende sangat mengharapkan Perda tersebut.

“Sebetulnya DPRD secara lembaga sudah bisa menghasilkan Perda tersebut dalam waktu satu tahun ini karena Perda ini kan Perda Inisiatif DPRD sendiri dan sangat didukung oleh masyarakat sehingga layak sekali kalau Perda ini secepatnya ditetapkan” tambahnya.

Menjawabi berbagai pertanyaan masyarakat terkait Perda itu, Emmanuel Sala, Sekretaris Komisi A DPRD Kabupaten Ende kepada media ini Juma’t menjelaskan bahwa secara kelembagaan Perda PPHMA telah diserahkan kepada Badan Legislatif (Baleg) untuk melakukan pembahasan dan harmonisasi antara lembaga DPRD dengan tim hukum dari Pemerintah Kabupaten Ende dan seharusnya telah mengeluarkan rekomendasi terhadap Perda tersebut untuk melakukan paripurna penetapan.

“Secara kelembagaan, Perda PPHMA telah diserahkan kepada Baleg untuk melakukan pembahasan dan harmonisasi dengan tim hukum dari Pemda Kabupaten Ende untuk mengeluarkan rekomendasi agar dilakukan paripurna penetapan terhadap Perda tersebut” jelasnya.

Namun diakui Eman kalau dalam satu bulan terakhir lembaga DPRD terkhusus di Badan Anggaran (Bangar) masih sibuk membahas tentang Ranperda nota keuangan atas penggunaan APBD 2017 sehingga pihaknya belum mengetahui secara pasti kerja – kerja Baleg terkait Perda
tersebut.

Hal senada juga diungkapkan oleh Alexander Sidi, anggota Komisi C DPRD Kabupaten Ende pada Juma’t (1/12) lalu di Gedung DPRD Kabupaten Ende.

Lexi mengungkapkan bahwa draft Perda PPHMA sudah ada dan persoalannya kembali kepada Ketua Baleg untuk mengagendakan paripurna pembahasan dan penetapan bersama pemerintah karena publik telah lama menunggu hasil kerja lembaga DPRD terhadap Perda tersebut. Publik akan menilai kinerja lembaga DPRD dalam menghasilkan sebuah Perda.

“Ini menjadi indikator acuan kami dihadapan publik dalam menyelesaikan pekerjaan – pekerjaan lembaga. Jangan sampai masyarakat menganggap kami tidak bekerja sehingga pekerjaan ini tidak diselesaikan” tuturnya.

Anggota DPRD Fraksi PDI Perjuangan ini bertekad untuk tetap memperjuangkan Perda ini sehingga awal tahun 2017 agar Perda PPHMA sudah dibahas untuk penetapannya mengingat Perda PPHMA merupakan salah satu dari empat Perda Inisiatif DPRD Kabupaten Ende yang sangat bermanfaat untuk kepentingan masyarakat.

“Apa pun akan kami hadang karena ini menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap kami sehingga ditahun anggaran 2017 dikerjakan secara serius dan harus ditetapkan pada Januari atau Februari 2017. Harga mati, mau pekerjaan seperti apapun harus ditetapkan karena itu adalah kerja Baleg. Ini kan perda inisiatif jadi mau tidak mau harus segera ditetapkan” tutupnya dengan tegas.(Simone welan, Infokom PW AMAN Nusa Bunga)

Aktivis Masyarakat Adat Nusa Bunga Desak DPR RI segera Membahas RUU PPHMA

Ende, 25 November 2016- Aktivis masyarakat adat wilayah nusa bunga menyatakan sikap dan mendesak DPR RI serta pemerintahan Jokowi segera mengsahkan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (PPHMA) yang sudah sekian lama terus mengalami penundaan. Pernyataan sikap itu disampaikan oleh aktivis masyarakat adat nusa bunga di Rumah AMAN Nusa Bunga kamis ( 24/11)

Di hadapan wartawa Laurensius Seru aktivis Masyarakat adat di wilayah Nusa Bunga mengatakan sudah saatnya masyarakat adat mendesak pemerintahan Jokowi dan DPR RI harus lebih konsisten dalam membahas dan mengesahkan RUU PPHMA tersebut.

Dikatakannya bahwa RUU masyarakat Adat mengalami penundaan begitu lama sementara konflik dilapangan terus terjadi, oleh karena itu masyarakat adat harus konsolidasi dari untuk mendesak DPR RI segera mengsahkan RUU masyarakat adat itu.

“Kami masyarakat adat mendesak Presiden Jokowi dan DPR RI harus serius membahas dan mengesahkan RUU Masyarakat adat”,kata laurens

Menurut laurens bahwa rancangan Undang-undang masyarakat pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat sudah di usulkan oleh masyarakat adat sejak tahun 2011 lalu, dan sampai saat ini belum dibahas dan di tetapkan oleh DPR RI untuk di jadikan UU.

“RUU Masyarakat Adat di usulkan sejak tahun 2011 dan sampai saat ini belum ada angin segar dari DPR RI untuk disahkan menjadi UU, itu artinnya keberpihakan kepada masyarakat adat sama sekali tidak ada”,Ujar Laurens
Tambah Laurens” RUU masyarakat adat adalah penting disahkan oleh DPR RI untuk menjadi UU sebab UU ini mampu menjaga kebinekaan dan menjaga keutuhan NKRI. Selain itu dengan UU ini Masyarakat adat mempunyai kedudukan yang sama di NKRI ini sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 18 B ayat 2”,tambahnya

Masyarakat adat merupakan Fondasi awal dalam membentuk negara ini dan itu sering disampaikan oleh masyarakat adat ketika memperjuangkan wilayah kehidupan di komunitas adatnya masing-masing.

Pengurus AMAN Nusa Bunga Daud P Tambo kepada wartawan menjelaskan bahwa RUU Masyarakat adat perlu diperhatikan secara serius oleh Pemerintah Jokowi sebab UU Masyarakat adat akan memperbaiki hubungan antara Negara dan masyarakat adat.

“Pemeritahan Jokowi harus serius memperhatikan RUU Masyarakat adat agar bisa kembali memperbaiki hubungan negara dan masyarakat adatnnya,”ungkap Daud

Lanjut Daud “RUU Masyarakat adat juga bisa menepis persoalan yang terjadi di lapangan antara Pemerintah dan masyarakat adat sebab sesuai dengan apa yang kami dampingi dilapangan banyak sekali konflik antara masyarakat adat dan negara dalam hal ini pemerintah ketika melaksanakan kebijakan pembangunan,” Jelasnya

Aktivis masyarakat adat menilai seharusnnya Pemerintah Jokowi harus konsisten terhadap janjinya kepada masyarakat adat sebab dalam nawacitannya telah termuat kesepakatan antara masyarakat adat dan jokowi yang salah satunnya adalah RUU pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak masyarakat Adat tersebut
Selain itu Aktivis masyarakat adat juga meminta kepada pimpinan-pimpinan partai politik agar sama-sama menyuarakan tuntutan masyarakat adat dan juga bisa membangun komunikasi baik dengan utusan –utusan partai di dalam parlemen.

“Kami meminta kepada pimpinan-pimpinan partai politik agar bisa sama-sama menyuarakan tuntutan masyarakat adat jika kita adalah bagian dari masyarakat adat, dan kami mengharapkan agar DPR RI bisa menjadikan RUU PPHMA menjadi agenda prioritas di tahun 2017”,Harap Laurens.(JFM)

Masyarakat adat Ende Tuntut RUU PPHMA dan Ranperda PPHMA segera di Sahkan

Konsultasi Publik
Ende- 21 Agustus 2016 – Masyarakat adat Ende bersama AMAN nusa Bunga menuntut kepada DPR RI dan DPRD Kabupaten Ende Agar segera membahas dan penetapkan Peraturan perundang-undang yang mengakui dan melindungi masyarakat adat.

Tuntutan sikap ini disampaikan oleh para mosalaki sekabupaten Ende disaat mengikuti Konsultasi Publik RUU PPHMA dan Ranperda PPHMA di kabupaten Ende  desa Saga pada tanggal 20 agustus 2016.

“Kami masyarakat adat sangat mengharapkan agar peraturan yang mengakui dan melindungi masyarakat adat bisa di tetapkan. Sebab kami telah mengikuti berbagai proses dalam penyusunan draf ranperda PPHMA di kabupaten Ende dan sudah jelas arah pengaturannya ingin memperbaiki dan mendukung pemerintah dan juga ingin pengembalian hak dasar kami sebagai masyarakat adat. Dan ada beberapa poin dalam rancangan tersebut seperti pengelolaan tanah, hutan dan sumber daya alam lainnya yang ada di wilayah adat”, Ujar Ahmad Jeke dalam menyapaikan sikap kepada pemerintah dan DPRD Ende.

Konsultasi publik RUU PPHMA dan Ranperda PPHMA di selenggarakan di komunitas Adat saga Kabupaten Ende, Tepatnya di Aula kantor Desa Saga.

Turut Terlibat dalam konsultasi pu[R-slider id=”2″][metaslider id=79]blik ini Utusan Komunitas adat se kabupaten Ende, Taman Nasional Kelimutu, Anggota DPRD Ende dan AMAN nusa bunga. Dengan Narasumber utama Sekertaris Jendral Aliansi Masyarakat Adat Nusantara ( AMAN ) Ir. Abdon Nababan, dan Ketua AMAN Nusa Bunga Philipus Kami.
Menurut Sekjen AMAN dalam paparan Materinya disampaikan bahwa Sejak membentuk UUD 1945 masyarakat adat sudah mendapatkan posisi yang mulia. Dan pendiri bangsa tau bahwa masyarakat adat merupakan fondasi dasar dalam membentuk sebuah negara yang dinamakan Indonesia ini.

Dalam penjelasan selanjutnya Sekjen AMAN juga mengungkapkan bahwa “saat ini diseluruh peraturan perundang-undangan yang memuat keberadaan masyarakat adat telah ada, dan dalam operasional lapangan sama sekali tidak ada mengurus masyarakat adat. Sehingga saat ini kita harus mendorong untuk menyusun sebuah produk hukum yang melindungi dan menghormati masyarakat adat”. Jelas Sekjen

“ Ada produk UU yang mengatur tentang masyarakat adat namun saat ini, fakta di lapangan antara masyarakat adat dan pemerintah disatu sisi saling bentrokkan dan tumbang tindih sehingga yang menjadi korbannya adalah masyakat adat”, ujar Nababan. 

“ Undang-Undang No 5 tahun 1960 tentang  Peraturan dasar Pokok-pokok agraria yang telah ada sejak awal mendirikan sebuah bangsa, namun di era orde baru pemerintah kembali menggunakan UU agraria warisan pemerintahan belanda, maka fakta lapangannya negara menjaja sendiri masyarakatnnya. Dan tanah-tanah masyarakat adat di izinkan kepada investor asing untuk di kelola dan di pergunakan untuk kepentingan asing”.Ungkapnnya

“ Yang namannya Masyarakat adat itu ada tiga unsur utama yang sangat melekat pada masyarakat adat, yaitu  pertama Masyarakat adat sangat dekat hubungannya dengan Leluhur atau sang pencipta, kedua sangat melekat dengan tugas dan fungsinya mengurus sesama manusia agar saling berhubungan, ketiga berhubungan dan pengelolah sumber daya Alam seperti tanah, hutan dan seluruh potensi kekayaan alam di wilayah adat” Jelas Abdon

Selanjutnya ketua AMAN nusa Bunga Philipus Kami mengungkapkan” Untuk saat ini khusus di kabupaten Ende seluruh proses penyusunan naska akademik dan draf rancangan peraturan daerah telah selesai dan saat ini sudah berada di tangan Badan legislasi daerah DPRD Ende, namun Kondisi saat tinggal menunggu percepatan proses yang dilakukan oleh Baleg agar bisa mengusulkan untuk di bahas,”Ungkapnya.

“ Ranperda PPHMA adalah penting dan mendesak bagi masyarakat adat agar bisa mengatasi dilematif peraturan perundang-undang yang saat ini membuat masyarakat adat dengan pemerintah dalam hal ini petugas lapangan saling bentrokan sebab semuannya menjalan peraturan hukum. Masayarakat adat di komunitas menjalankan hukum adat dalam menjaga wilayah dan kekayaan alamnnya sedang dari negara menjalankan undang-undang untuk menjaga hutan dan fungsi konsevasinnya”Jelas ketua AMAN

 

Jadi  jelas  Philipus “saat ini seperti Taman nasional Kelimutu Harus sama-sama mendorong untuk mempercepat penetapan agar bisa di temukan sinergisitas antara anturan Negara dan hukum adat yang berlaku di komunitas, selain itu dari TNK juga bisa mengkolaborasikan dari apa yang menjadi kebutuhan masyarakat adat di daerah penyangga dan kebutuhan fungsi satwa dan konsevasi,”Jelasnnya.

Diskusi pun berlanjut dengan menghasilkan kesimpulan dan rencana tindak lanjut untuk mempercepat proses pembahasan dan pengesahan produk hukum masyarakat adat.

Salah seorang tokoh mosalaki mengatakan “ saat ini kami dari masing-masing komunitas akan memfasilitasi sosialisasi-sosilisasi dari tujuan perjuangan masyarakat adat, pokoknya dari pengurus AMAN siap mendapatkan undangannya, sebab cara itu yang harus kita lakukan”,Kata Mikael

“Kami sudah muak untuk berdialog terus menerus dengan baleg dan DPRD Ende, sebab mereka itu anak adat yang tidak tau adat. Berapa kali kita ke DPRD Ende selalu mendapatkan Janji dan harapan ketidak pastian, mereka sama sekali tidak menghormati kami sebagai mosalaki. Kami datang dari komunitas selalu pamit dengan leluhur dan jika sampai di DPRD Ende tidak di hormati sama seperti kami ini tidak punya kewibawaan,” Ujar Mikael.

Selesai konsultasi publik para mosalaki bersepakat akan terus membangun rapat koordinasi untuk membangun kekuatan politik masyarakat adat agar bisa berdaulad, mandiri dan bermartabat.***

Jhuan Mari