PW AMAN Nusa Bunga Adakan Rapat Evaluasi Tahunan


Nusa Bunga, Ende. Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PW AMAN) Nusa Bunga melakukan rapat evaluasi tahunan yang berlangsung pada Juma’t, 23 Desember 2016 di Rumah AMAN Nusa Bunga , Jl Nuamuri Ende.

Rapat yang dipimpin langsung oleh ketua AMAN Nusa Bunga, Philipus Kami dan dihadiri oleh semua pengurus AMAN Nusa Bunga yang selama ini melaksanakan tugas dan tanggungjawab kerja meliputi wilayah daratan Flores dan Lembata.

Dalam rapat evaluasi tahunan ini, Philipus Kami mengatakan bahwa maksud dilaksanakan rapat ini adalah untuk mengevaluasi semua kegiatan yang telah dilaksanakan baik dalam bentuk program kerja tahunan maupun kegiatan yang bersifat situasional yang telah dilaksanakan oleh pengurus wilayah dalam satu tahun berjalan baik yang telah berhasil tuntas maupun yang belum tutas sesuai dengan agenda kerja yang telah dimuat dalam program kerja tahunan PW AMAN Nusa Bunga.

“Semua divisi diharapkan untuk melaporkan program – program kerja yang telah disepakati bersama untuk dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun berjalan baik yang sudah selesai dilaksanakan maupun program yang belum atau tidak berjalan sama sekali” katanya.

Philipus menambahkan bahwa masih ada beberapa program tahunan setiap divisi untuk tahun 2016 belum dilaksanakan secara optimal dan hasilnya juga belum maksimal sehingga pihaknya berharap agar di tahun 2017 setiap divisi dapat menyelesaikan program lanjutan yang saat ini belum selesai dan dapat menyusun program kerja baru di tahun 2017 ini.

“Setiap divisi telah memiliki program kerja sendiri dan ada divisi yang belum mengoptimalkan program kerja itu sehingga di tahun 2017 program kerja yang ada dapat dikerjakan secara maksimal. Oleh karena itu saya harapkan agar segera menyelesaikan program yang ada dan menyusun program kerja baru” lanjutnya.

Hadir dalam evaluasi tahunan ini Mizard Indra dari PB AMAN yang usai melakukan kunjungan kerja di Komunitas Adat Boafeo dan hendak melanjutkan kunjungan ke Komunitas Adat Dobo, Maumere.

Rapat yang dibuka dengan laporan kerja setiap divisi dan ditutup dengan diskusi perencanaan program kerja yang baru ini berlangsung begitu akrab dengan suasana kekeluargaan yang selama ini tertanam dalam diri Pengurus Wilayah AMAN Nusa Bunga.(Simone Welan, Infokom Nusa Bunga)

AMAN Lakukan Sosialisasi Siaran Radio Komunitas Kepada Masyarakat Saga

Ende. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) melakukan sosialisasi penyiaran radio komunitas kepada masyarakat adat Saga yang menjadi pemilik dari radio komunitas itu di Aula Kantor Desa Saga pada Kamis (15/12).

Dalam sosialisasi itu Nura Batara menyampaikan maksud kehadiran radio komunitas di setiap komunitas adat di Indonesia adalah sebagai sarana untuk memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat terutama informasi yang berkaitan dengan adat dan budaya masyarakat setempat sehingga keterlibatan warga atau komunitas dalam pengelolaan penyiaran sangat penting.

“Radio komunitas dihadirkan untuk memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat terutama informasi – informasi yang berkaitan dengan adat dan budaya masyarakat setempat sehingga keterlibatan komunitas dalam pengelolaan penyiaran sangat penting” katanya.

Lebih lanjut Nura menjelaskan bahwa radio komunitas merupakan radio yang sangat berbeda dengan radio publik dan radio swasta sesuai dengan UU Penyiaran no. 32 tahun 2002 dimana perbedaannya adalah tata cara pengelolaan dan tujuan pendirian dimana pengelolaan rakom lebih memperhatikan aspek ketelibatan warga/komunitas setempat.

“Sesuai UU Penyiaran no. 32 tahun 2002, radio komunitas merupakan radio yang sangat berbeda dengan radio publik atau radio swasta dimana tata pengelolaan dan tujuan pendiriannya lebih memperhatikan aspek ketelibatan warga/komunitas setempat” jelas Nura.

Kepada Gaung AMAN.com Nura mengatakan bahwa radio komunitas dimiliki, dikelolah dan diperuntukan oleh sebuah komunitas dengan pelaksana penyiaran komunitas disebut sebagai Lembaga Penyiaran Komunitas sehingga radio komunitas sering juga disebut sebagai radio sosial, radio pendidikan atau radio alternatif dengan komunikasi yang terkadang menggunakan bahasa daerah yang dipakai dalam kehidupan sehari – hari oleh komunitas setempat.

“Radio komunitas itu milik komunitas sehingga pengelolaannya diperuntukan bagi sebuah komunitas dengan pelaksana penyiaran disebut sebagai Lembaga Penyiaran Komunitas sehingga radio komunitas sering juga disebut sebagai radio sosial, radio pendidikan atau radio alternatif dengan komunikasi yang terkadang menggunakan bahasa daerah yang dipakai dalam kehidupan sehari – hari oleh komunitas setempat” tuturnya.

Sementara itu Kepala Desa Saga, Aloysius Rasi dalam sosialisasi itu mengatakan bahwa kehadiran radio komunitas di desanya merupakan suatu kebanggaan karena dengan adanya radio komunitas adat Saga, Desa Saga semakin dikenal publik dan semua informasi tentang Saga dan komunitas – komunitas adat lain dapat publikasikan untuk diketahui masyarakat luas.

“Dengan hadirnya radio ini semua informasi tentang komunitas adat Saga dan komunitas – komunitas lainnya dapat dipublikasikan dan tidak kalah pentingnya adalah Desa Saga semakin dikenal orang” tuturnya.

Radio yang saat ini sudah mulai melakukan penyiaran itu beroperasi pada gelombang 107,7 FM. (Simone Welan, Infokom PW AMAN Nusa Bunga)

DPRD Ende Dinilai Lamban Menetapkan Perda PPHMA

Ende,8 Desember 2016- Masyarakat adat yang berasal dari beberapa komunitas adat yang ada di Kabupaten Ende menilai kinerja DPRD Kabupaten Ende sangat lamban dalam membahas dan menetapkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengakuan Perlindungan Hak – hak Masyarakat Adat Kabupaten Ende, karena sudah hampir setahun tahun lebih Ranperda tersebut belum juga ditetapkan menjadi Perda.

Hal ini diungkapkan oleh Daud Pua Tambo SH, Koordinator Divisi Advokasi Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Nusa Bunga (AMAN PW Nusa Bunga) di sela – sela kesibukannya di Sekretariat AMAN Nusa Bunga, Ende pada Kamis (30/11).

Daud mengungkapkan bahwa Perda PPHMA sudah masuk dalam program legislasi daerah dari tahun 2015 namun hingga kini tidak terlihat adanya keseriusan lembaga DPRD untuk melakukan pembahasan dan penetapan terhadap Perda tersebut padahal masyarakat sangat menginginkan adanya Perda tersebut.

“Perda PPHMA sebetulnya sudah lama sekali masuk dalam program legislasi daerah (Prolegda) dari tahun 2015 namun tidak ada keseriusan lembaga DPRD untuk membahas dan menetapkan Perda tersebut” katanya.

Ironisnya lagi tambah Daud, Perda PPHMA merupakan Perda Inisiatif DPRD Kabupaten Ende namun DPRD sendiri sampai saat ini tidak mampu mengerjakan Perda itu sampai tuntas padahal masyarakat Ende sangat mengharapkan Perda tersebut.

“Sebetulnya DPRD secara lembaga sudah bisa menghasilkan Perda tersebut dalam waktu satu tahun ini karena Perda ini kan Perda Inisiatif DPRD sendiri dan sangat didukung oleh masyarakat sehingga layak sekali kalau Perda ini secepatnya ditetapkan” tambahnya.

Menjawabi berbagai pertanyaan masyarakat terkait Perda itu, Emmanuel Sala, Sekretaris Komisi A DPRD Kabupaten Ende kepada media ini Juma’t menjelaskan bahwa secara kelembagaan Perda PPHMA telah diserahkan kepada Badan Legislatif (Baleg) untuk melakukan pembahasan dan harmonisasi antara lembaga DPRD dengan tim hukum dari Pemerintah Kabupaten Ende dan seharusnya telah mengeluarkan rekomendasi terhadap Perda tersebut untuk melakukan paripurna penetapan.

“Secara kelembagaan, Perda PPHMA telah diserahkan kepada Baleg untuk melakukan pembahasan dan harmonisasi dengan tim hukum dari Pemda Kabupaten Ende untuk mengeluarkan rekomendasi agar dilakukan paripurna penetapan terhadap Perda tersebut” jelasnya.

Namun diakui Eman kalau dalam satu bulan terakhir lembaga DPRD terkhusus di Badan Anggaran (Bangar) masih sibuk membahas tentang Ranperda nota keuangan atas penggunaan APBD 2017 sehingga pihaknya belum mengetahui secara pasti kerja – kerja Baleg terkait Perda
tersebut.

Hal senada juga diungkapkan oleh Alexander Sidi, anggota Komisi C DPRD Kabupaten Ende pada Juma’t (1/12) lalu di Gedung DPRD Kabupaten Ende.

Lexi mengungkapkan bahwa draft Perda PPHMA sudah ada dan persoalannya kembali kepada Ketua Baleg untuk mengagendakan paripurna pembahasan dan penetapan bersama pemerintah karena publik telah lama menunggu hasil kerja lembaga DPRD terhadap Perda tersebut. Publik akan menilai kinerja lembaga DPRD dalam menghasilkan sebuah Perda.

“Ini menjadi indikator acuan kami dihadapan publik dalam menyelesaikan pekerjaan – pekerjaan lembaga. Jangan sampai masyarakat menganggap kami tidak bekerja sehingga pekerjaan ini tidak diselesaikan” tuturnya.

Anggota DPRD Fraksi PDI Perjuangan ini bertekad untuk tetap memperjuangkan Perda ini sehingga awal tahun 2017 agar Perda PPHMA sudah dibahas untuk penetapannya mengingat Perda PPHMA merupakan salah satu dari empat Perda Inisiatif DPRD Kabupaten Ende yang sangat bermanfaat untuk kepentingan masyarakat.

“Apa pun akan kami hadang karena ini menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap kami sehingga ditahun anggaran 2017 dikerjakan secara serius dan harus ditetapkan pada Januari atau Februari 2017. Harga mati, mau pekerjaan seperti apapun harus ditetapkan karena itu adalah kerja Baleg. Ini kan perda inisiatif jadi mau tidak mau harus segera ditetapkan” tutupnya dengan tegas.(Simone welan, Infokom PW AMAN Nusa Bunga)

Mikhael Ane: Pertahankan Tanah Leluhur Sampai Dipenjarakan

“Tanah warisan adalah harga mati dan siapapun yang berani mengambilnya, nyawa adalah taruhan”

Sebuah ucapan heroik yang dilontarkan oleh Mikhael Ane, warga Komunitas adat Ngkiong, desa Ngkiong – Kecamatan Poco Ranaka Timur, Manggarai Timur.
Mikhael pernah dipenjarakan karena tuduhan penebangan kayu di kawasan TWA oleh petugas TWA Manggarai Timur bernama Alfridus Alang saat sedang menebang kayu di Lingko Winong yang merupakan lingko milik leluhurnya.

Petugas TWA menjebaknya dengan mendatangi lokasi bersama tua teno agar dirinya menyerahkan semua kayu hasil pemotongannya.
Akhirnya petugas berhasil membawanya pada tanggal 8 September 2012 dengan menyita dua buah alat sensor, dua lembar kain songket, uang tunai senilai Rp 28.850.000,00 dan 98 batang papan dan balok hasil pemotongannya.

“Saya ditangkap oleh petugas TWA yang batang bersama tua teno dengan menyita alat sensor, kain songket, uang tunai Rp 28.850.000,00 dan kayu hasil pemotongan saya sebanyak 98 batang” katanya.

Setelah ditangkap, Mikhael dipenjarakan selama satu setengah tahun dengan tuduhan melanggar UU no 41 tahun 1999 tentang Hutan Negara padahal hutan yang diklaim pemerintah sebagai hutan negara itu terletak di kawasan tanah warisan leluhurnya.
Namun yang disesalkan Mikhael hingga saat ini adalah barang dan uang yang disita petugas TWA tidak dikembalikan lagi kepadanya padahal jika diuangkan maka kerugian Mikhael mencapai ratusan juta.

“Saya merasa dibodohi oleh petugas TWA karena setelah menangkap dan menyita semua barang – barang saya namun hingga kini barang – barang itu tidak dikembalikan lagi kepada saya” tuturnya.

Mengundang Team UKP3

Saat mendengar team UKP3 PW AMAN wilayah Nusa Bunga melakukan pemetaan wilayah adat di komunitas adat Golo Linus – Elar Selatan, Mikhael langsung mengabari team untuk menyambangi rumahnya kalau hendak pulang ke Ende setelah kegiatan pemetaan.
Dan undangannya pun dipenuhi oleh ketua team, Hans Gaga bersama teman – teman pada 22 November 2016, jam 10.00 pagi di Ngkiong, Poco Ranaka Timur – Manggarai Timur.

Mikhael yang sejak pagi telah menunggu langsung menceritakan pengalamannya setelah keluar dari penjara sekitar Maret 2014 dimana dirinya membuka lahan baru untuk mengerjakan kebun.\
Namun tutur Mikhael hingga detik ini dirinya masih dilarang oleh pihak TWA agar tidak membuka kebun di kawasan itu bahkan diancam oleh oknum TWA.
“Rupanya petugas TWA itu belum mengerti putusan MK 35/PUU-X/2012 tentang Hutan Adat bukan lagi Hutan Negara sehingga seenaknya saja mengancam masyarakat”katanya.

Ditambahkan Mikhael bahwa pemerintah tidak punya tanah ulayat namun mengklaim bahwa tanah ulayat masyarakat adat itu sebagai tanah negara dan ketika masyarakat adat hendak mengambil kembali tanah ulayat tersebut pemerintah malah balik mengancam masyarakat.
Sebaliknya cerita Mikhael kalau kebun yang digarapnya sekarang sudah ditanami kopi namun dicabut oleh orang yang tidak diketahui identitasnya dan apabila diketahui identitasnya maka pihaknya akan memproses pelaku tersebut
.
“Negara kita sudah merdeka tapi saya kerja kebun di tanah leluhur saya koq masih dilarang. Saya tidak pernah takut dengan ancamannya karena saya tahu kalau tanah tersebut warisan leluhur kami. Apa pun terjadi kami akan mengambilnya lagi ” terangnya.(simone welan)

Aktivis Masyarakat Adat Nusa Bunga Desak DPR RI segera Membahas RUU PPHMA

Ende, 25 November 2016- Aktivis masyarakat adat wilayah nusa bunga menyatakan sikap dan mendesak DPR RI serta pemerintahan Jokowi segera mengsahkan RUU Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat (PPHMA) yang sudah sekian lama terus mengalami penundaan. Pernyataan sikap itu disampaikan oleh aktivis masyarakat adat nusa bunga di Rumah AMAN Nusa Bunga kamis ( 24/11)

Di hadapan wartawa Laurensius Seru aktivis Masyarakat adat di wilayah Nusa Bunga mengatakan sudah saatnya masyarakat adat mendesak pemerintahan Jokowi dan DPR RI harus lebih konsisten dalam membahas dan mengesahkan RUU PPHMA tersebut.

Dikatakannya bahwa RUU masyarakat Adat mengalami penundaan begitu lama sementara konflik dilapangan terus terjadi, oleh karena itu masyarakat adat harus konsolidasi dari untuk mendesak DPR RI segera mengsahkan RUU masyarakat adat itu.

“Kami masyarakat adat mendesak Presiden Jokowi dan DPR RI harus serius membahas dan mengesahkan RUU Masyarakat adat”,kata laurens

Menurut laurens bahwa rancangan Undang-undang masyarakat pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat sudah di usulkan oleh masyarakat adat sejak tahun 2011 lalu, dan sampai saat ini belum dibahas dan di tetapkan oleh DPR RI untuk di jadikan UU.

“RUU Masyarakat Adat di usulkan sejak tahun 2011 dan sampai saat ini belum ada angin segar dari DPR RI untuk disahkan menjadi UU, itu artinnya keberpihakan kepada masyarakat adat sama sekali tidak ada”,Ujar Laurens
Tambah Laurens” RUU masyarakat adat adalah penting disahkan oleh DPR RI untuk menjadi UU sebab UU ini mampu menjaga kebinekaan dan menjaga keutuhan NKRI. Selain itu dengan UU ini Masyarakat adat mempunyai kedudukan yang sama di NKRI ini sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 18 B ayat 2”,tambahnya

Masyarakat adat merupakan Fondasi awal dalam membentuk negara ini dan itu sering disampaikan oleh masyarakat adat ketika memperjuangkan wilayah kehidupan di komunitas adatnya masing-masing.

Pengurus AMAN Nusa Bunga Daud P Tambo kepada wartawan menjelaskan bahwa RUU Masyarakat adat perlu diperhatikan secara serius oleh Pemerintah Jokowi sebab UU Masyarakat adat akan memperbaiki hubungan antara Negara dan masyarakat adat.

“Pemeritahan Jokowi harus serius memperhatikan RUU Masyarakat adat agar bisa kembali memperbaiki hubungan negara dan masyarakat adatnnya,”ungkap Daud

Lanjut Daud “RUU Masyarakat adat juga bisa menepis persoalan yang terjadi di lapangan antara Pemerintah dan masyarakat adat sebab sesuai dengan apa yang kami dampingi dilapangan banyak sekali konflik antara masyarakat adat dan negara dalam hal ini pemerintah ketika melaksanakan kebijakan pembangunan,” Jelasnya

Aktivis masyarakat adat menilai seharusnnya Pemerintah Jokowi harus konsisten terhadap janjinya kepada masyarakat adat sebab dalam nawacitannya telah termuat kesepakatan antara masyarakat adat dan jokowi yang salah satunnya adalah RUU pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak masyarakat Adat tersebut
Selain itu Aktivis masyarakat adat juga meminta kepada pimpinan-pimpinan partai politik agar sama-sama menyuarakan tuntutan masyarakat adat dan juga bisa membangun komunikasi baik dengan utusan –utusan partai di dalam parlemen.

“Kami meminta kepada pimpinan-pimpinan partai politik agar bisa sama-sama menyuarakan tuntutan masyarakat adat jika kita adalah bagian dari masyarakat adat, dan kami mengharapkan agar DPR RI bisa menjadikan RUU PPHMA menjadi agenda prioritas di tahun 2017”,Harap Laurens.(JFM)

AMAN dan Masyarakat Adat Tolak Pembangunan Waduk Lambo

Mbay, 20/10/2016 – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Nusa Bunga secara tegas menolak pembangunan waduk Lambo yang berada di lokasi desa Rendu Butuwe, Kecamatan Aesesa Selatan, Kabupaten Nagekeo.

Pernyataan sikap menolak pembangunan itu disampaikan oleh Ketua AMAN Nusa Bunga, Philipus Kami disaat menerima kehadiran masyarakat adat Rendu yang hari ini, Kamis, 20 Oktober 2016 bertandang di Kantor AMAN Nusa Bunga di bilangan Nuamuri, Kelurahan Onekore, Ende.

Philipus Kami dalam konferensi Pers dengan kru media di kantornya menyatakan bahwa AMAN secara organisasi menyatakan sikap dan masayarakat adat Rendu dengan tegas menolak kehadiran mega proyek yang dibangun hanya untuk kepentingan pemerintah dengan menanggalkan kepentingan masyarakat.
“AMAN secara organisasi menyatakan dengan tegas menolak mega proyek pembagunan waduk Lambo di sekitar tanah ulayat masyarakat adat desa Rendo Butuwe karena sangat  merugikan komunitas adat yang ada disana” tuturnya.
Lebih lanjut Philipus mengungkapkan kalau pemerintah Nagekeo tetap bersikeras membangun waduk itu maka pemerintah nagekeo telah melanggar keputusan MK 35/PUU-X/2012  yang menyatakan bahwa hutan adat bukanlah hutan negara dan UUD’45 pasal 18 b ayat 2 yang menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak – hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara kesatuan Republik Indonesia yang  diatur dalam UU.
“Kalau pemerintah Nagekeo tidak menghormati masyarakat adat disana berarti pemerintah telah melanggar MK 35 dan UUD’45 pasal 18b ayat 2. Oleh karena itu AMAN akan tetap memperjuangkan hak – hak masyarakat adat yang ada disana” lanjutnya.

Dalam diskusi bersama itu, Ketua Forum Penolakan Pembanguan Waduk Lambo (FPPWL) Bernadinus Gaso menyampaikan tindakan penyerobotan yang dilakukan oleh Pemda Kabupaten Nagekeo ketika menduduki lokasi yang hendak dibangun waduk Lambo.

“Pemda Kabupaten Nagekeo telah melakukan penyerobotan terhadap kawasan hutan milik masyarakat adat Rendu karena disana bukan termasuk hutan negara”katanya.

Lebih lanjut Gaso mengatakan bahwa saat ini Pemda telah bekerjasama dengan pihak Kepolisian Ngada sedang mendirikan posko pengamanan di lokasi yang hendak dijadikan pembangunan waduk tersebut.

“Pemda dan aparat Kepolisian Ngada telah mendirikan posko pengamanan disana dengan alasan menjaga keamanan padahal masyarakat tidak pernah mengambil sesuatu apa pun dari pemerintah namun sebaliknya pemerintah yang datang hendak merebut hak dasar masyarakat” lanjutnya.

Pihaknya berharap agar pemerintah Nagekeo segera menarik kembali aparat kepolisian maupun Pol PP yang sedang berkeliaran disana karena kehadiran mereka sangat mengganggu aktivitas masyarakat yang sehari – hari bekerja sebagai petani di kebunnya.(MoneJFM)

 

AMAN Nusa Bunga Sosialisasi RUU dan Ranperda PPHMA di Komunitas Nuabosi

Ende 7 September 2016- Pengurus Wilayah Aldscf4300iansi Masyarakat adat Nusantara Wilayah Nusa Bunga sosialisasi Perda PPHMA dan RUU PPHMA di komunitas adat Nuabosi . Sosialisasi Perda PPHMA dan RUU PPHMA di Komunitas adat Nuabosi bertepatan dengan Acara seremonial Adat Nggua Jawa Masyarakat adat Nuabosi.

Turut terlibat dalam Sosialisasi Perda PPHMA dan RUU PPHMA adalah Pengurus AMAN nusa Bunga dan Juga seluruh Anggota Komunitas adat di Nuabosi.Sekitar 50an orang anggota Masyarakat adat nuabosi dan utusan para mosalaki dari  perbatasan dengan Komunitas adat Nuabosi.Sosialisasi tersebut berlangsung di rumah adat Nuabosi tepatnya ditubumusu ora nata nuabosi pada tanggal 7 sepetember 2016.

“ Hari ini Kami kema nggua Bapu sesuai no Oza moi nau embu mamo kami, Nggua yang kami buat hari ini adalah Nggua Jawa. Yang di maksud dengan nggua Jawa, nggua yang mengijinkan kembali perempuan dari komunitas tersebut makan jagung yang sebelum proses tanam para perempuan dilarang untuk makan. Karena ada sebabnya jika perempuan itu memakan jagung, ada pelarangan secara adat dan hukumannya langsung dirasakan oleh perempuan dan keluarga itu sendiri. Tujuan kami buat nggua Jawa ini adalah agar masyarakat adat di komunitas adat nuabosi bisa kembali mempertahankan titipan leluhur untuk kembali mengelola tanah yang telah di jaga dan di perjuangkan oleh leluhur kami”, Ujar De.

Menurutnya bahwa pelaksanaan Nggua ini semua para tokoh adat  mosalaki dan anggota komunitas adat ikut terlibat dengan membawa makanan untuk sama-sama meminta pemberkatan dari leluhur dan kemudian santap bersama dengan segenap anggota masyarakat adat. Nggua jawa adalah Titipan leluhur yang harus di jaga dan di jalankan,sebab Nggu Jawa tersebut sangat bersentuhan dengan proses pengelolaan sumber Daya Alam.

Di acara Nggua Jawa ketua AMAN Nusa Bunga kembali mensosialisasikan perjuangan masyarakat adat dalam mengembalikan haknya yang puluhan tahun dirampas oleh Negara,dan masyarakat adat harus kembali merebut hak-hak dasarnnya yang telah lama hilang.

“ Saat ini Kita sedang membuat peraturan Perundang-Undangan Masyarakat adat dan Peraturan daerah Pengakuan dan perlindungan Masyarakat adat. Untuk Kabupaten Ende Perdannya Telah di Buat dan saat ini ada di Badan legislasi daerah kabupaten Ende. Tujuan pembuat peraturan daerah pengakuan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat adalah untuk mengembalikan hak-hak masyarakat adat seperti hak atas tanah dan wilayah adat, hak atas pengelolaan sumber daya Alam dan hak untuk menjaga budaya dan seluruh kearifan lokal masyarakat adat”, Kata Philipus Kami.

Lanjut dikatannnya “ Masyarakat adat harus kembali bersatu dan kembali mengkonsolidasi dari untuk memberi solusi kepada pemerintah agar tujuan dari kemerdeekaan republik ini bisa kembali ke tangan masyarakat adat , artinnya Masyarakat adat Bisa Berdaulad dan mandiri di atas tanahnnya sendiri”, jelasnnya.

Sosialisasi  perjuangan AMAN atas Peraturan Peundang-undangan dan Peraturan Deerah mendapat respon baik oleh anggota Komunitas dan  akan terlibat penuh dalam perjuangan bersama AMAN.

“ Kami Ndia Nuabosi Dheko Pa’a No AMAN, dan Jao rasa mbeo Peka untuk pertahankan Tanah No Nua Orha Nuabosi, Kami akan terlibat penuh bersama AMAN dalam membangun berjuang bersama dan merebut kembali  hak kami sebagai masyarakat adat”, ungkap mosalaki Wisu.

Di akhir sosialisasi di lanjukan kembali dangan seremonial Nggua Jawa yang dilakukan oleh para tetua adat Nuabosi.

Disaksikan kontributor Gaung AMAN  bahwa acara seremonial Nggua Jawa berjalan dengan Lancar dan semua anggota komunitas  mulai dari perempuan dan Laki-laki mengikuti acara nggua Jawa. Selesai seremonial dilanjutkan makan bersama ( ka Jawa )*** Jhuan

 

AMAN Nusa Bunga Desak Pemda Nagekeo

logo_amanMbay, NTT 18/10/2016-  AMAN Nusa Bunga mendesak Bupati Nagekeo, Elias Jo agar segera membatalkan rencana Pemerintah Nagekeo untuk membangun mega proyek waduk Lambo di wilayah adat Rendu, Kecamatan Aesesa Selatan Kabupaten Nagekeo NTT.

Disampaikan Ketua AMAN Nusa Bunga, Philipus Kami dalam diskusi bersama tokoh masyarakat adat Rendu, tokoh masyarakat desa Rendu Butuwe, Ulupulu dan Labolewa,  serta segenap elemen  LMND,PMKRI,GMNI dan masyarakat yang ada  di desa Rendu Butuwe (16/10).

Dalam diskusi itu, Ketua AMAN Nusa Bunga mengatakan bahwa masyarakat adat Rendu merupakan salah satu anggota AMAN Nusa Bunga sehingga AMAN  merasa bertanggung jawab terhadap komunitas adat yang ada di wilayah itu.

Philipus dengan tegas mengatakan bahwa hutan adat bukan hutan negara sehingga sangat keliru jika pemerintah mengklaim tanah dan hutan yang ada di komunitas adat itu sebagai tanah atau hutan negara.

“ Putusan MK No.35/PUU/IX/2012 yang menjelaskan Hutan adat bukan lagi hutan negara sehingga pemerintah jangan mengklaim kalau tanah,hutan  di komunitas adat sini adalah tanah negara” katanya.

Philipus lebih lanjut mengatakan jika pemerintah terus memaksakan kehendak untuk membangun waduk di kawasan itu maka pemerintah sama saja mengabaikan nilai – nilai budaya lokal dan tidak mengakui kehidupan masyarakatnya sendiri.

“Sangat tidak arif kalau pemerintah tetap ngotot untuk membangun waduk disini padahal masyarakat dengan tegas telah menolaknya. Pemerintah secara sengaja mengabaikan hak – hak dasar masyarakatnya sendiri” lanjutnya.

Sementara itu Kepala Desa Rendu Butuwe, Yeremias Lele mengatakan bahwa pihaknya selaku pimpinan tertinggi pemerintahan desa Rendu Butuwe telah melayangkan surat penolakan kepada Pemerintah Nagekeo terkait pembangunan waduk itu namun hingga kini surat tersebut dimentahkan dan tidak digubris oleh Bupati Nagekeo, Elias Jo bahkan isu terakhir yang berkembang kalau Kades Yere akan di pecat dari jabatannya karena membela hak masyarakatnya.

“Kami telah melayangkan surat penolakan kepada bupati namun surat kami tidak ditanggapi oleh pemerintah Nagekeo” katanya.

Pihaknya sampai kini berharap agar Pemerintah Nagekeo meninjau kembali dan membatalkan  pembangunan waduk di sekitar lokasi pemukiman penduduknya karena pembangunan waduk itu akan mengorbankan masyarakatnya.

“Kami berharap agar pemerintah benar – benar mendengar aspirasi masyarakat sehingga pembangunan waduk itu tidak mengorbankan masyarakat. Saya akan tetap bersama masyarakat saya untuk bersama – sama berjuang” tutupnya. JFM