MUSWIL II AMAN Nusa Bunga Mendorong Pemerintah agar Mengakui dan Melindungi Hak Masyarakat Adat

NAGEKEO — Nusa bunga, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) wilayah Nusa Bunga akan terus mendorong pemerintah daerah agar Mengakui dan melindungi Hak masyarakat adat dan wilayah kehidupannya sesuai warisan leluhur .

Demikian dikatakan Philipus Kami ketua AMAN Nusa Bunga saat sambutan di depan para peserta MUSWIL Sabtu (7/7/2017) terkait kegiatan Musyawarah Wilayah (Muswil) yang berkangsung di Nagaekeo.

Philipus Kami mengatakan, perjuangan masyarakat adat akan terus berlanjut sebab sejak dahulu leluhur sudah menunjukan bahwa perjuangan atas tanah dan Wilayah adalah Kebenaran yang sesungguhnya memberikan hubungan baik antara manusia yang satu dengan yang lainnya.

“Ketika kita bicara soal masyarakat adat maka kita bicara soal 3 hal yaitu hubungan kita dengan alam semesta , hubungan kita dengan sang pencipta dan leluhur dan hungan kita dengan sesama manusia, sebab kesemuannya itu adalah bagian dari pewaris kebenaran, dan oleh karena itu masyarakat adat harus menjadi salah satu unsur yang harus di lindungi,” sebutnya.

Muswil II AMAN Nusa Bunga yang berlangsung di Rendubutowe, Mbay, Kabupaten Nagekeo ini dijelaskannya dapat dijadikan sarana untuk mendorong pemerintah daerah dan Nasional untuk selalu mengedepankan tindakan hukum yang lebih berpihak kepada masyarakat adat

“Kita Masyarakat adat mempunyai Persoalan yang sama dan bersama merasakan apa-pun bentuk kebijakan yang tidak berpihak,berangkat dari kondisi tersebut kebersama senasip dari masyarakat adat selalu bersatu dan di AMAN nusa bunga sudah membuktikan bahwa masyarakat adat Bersatu ,” tegasnya.

Ada begitu banyak regulasi sambung Laurentius Seru yang belum dibuat oleh pemerintah pusat dan Daerah sehingga AMAN sedang mendorong pemerintah pusat agar segera mengesahkan Undang-undang tentang Perlindungan Hak Masyarakat Adat dan di daerah AMAN juga mendorong sebuah peraturan daerah yang Melindungi Masyarakat adat.

“AMAN Nusa Bunga tetap berkomitemen menolak segala jenis kebijakan pembangunan yang merusak lingkungan dan mendorong pemerintah untuk menjaga kelestarian alam di seluruh wilayah Flores dan Lembata,” ungkapnya.

Ketua Panitia Laurentius juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh komunitas adat yang sudah membantu masyarakat Rendubutowe dengan bersama-sama berjuang meolak lokasi yang diusulkan pemerintah untuk pembangunan Waduk Lambo.
Wilbrodus Bou tokoh pemuda Rendu, Menucapkan terimah kasih kepada AMAN Nusa Bunga dan Seluru Rekan jaringan yang membantu masyarakat Rendu Keluar dari kebijakan pemerintah yang tidak berpihak

Dikatakan Wilbrodus, masyarakat Rendu sama sekali tidak menolak pembangunan Pemerintah seperti pembangunan Waduk namun waduk yang merupakan program pusat dari Presiden Jokowi harus lebih pro terhadap masyarakat adat dan khusus di Rendu meminta agar lokasi waduk dipindahkan ke lokasi lainnya yang telah disepakati oleh komunitas Masyarakat adat.

“Kami masyarakat adat Rendu berharap agar kepada pemerintah Pusat dan Daerha agar pembangunan waduk atau pun jenis pembangunan lain yang nantinya akan masuk ke wilayah Masyarakat adat harus bisa memberikan dampak kepada komunitas masyarakat adat Rendu,” harapnya.(Jhuan )

AMAN Dan IESR Lakukan Studi Banding Ke Desa Golulada

NUSABUNGA ENDE. Setelah melakukan workshop M4P (Making Markets Work Better for the Poor) atau Membuat Pasar Lebih Berpihak pada Kaum Miskin di Aula Firdaus, Nanganesa – Ende (4-5 Mei) bersama Sebastian Saragih dan Abdur Rofi, kali ini (Senin, 8/05) AMAN dan IESR terjun ke lapangan untuk melakukan studi banding pemasaran produk kopi di desa Golulada.

Menurut Yuni Kurniyatiningsih terpilihnya desa Golulada menjadi tempat studi banding karena desa ini merupakan salah satu desa yang memiliki Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang mempunyai peralatan produksi kopi yang cukup lengkap dari penggilingan kopi kering, sangrai, penggilingan bubuk kopi dan pengemasan kopi bubuk untuk siap jual.

Yunika menambahkan bahwa pemilik produk kopi bermerk Kelimutu, Lukas Lawa juga merupakan salah seorang Pengurus Daerah AMAN Flores bagian Tengah yang saat ini juga mengurus salah satu koperasi petani kopi di Golulada sehingga IESR dan AMAN dapat memperoleh informasi lebih akurat tentang kopi.

“Kita melakukan studi banding kesini (Golulada) untuk melihat produksi kopi yang dihasilkan oleh petani kopi Golulada dengan melihat peralatan – peralatan yang dimiliki BUMDes” tuturnya.

Sementara itu Lukas Lawa didalam perjalanan menuju Golulada menyampaikan bahwa pihaknya saat ini sedang mengelolah sebuah koperasi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desanya dengan membeli produk kopi petani Golulada.
“Koperasi membeli semua produk kopi para petani sesuai dengan harga pasar agar para petani tidak dirugikan” katanya.

Lebih lanjut Lukas menceritakan keinginannya mengajak petani kopi Golulada meningkatkan hasil kopi dengan cara menanam kopi dengan perawatannya sampai memasarkan hasil produksi kopi Golulada terinspirasi dari kenyataan yang terjadi pada masyarakat desanya dimana hasil kopi para petani hanya dikonsumsi sendiri dengan pola pengolahan secara tradisional. Dirinya berkeinginan untuk merubah mainset masyarakat yang selama ini masih mengolah dan memproduksi hasil kopi dengan cara yang tradisional menjadi cara yang lebih baik dengan menggunakan peralatan semi modern yang berpotensi untuk menghasilkan pendapatan yang lebih besar.

“Saya ingin para petani Golulada mengubah cara mengolah dan memproduksi kopi dari pola lama ke pola yang baru untuk meningkatkan pendapatan yang lebih baik” tuturnya.

Niat Lukas semakin terasah setelah melakukan kerjasama dengan NGO Veco dan Yayasan Tana Nua (kedua lembaga pemerhati para petani) mengutusnya untuk mengikuti pelatihan dan studi banding tentang kopi di berbagai daerah penghasil kopi di Indonesia bahkan sampai ke India.

“Beberapa kali saya mengikuti pelatihan dan studi banding tentang kopi di berbagai daerah di Indonesia maupun di luar negeri dan saya ingin menerapkan semua yang saya lihat dan tahu itu di desa kami” ungkapnya.

Terbukti di desa Golulada saat ini telah ada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang memiliki peralatan kopi yang terdiri dari mesin penggiling kopi, mesin sangrai dan mesin pengemas kopi yang dibeli sejak 2 tahun silam.

Kepada rombongan AMAN dan IESR, Lukas menuturkan bahwa peralatan itu didatangkan untuk mempermudah akses produksi kopi petani Golulada dan sekitarnya sehingga produk yang keluar dari Golulada sudah merupakan produk jadi yang siap beredar di pasar dalam bentuk kemasan.

Namun harapan itu belum tercapai karena saat ini semua peralatan itu belum beroperasi. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya teknisi yang mampu mengoperasikan peralatan tersebut.(Simone Welano)

Sosialisasi AMAN : Masyarakat Adat Lape Menginginkan Pengakuan dan Perlindungan dari Pemerintah Nagekeo

Nagekeo,6 April 2017- Masyarakat adat Lape yang ada di Kabupaten Nagekeo wilayah PD AMAN Flores Tengah menginginkan adanya pengakuan dan Perlindungan dari Pemerintah Nagekeo akan keberadaannya dan hak – hak atas Wialayah adat.
Hal ini dikatakan oleh Philipus Liba’a, Ketua Lembaga Persekutuan Adat Lape di Mbay pada Sosialisasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) oleh AMAN Nusa Bunga pagi ini (06/04).

Philipus mengatakan bahwa masyarakat adat Lape dari ke tujuh Woe sudah menempati wilayah lape Kurang lebih 700 tahun dan itupun Negara indonesia belum ada, dan kini ketika negara ini di bentuk maka masyarakat adat lape mulai dipersempit wilayah adat dan hak-hak masyarakat adatpun mulai di rampas.

“Kami hidup di wilayah adat lepe sudah lama dan menempati wilayah Lape itu negera belum di bentuk, jika hari ini negera ini sudah ada yang ada hak-hak kami sebagai masyarakat adat mulai di rampas” Kata Phlipus
Menurutnya selama masyarakat adat Lape menempati wilayah adat yang menjadi warisan leluhur hingga kini keberadaan masyarakat adat Lape sama sekali belum diakui oleh kelompok – kelompok tertentu sehingga merampas hak – hak kepemilikan yang menjadi warisan leluhur terus berlanjut.

“Kami ingin pengembalian hak – hak atas ulayat tanah yang menjadi warisan leluhur kami karena ada kelompok – kelompok tertentu tidak mengakuai ‘woe’ atau suku dan mencoba mengambil alih hak – hak kami” katanya.

Philipus menambahkan bahwa keinginan masyarakat adat Lape bergabung karena termotivasi semangat perjuangan organisasi AMAN terhadap masyarakat adat yang begitu besar dalam mempertahankan warisan leluhur.
“Kami sudah lama mendengar tentang AMAN dan perjuangannya sehingga ketujuh woe yang ada di komunitas Lape sepakat untuk bergabung dalam organisasi besar ini” tambahnya.

Kepada para pemangku adat Lape, Ketua AMAN Nusa Bunga, Philipus Kami menjelaskan untuk menjadi komunitas adat yang bergabung dalam AMAN, komunitas itu harus memiliki wilayah adat, struktur lembaga adat, sistem peradilan adat dan ritual/.seremonial adat karena keempat hal itu menunjukan identitas masyarakat adat.

“Ciri sebuah masyarakat adat adalah masih melaksanakan ritual adat, memiliki wilayah adat, struktur kelembagaan adat dengan sistem peradilan adat yang berlaku dalam komunitas adat itu” jelanya.

Philipus yang juga anggota DPRD Kabupaten Ende ini mengatakan kalau perjuangan masyarakat adat itu bukan melawan pemerintah tetapi memberikan solusi kepada pemerintah untuk lebih memahami secara utuh hak – hak masyarakat adat dimana hak – hak itu ada sebelum negara terbentuk. Masyarakat adat memiliki tanah, air dan seluruh kekayaan alam yang ada di dalam wilayah kehidupannya.

“Masyarakat adat itu memiliki sumber daya alam yang ada di dalam wilayahnya namun pemerintah seolah – olah tidak mengakuinya sehingga masyarakat adat hadir untuk memberikan solusi agar pemerintah memahami secara utuh hak – hak masyarakat adat” tuturnya.

Lanjut di katakannya, Seharusnya Pemerintah kabupaten yang ada di daerah ini harus bisa menterjemahkan Keputusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 atas Yudikal review UU Kehutan No 41 dan Edaran Mentri dalam negeri No 52 tentang pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Jika hal ini tidak di lakukan maka persoalan masyarakat adat akan terus berlanjut dan penindasan negera terhadap rakyatnnya akan terus terjadi. (Tim Infokom)

PD AMAN Flores Timur Selenggarakan MUSDA ke II

Sikka, Nusa Bunga – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Daerah Flores bagian Timur selenggarakan Musyawara Daerah dalam rangka Memperbaiki seluruh perangkat organisasi dan juga mengevaluasi seluruh perjalanan organisasi yang beberapa tahun terakhir tidak berjalan.

Musyawara daerah ini diselenggarakan di komunitas Adat Dobo desa Iantena kabupaten Maumere pada tangga 11-12 Februari 2017.

Turut terlibat dalam Musyawara Daerah ini terdiri dari komunitas-komunitas Anggota AMAN yang tersebar di kabupaten Sikka , kabupaten flores timur dan lembata serta hadir juga pengurus harian wilayah AMAN Nusa Bunga.
Menurut Laurensius Seru dalam memberi sambut dalam acara musyawara daerah ( MUSDA) tersebut mengatakan bahwa MUSDA adalah proses pengambilan keputusan tertinggi didalam organisasi ditingkatan daerah.

Lebih jauh Dikatannya MUSDA itu sendiri merupakan Proses organisasi melakukan perbaikan sistem organisasi seperti melakukan evaluasi, menyusun program dan pembenahan stuktur organisasi agar dengan cepat memfasilitasi perjuangan komunitas masyarakat adat dalam mempertahankan hak-haknya.

“MUSDA adalah sebuah mekanisme organisasi yang harus dijalankan oleh seluruh organisasi AMAN di setiap daerah. Dan urusan MUSDA itu bukan hanya mengurus pergantian ketua. Namun Musda itu ada prosesnnya seperti Evaluasi dan pertanggung jawaban, menyusun program kerja dan pergantian pengurus agar berjalan sesuai dengan tujuan perjuangan Masyarakat Adat.” Jelas Laurens

Lanjutnya “Nanti dalam kesempatan di setiap agenda harus ada evaluasi untuk memperbaiki sistem organisasi ke depannnya. Dan Penting juga dalam musywara daerah untuk merumuskan program kerja yang nantinya akan melayani kebutuhan komunitas adat yang ada di PD flores bagian Timur” katannya.

Frans Mado Panitia MUSDA dalam sambutannya juga menyatakan bahwa PD AMAN Flores bagian timur selama ini organisasinya sama sekali tidak berjalan oleh karena itu hari ini kembali di selenggarakan MUSDA untuk memperbaiki kondisi organisasi agar kembali berjalan sesuai dengan tujuan perjuangan organisasi.

“Organisasi PD AMAN Flores bagian timur sama sekali tidak berjalan hari ini kembali kita selenggarakan MUSDA yang semestinya sudah MUSDA setahun yang lalu namu ada beberapa kendala yang membuat kita belum melakukan musda maka sampai saat ini baru kita bisa buat musda” jelasnya Mado

Dalam musda itu sendiri komunitas adat yang terlibat kembali memili kepemimpianan Harian Organisasi PD AMAN flores bagian Timur yang terdiri dari Dewan AMAN daerah, Ketua PD AMAN daerah.
Mandat MUSDA dan Kepercayaan Komunitas telah memili Lorensius Nadus menjabat sebagai ketua BPH PD AMAN Flores Bagian Timur dan Yang Menjadi Ketua DAMANDA Bapak Damaskus Djem berserta empat orang Angota dewan Perwakilan dari komunitas adat. ( JFM)

Komunitas Adat Ranga laksanakan Ritual Tu Tau Tedo

Ende, NB. Komunitas adat Ranga kembali melaksanakan ritual Tu Tau Tedo pada Sabtu (14/01) di Kampung Adat Ranga Ria, Detusoko, Ende untuk melakukan penanaman serentak di kebun mosalaki pada hari Senin mendatang.

Dalam sambutannya mosalaki Ranga Siprianus Sore mengatakan bahwa ritual yang dilaksanakan saat ini merupakan ritual Tu Tau Tedo yaitu ritual musim tanam yang disimbolkan sebagai musim tanam jagung dan padi pada hari Senin mendatang di kebun mosalaki.

“Ritual ini merupakan ritual untuk tanam perdana di tahun 2017 yang dilaksanakan pada hari Senin ini” katanya.

Lebih lanjut pihaknya menjelaskan bahwa mulai Sabtu malam hingga hari Minggu malam akan dilakukan pire (hari puasa dan libur) bagi warga komunitas ( fai walu ana kalo) dan sampai pada hari Selasa tanggal 17 Januari baru akan diadakan penanaman di kebunnya masing – masing.

“Mulai malam ini sampai besok akan dilakukan pire dan pada Senin nanti akan dilakukan tanam perdana di kebun saya sehingga pada hari Selasa akan dilakukan penanaman di kebun warga masing – masing” ucapnya.

Mosalaki Sore juga menambahkan bahwa sejak Komunitas Adat Ranga bergabung dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) hutan – hutan yang sebelumnya diklaim pemerintah sebagai hutan lindung oleh Dinas Kehutanan saat ini sudah diambil alih oleh Komunitas Adat Ranga dengan dipasangnya plang – plang Keputusan MK 35 tahun 2012 oleh warga komunitas.

“Dengan dukungan penuh dari AMAN wilayah Nusa Bunga, kami telah mengambil alih semua hutan yang selama ini diklaim pemerintah sebagai hutan lindung. Kami telah memasang plang Keputusan MK 35/2012 di setiap lokasi” tambahnya.

Dalam kesempatan yang sama dilakukan acara Geti Kolo Manu (potong kepala ayam) oleh mosalaki pu’u (kepala suku) dan ayam tersebut dibiarkan mati sendiri dengan kepala ayam terlihat menghadap kearah matahari terbit sebagai tanda bahwa tahun 2017 merupakan tahun baik bagi warga komunitas.

Sementara itu Ketua AMAN wilayah Nusa Bunga, Philipus Kami dalam sambutannya mengatakan bahwa AMAN wilayah Nusa Bunga hingga saat ini tetap memperjuangkan hak komunitas adat secara menyeluruh mulai dari pendataan komunitas dan wilayah adat, advokasi masalah hukum, pemetaan sampai ke perjuangan untuk disahkan Peraturan Daerah (Perda) masyarakat adat yang sedang dalam proses untuk pengesahannya.

“AMAN secara organisasi hingga kini tetap memperjuangkan hak – hak masyarakat adat dari pendataan komunitas dan wilayah adat, advokasi masalah hukum, pemetaan sampai ke perjuangan untuk disahkan Peraturan Daerah (Perda) masyarakat adat yang sedang dalam proses pengesahannya” tuturnya.

Hal senada juga diucapkan Koordinator Devisi UKP3 AMAN wilayah Nusa Bunga Hans Gaga mengatakan bahwa AMAN Nusa Bunga siap melayani pemetaan wilayah adat komunitas adat mana pun juga yang ada di wilayah Nusa Bunga yang terdiri dari Flores bagian Barat, Flores bagian Tengah, Flores bagian Timur dan Lembata apabila komunitas adat itu meminta AMAN untuk memetakan wilayahnya dengan syarat bahwa komunitas itu telah yang telah menjadi anggota AMAN dan telah bersepakat untuk mengajukan permohonan pemetaan partisipatif wilayah adatnya ke UKP3 AMAN wilayah Nusa Bunga.

“Kami siap memetakan komunitas manapun juga asalkan komunitas itu telah bergabung dengan AMAN dan telah bersepakat untuk mengajukan permohonan pemetaan partisipatif wilayah adatnya ke UKP3 AMAN wilayah Nusa Bunga” katanya.(Simon Welan, Infokom AMAN Nusa Bunga)

AMAN Jadikan Boafeo Sebagai Pilot Project MDM

Ende, Nusa Bunga. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bekerjasama dengan Institute for Essensial Services Reform (IESR), Catholic Agenchy For Overseas Development (CAFOD), The International Institute for Enviroment and Development (IIED) sepakat menjadikan Komunitas Adat Boafeo sebagai pilot project untuk Model Pemenuhan Energi (MPE)atau Energi Models Delivery (EDM)

Hal ini dikemukakan oleh Ata Kita Christof, Koordinator Divisi Ekonomi Sosial Budaya (Ekosob) AMAN wilayah Nusa Bunga disela – sela kegiatan workshop Energi Models Delivery (EDM) di Boafeo pada 16 Januari 2017.
Ata Kita yang juga aktivis AMAN ini mengungkapkan bahwa terpilihnya Komunitas Boafeo sebagai tempat diadakannya workshop dan lokasi pilot project karena Boafeo termasuk anggota AMAN dengan memiliki potensi yang dapat dijadikan Model Pemenuhan Energi terbarukan.

“Boafeo dijadikan sebagai tempat workshop dan lokasi pilot project karena Boafeo termasuk anggota AMAN yang memiliki potensi yang dapat dijadikan energi terbarukan” katanya.

Lebih lanjut Ata Kita menambahkan bahwa kegiatan workshop yang dilakukan dapat memberikan pemahaman yang lebih luas tentang energi sekaligus mengajak masyarakat komunitas untuk memanfaatkan seluruh potensi yang ada karena saat ini pemerintah Indonesia mulai mencanangkan penggunaan energi terbarukan dengan memanfaatkan sumber energi yang ada di sekitar kita.

“Kita melakukan workshop ini untuk memberikan pemahaman yang dalam tentang sumber energi yang ada di sekitar kita dan kita berharap agar anggota komunitas dapat memanfaatkan energi itu sesuai kebutuhannya” lanjutnya.

Demikian halnya dengan Fabby Tumiwa, Direktur IESR Jakarta yang dalam pemamparan materinya mengungkapkan bahwa pelatihan tahap dua ini merupakan pelatihan lanjutan dari pelatihan tahap pertama yang terjadi pada bulan Desember 2016 lalu dimana pada pelatihan tahap dua ini lebih difokuskan pada penggalian data seluruh sumber potensi energi yang ada di Boafeo karena Boafeo menyimpan begitu banyak potensi alam yang dapat dijadikan energi dalam kehidupan sehari – hari.

“Ini merupakan pelatihan lanjutan setelah pelatihan pertama pada bulan Desember 2016 dengan maksud untuk menggali seluruh potensi energi yang ada di Boafeo” tuturnya.

Ditambahkan Fabby bahwa pelatihan saat ini dilakukan untuk mencaritahu prioritas kebutuhan energi yang sungguh – sungguh dibutuhkan masyarakat Boafeo dan energi yang dimaksud bukan saja berasal dari energi berupa listrik yang dihasilkan generator yang menggunakan bahan bakar fosil namun energi itu sendiri dapat dihasilkan melalui potensi alam yang ada di sekitar sehingga dengan potensi alam itu masyarakat dapat menghasilkan energi listrik untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan keluarga.

“Kita akan mengambil semua data yang ada di komunitas untuk mengetahui prioritas kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat Boafeo saat ini. Awalnya yang dibutuhkan adalah listrik tetapi setelah data – data itu diambil, prioritas kebutuhan bisa berubah menjadi kebutuhan lain yang menjadi sarana penunjang aktivitas sehari – hari” tuturnya.

Kepala Desa Boafeo, Quitus Ladja saat ditemui Gong AMAN.com mengungkapkan bahwa kehadiran AMAN dan mitranya IESR, CAFOD dan IIED untuk memberikan pelatihan MPE di desanya sangat membantu masyarakat karena dengan pelatihan ini wawasan masyarakat tentang energi yang sesungguhnya semakin luas dimana energi itu sendiri sebenarnya telah ada di desanya melalui potensi alam yang ada.

“Saya dan masyarakat Boafeo merasa bangga karena desa Boafeo dapat terpilih menjadi tempat diadakannya kegiatan ini karena dengan pelatihan ini, masyarakat menjadi paham tentang potensi alam dan sumber daya yang ada di Boafeo untuk dijadikan energi dalam kehidupan sehari – hari” katanya.

Pihaknya berharap agar dampak dari antusias warga yang mengikuti pelatihan ini dapat terwujud ke depannya setelah melalui proses kajian ilmiah yang dilakukan AMAN, IESR, CAFOD dan IIED sehingga dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya.

“Saya berharap dengan kajian ilmiah yang dilakukan AMAN bersama mitranya IESR, CAFOD dan IIED dapat terwujud untuk membantu meningkatkan perekonomian masyarakat desa Boafeo” pungkasnya.

Demikian juga Hironimus Rea, salah seorang peserta workshop mengungkapkan bahwa pelaksanaan workshop ini sangat bermanfaat bagi masyarakat Boafeo karena dirinya bersama warga lain mendapat pengetahuan gratis dan informasi energi yang sebenarnya ada di sekitar Boafeo yang selama ini tidak diketahuinya dan juga pengetahuan lain seperti bidang pendidikan, ekonomi rumahtangga, infrastruktur dan bidang lainnya.

“Saya bersyukur karena dengan adanya workshop ini pengetahuan saya tentang energi ternyata ada juga di sekitar kita. Demikian juga pengetahuan saya di bidang pendidikan, ekonomi rumahtangga, infrastruktur dan bidang lainnya bertambah” tuturnya.

Sementara itu, Ketua AMAN wilayah Nusa Bunga, Philipus Kami disaat Evaluasi Kegiatan Workshop Boafeo pada, Juma’t ( 20/01/ 2017 di Aula Firdaus, Nanganesa Ende mengungkapkan bahwa sistem pembangunan saat ini adalah sistem dari bawah ke atas (button to top) sehingga apa yang dilakukan oleh AMAN dan mitranya IESR, CAFOD dan IIED merupakan salah satu strategi pembangunan berbasis masyarakat dimana masyarakat ikut berpartisipasi dalam melihat prioritas kebutuhan yang ada agar pembangunan itu tepat pada sasaran.

“Saat ini pemerintah menggunakan sistem pembangunan berbasis masyarakat ‘button to up’ untuk mengetahui prioritas kebutuhan yang ada di masyarakat agar pembangunan itu tepat pada sasarannya. Sistem itu saat ini dilakukan AMAN dan mitranya IESR, CAFOD dan IIED dengan melakukan pendekatan dan kajian ilmiah terhadap kebutuhan masyarakat yang ada di Boafeo” tuturnya.

Philipus yang juga anggota DPRD Kabupaten Ende ini mengharapkan agar workshop yang dilakukan dapat mencapai pada target yang diharapkan sehingga apa yang menjadi prioritas kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi sesuai dengan kondisi real yang ada di masyarakat.

Workshop MPE ini difasilitasi oleh fasilitator ternama, H. Iskandar Leman dengan pemateri handal Ben Garside dari IIED London, Sarah Wykes dari CAFOD London, dan Fabby Tumiwa dari IESR Jakarta dengan didampingi Junika Kurniatyningsih dari IESR Jakarta dan Andry dari PB AMAN Jakarta berakhir pada tanggal 19 Januari 2017.(Simone Welan, Infokom Nusa Bunga)

PW AMAN Nusa Bunga Adakan Rapat Evaluasi Tahunan


Nusa Bunga, Ende. Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (PW AMAN) Nusa Bunga melakukan rapat evaluasi tahunan yang berlangsung pada Juma’t, 23 Desember 2016 di Rumah AMAN Nusa Bunga , Jl Nuamuri Ende.

Rapat yang dipimpin langsung oleh ketua AMAN Nusa Bunga, Philipus Kami dan dihadiri oleh semua pengurus AMAN Nusa Bunga yang selama ini melaksanakan tugas dan tanggungjawab kerja meliputi wilayah daratan Flores dan Lembata.

Dalam rapat evaluasi tahunan ini, Philipus Kami mengatakan bahwa maksud dilaksanakan rapat ini adalah untuk mengevaluasi semua kegiatan yang telah dilaksanakan baik dalam bentuk program kerja tahunan maupun kegiatan yang bersifat situasional yang telah dilaksanakan oleh pengurus wilayah dalam satu tahun berjalan baik yang telah berhasil tuntas maupun yang belum tutas sesuai dengan agenda kerja yang telah dimuat dalam program kerja tahunan PW AMAN Nusa Bunga.

“Semua divisi diharapkan untuk melaporkan program – program kerja yang telah disepakati bersama untuk dilaksanakan dalam kurun waktu satu tahun berjalan baik yang sudah selesai dilaksanakan maupun program yang belum atau tidak berjalan sama sekali” katanya.

Philipus menambahkan bahwa masih ada beberapa program tahunan setiap divisi untuk tahun 2016 belum dilaksanakan secara optimal dan hasilnya juga belum maksimal sehingga pihaknya berharap agar di tahun 2017 setiap divisi dapat menyelesaikan program lanjutan yang saat ini belum selesai dan dapat menyusun program kerja baru di tahun 2017 ini.

“Setiap divisi telah memiliki program kerja sendiri dan ada divisi yang belum mengoptimalkan program kerja itu sehingga di tahun 2017 program kerja yang ada dapat dikerjakan secara maksimal. Oleh karena itu saya harapkan agar segera menyelesaikan program yang ada dan menyusun program kerja baru” lanjutnya.

Hadir dalam evaluasi tahunan ini Mizard Indra dari PB AMAN yang usai melakukan kunjungan kerja di Komunitas Adat Boafeo dan hendak melanjutkan kunjungan ke Komunitas Adat Dobo, Maumere.

Rapat yang dibuka dengan laporan kerja setiap divisi dan ditutup dengan diskusi perencanaan program kerja yang baru ini berlangsung begitu akrab dengan suasana kekeluargaan yang selama ini tertanam dalam diri Pengurus Wilayah AMAN Nusa Bunga.(Simone Welan, Infokom Nusa Bunga)

AMAN Lakukan Sosialisasi Siaran Radio Komunitas Kepada Masyarakat Saga

Ende. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) melakukan sosialisasi penyiaran radio komunitas kepada masyarakat adat Saga yang menjadi pemilik dari radio komunitas itu di Aula Kantor Desa Saga pada Kamis (15/12).

Dalam sosialisasi itu Nura Batara menyampaikan maksud kehadiran radio komunitas di setiap komunitas adat di Indonesia adalah sebagai sarana untuk memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat terutama informasi yang berkaitan dengan adat dan budaya masyarakat setempat sehingga keterlibatan warga atau komunitas dalam pengelolaan penyiaran sangat penting.

“Radio komunitas dihadirkan untuk memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat terutama informasi – informasi yang berkaitan dengan adat dan budaya masyarakat setempat sehingga keterlibatan komunitas dalam pengelolaan penyiaran sangat penting” katanya.

Lebih lanjut Nura menjelaskan bahwa radio komunitas merupakan radio yang sangat berbeda dengan radio publik dan radio swasta sesuai dengan UU Penyiaran no. 32 tahun 2002 dimana perbedaannya adalah tata cara pengelolaan dan tujuan pendirian dimana pengelolaan rakom lebih memperhatikan aspek ketelibatan warga/komunitas setempat.

“Sesuai UU Penyiaran no. 32 tahun 2002, radio komunitas merupakan radio yang sangat berbeda dengan radio publik atau radio swasta dimana tata pengelolaan dan tujuan pendiriannya lebih memperhatikan aspek ketelibatan warga/komunitas setempat” jelas Nura.

Kepada Gaung AMAN.com Nura mengatakan bahwa radio komunitas dimiliki, dikelolah dan diperuntukan oleh sebuah komunitas dengan pelaksana penyiaran komunitas disebut sebagai Lembaga Penyiaran Komunitas sehingga radio komunitas sering juga disebut sebagai radio sosial, radio pendidikan atau radio alternatif dengan komunikasi yang terkadang menggunakan bahasa daerah yang dipakai dalam kehidupan sehari – hari oleh komunitas setempat.

“Radio komunitas itu milik komunitas sehingga pengelolaannya diperuntukan bagi sebuah komunitas dengan pelaksana penyiaran disebut sebagai Lembaga Penyiaran Komunitas sehingga radio komunitas sering juga disebut sebagai radio sosial, radio pendidikan atau radio alternatif dengan komunikasi yang terkadang menggunakan bahasa daerah yang dipakai dalam kehidupan sehari – hari oleh komunitas setempat” tuturnya.

Sementara itu Kepala Desa Saga, Aloysius Rasi dalam sosialisasi itu mengatakan bahwa kehadiran radio komunitas di desanya merupakan suatu kebanggaan karena dengan adanya radio komunitas adat Saga, Desa Saga semakin dikenal publik dan semua informasi tentang Saga dan komunitas – komunitas adat lain dapat publikasikan untuk diketahui masyarakat luas.

“Dengan hadirnya radio ini semua informasi tentang komunitas adat Saga dan komunitas – komunitas lainnya dapat dipublikasikan dan tidak kalah pentingnya adalah Desa Saga semakin dikenal orang” tuturnya.

Radio yang saat ini sudah mulai melakukan penyiaran itu beroperasi pada gelombang 107,7 FM. (Simone Welan, Infokom PW AMAN Nusa Bunga)

DPRD Ende dan Komitmen Terhadap Perda PPHMA

Perda Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat (PPHMA) merupakan Perda Inisiatif DPRD Kabupaten Ende dan masuk dalam pogram legislasi daerah pada tahun 2015. Rentan waktu dari tahun 2015 hingga tahun ini tidak terlihat adanya keseriusan lembaga DPRD untuk melakukan pembahasan dan penetapan. Masyarakat adat berulang-ulang melakukan hearing bersama DPRD Kabupaten Ende. Hearing ini bertujuan untuk mempertanyakan perkembangan Perda itu dan sejauh mana kerja-kerja lembaga untuk melakukan pembahasan dan penetapannya namun dalam setiap pertemuan, lembaga selalu memberikan janji yang muluk kepada masyarakat adat dengan mengatakan akan ditetapkan dalam waktu dekat.

Beberapa bulan lalu AMAN melakukan hearing bersama lembaga DPRD. Lembaga DPRD menyampaikan akan dibahas dan ditetapkan pada perubahan anggaran di bulan sepetember tahun ini. Namun dalam rentan waktu bulan Sepetember hingga sekarang, tidak kelihatan kerja-kerja lembaga.

Lembaga DPRD Kabupaten Ende hingga saat ini tidak konsisten dengan pernyataannya sendiri. Ketidakkonsistenan ini sangat berpengaruh pada kepercayaaan publik kepada wakil rakyat kita karena Perda PPHMA secara langsung sangat menyentuh kehidupan masyarakat adat di Kabupaten Ende yang sangat melekat dengan adat dan budaya. Dan ini menjadi kebutuhan konstituen saat ini. Olehnya itu sangat jelas implikasi politiknya.

Penulis mencoba menjabarkan beberapa alasan terkait dengan lambannya penetapan Perda masyarakat adat. Pertama lembaga DPRD tidak memahami alur legislasi daerah tentang masyarakat adat, kedua, lembaga tidak memiliki kemauan politik untuk melakukan pembahasan dan penetapan Perda masyarakat adat. Perlu publik mengetahui alasan DPRD belum melakukan pembahasan dan penetapan Perda ini karena persoalan substansi dan janjinya akan melakukan pendalaman substansi. Sejauh ini lembaga DPRD tidak melakukan kerja-kerja konkrit sebagai dukungan statementnya.

Lembaga DPRD Kabupaten Ende juga perlu memahami bahwa Perda ini juga akan menunjukan sinergitas kerja antara eksekutif dan legislatif. Karena Bupati dan Wakil Bupati Ende (Marsel dan Jafar) menggagas membangun Ende dengan tiga (3) batu tungku dan salah satunya adalah masyarakat adat. Kita jangan memahami urusan masyarakat adat itu hanya sebatas ceremonial-ceremonial saja. Berbicara mayarakat adat harus berbicara secara komprehensif. Masyarakat adat itu akan bersentuhan dengan sejarah asal-usul, wilayah adat, kelembagaan adat dan peradilan adat serta pengelolaan sumber daya alam. Untuk mendukung program tiga (3) batu tungku tersebut maka Perda inilah yang memperkuat program kerjanya Bupati dan Wakil Bupati Ende (Marsel-Jafar). Dengan tidak terurusnya Perda ini menandakan bahwa DPRD Kabupaten Ende tidak mendukung program kerja Bupati dan Wakil Bupati Ende (Marsel-Djafar).

Ketika berbicara payung hukum, konstitusi kita sangat jelas mengatur keberadaan masyarakat adat. Disamping itu juga didukung dengan undang-undang sektoral salah satunya undang-undang otonomi daerah yang sangat jelas memandatkan pengakuan masyarakat adat melalui Perda. Olehnya itu Perda Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat di Kabupaten Ende dibenarkan secara hukum dan dibenarkan pula secara fakta yang terjadi di lapangan.

Sekali lagi penulis katakan bahwa DPRD Kabupaten Ende harus menganalisis lebih jauh dan cerdas melihat Perda ini karena Perda PPHMA merupakan jembatan untuk memulihkan hubungan daerah dengan masyarakat adat yang selama ini tidak terurus. Perda ini juga sebagai payung hukum daerah dan untuk mengkonkritkan program tiga (3) batu tungku yang digagas oleh Bupati dan Wakil Bupati Ende (Marsel-Jafar) yangmana salah satu tungkunya adalah masyarakat adat.
Harapan dari tulisan ini agar lembaga DPRD Kabupaten Ende harus segera membahas dan menetapkan Perda Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat di Kabupaten Ende untuk mendukung pembangunan daerah.(Edited by Simone welan, Infokom PW AMAN Nusa Bunga)

Daud P. Tambo, S.H, lahir di Ende, 4 Agustus 1986 adalah Alumni Fakultas Hukum Universitas Flores, Ende dan tinggal di Ende. Semasa kuliah aktif di organisasi LMND Eksekot Ende ( Devisi Perluasan Organisasi).
Bergabung di organisasi AMAN Wilayah Nusa Bunga , Direktorat Advokasi Hukum dan HAM. Peneliti sekaligus penulis Buku Konflik Agraria 40 kasus di Kawasan Hutan Indonesia. Penulis dan Peneliti Etnografi dengan judul : Masyarakat Adat Colol dan Golo Lebo Gugur Berkalang Tanah dan Bertarung Tiada Lelah Demi Tanah Warisan Leluhur, Penerbit : Sajogyo Institute, Jl. Malabar No. 2, Bogor 16151
Pendampingan kasus melalui Metode Inquiri Nasional yang diselenggarakan oleh Komnas HAM pada Tahun 2014: Tragedi Berdarah Colol dan Pertambangan Mangan di Manggarai Timur.
Melakukan penelitia pasca Inquiri Nasional bersama Bina Desa dan sojogyo Institute dengan judul : Konflik Horizontal Pasca Inkuiri Nasional di Rembong (Golo Lebo) Manggarai Timur, tahun 2015
Tim Penulis : Naskah Akademik dan Ranperda Pengakuan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat di Kabupaten Ende
Saat ini sedang mendampingi kasus masyarakat adat Rendu Butowe, Kab. Nagekeo dengan tipologi konflik pembangunan waduk lambo.(Edited by Simone Welan, Infokom AMAN Nusa Bunga)

DPRD Ende Dinilai Lamban Menetapkan Perda PPHMA

Ende,8 Desember 2016- Masyarakat adat yang berasal dari beberapa komunitas adat yang ada di Kabupaten Ende menilai kinerja DPRD Kabupaten Ende sangat lamban dalam membahas dan menetapkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Pengakuan Perlindungan Hak – hak Masyarakat Adat Kabupaten Ende, karena sudah hampir setahun tahun lebih Ranperda tersebut belum juga ditetapkan menjadi Perda.

Hal ini diungkapkan oleh Daud Pua Tambo SH, Koordinator Divisi Advokasi Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Nusa Bunga (AMAN PW Nusa Bunga) di sela – sela kesibukannya di Sekretariat AMAN Nusa Bunga, Ende pada Kamis (30/11).

Daud mengungkapkan bahwa Perda PPHMA sudah masuk dalam program legislasi daerah dari tahun 2015 namun hingga kini tidak terlihat adanya keseriusan lembaga DPRD untuk melakukan pembahasan dan penetapan terhadap Perda tersebut padahal masyarakat sangat menginginkan adanya Perda tersebut.

“Perda PPHMA sebetulnya sudah lama sekali masuk dalam program legislasi daerah (Prolegda) dari tahun 2015 namun tidak ada keseriusan lembaga DPRD untuk membahas dan menetapkan Perda tersebut” katanya.

Ironisnya lagi tambah Daud, Perda PPHMA merupakan Perda Inisiatif DPRD Kabupaten Ende namun DPRD sendiri sampai saat ini tidak mampu mengerjakan Perda itu sampai tuntas padahal masyarakat Ende sangat mengharapkan Perda tersebut.

“Sebetulnya DPRD secara lembaga sudah bisa menghasilkan Perda tersebut dalam waktu satu tahun ini karena Perda ini kan Perda Inisiatif DPRD sendiri dan sangat didukung oleh masyarakat sehingga layak sekali kalau Perda ini secepatnya ditetapkan” tambahnya.

Menjawabi berbagai pertanyaan masyarakat terkait Perda itu, Emmanuel Sala, Sekretaris Komisi A DPRD Kabupaten Ende kepada media ini Juma’t menjelaskan bahwa secara kelembagaan Perda PPHMA telah diserahkan kepada Badan Legislatif (Baleg) untuk melakukan pembahasan dan harmonisasi antara lembaga DPRD dengan tim hukum dari Pemerintah Kabupaten Ende dan seharusnya telah mengeluarkan rekomendasi terhadap Perda tersebut untuk melakukan paripurna penetapan.

“Secara kelembagaan, Perda PPHMA telah diserahkan kepada Baleg untuk melakukan pembahasan dan harmonisasi dengan tim hukum dari Pemda Kabupaten Ende untuk mengeluarkan rekomendasi agar dilakukan paripurna penetapan terhadap Perda tersebut” jelasnya.

Namun diakui Eman kalau dalam satu bulan terakhir lembaga DPRD terkhusus di Badan Anggaran (Bangar) masih sibuk membahas tentang Ranperda nota keuangan atas penggunaan APBD 2017 sehingga pihaknya belum mengetahui secara pasti kerja – kerja Baleg terkait Perda
tersebut.

Hal senada juga diungkapkan oleh Alexander Sidi, anggota Komisi C DPRD Kabupaten Ende pada Juma’t (1/12) lalu di Gedung DPRD Kabupaten Ende.

Lexi mengungkapkan bahwa draft Perda PPHMA sudah ada dan persoalannya kembali kepada Ketua Baleg untuk mengagendakan paripurna pembahasan dan penetapan bersama pemerintah karena publik telah lama menunggu hasil kerja lembaga DPRD terhadap Perda tersebut. Publik akan menilai kinerja lembaga DPRD dalam menghasilkan sebuah Perda.

“Ini menjadi indikator acuan kami dihadapan publik dalam menyelesaikan pekerjaan – pekerjaan lembaga. Jangan sampai masyarakat menganggap kami tidak bekerja sehingga pekerjaan ini tidak diselesaikan” tuturnya.

Anggota DPRD Fraksi PDI Perjuangan ini bertekad untuk tetap memperjuangkan Perda ini sehingga awal tahun 2017 agar Perda PPHMA sudah dibahas untuk penetapannya mengingat Perda PPHMA merupakan salah satu dari empat Perda Inisiatif DPRD Kabupaten Ende yang sangat bermanfaat untuk kepentingan masyarakat.

“Apa pun akan kami hadang karena ini menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap kami sehingga ditahun anggaran 2017 dikerjakan secara serius dan harus ditetapkan pada Januari atau Februari 2017. Harga mati, mau pekerjaan seperti apapun harus ditetapkan karena itu adalah kerja Baleg. Ini kan perda inisiatif jadi mau tidak mau harus segera ditetapkan” tutupnya dengan tegas.(Simone welan, Infokom PW AMAN Nusa Bunga)