Masyarakat Adat Rendu adalah Warga Negara Indonesia

@perempuan Rendu
@perempuan Rendu

Kampung rendu  terletak di kecamatan Aesesa selatan Kabupaten Nagekeo Propinsi Nusa tenggara Timur. Jarak antara kota kabupaten Nagekeo ke kampung Rendu kurang lebih sekitar 30an Km  dengan jarak tempuh menggunakan kendaraan memakan durasi waktu kurang lebih 1 jam. Dari kondisi geografis dan potensi alam cukup menjanjikan kalau dipandang sejenak bahwa masyarakat adat Rendu memiliki segudang sumber kekayaan Alam yang belum di manfaatkan secara baik oleh masyarakat adat Rendu.

Keindahan alamnnya serta luasan bentangan wilayah adat cukup baik  jika kita berkunjung ke komunitas/kampung itu.  Pada malam hari terdengar bunyian binatang melata yang menggambarkan antar alam dan makluk hidup di daerah tersebut  hidup saling berhubungan. Kateduhan kebisingan akan sejenak dilupakan apabila bertahan dan mendiami kampung itu serta kita bisa merasakan sunggu menyejukan hati dan sangat bersahabat. Kita juga akan bisa berbagi bersama masyarakat adat setempat sejanak menceritakan pengelaman menarik dan keunikan dari kampung rendu.

Rendu dikenal sejak duluh adalah sebuah kampung yang di huni kurang lebih penduduk sekitar 5000an orang  penduduk dengan hidup bergantung sumber pertanian dan potensi alam yang ada di wilayah itu. Banyak orang meyakini bahwa wilayah kampung rendu memiliki kehidupan masa depan yang menjanjikan apabila di jaga dan dipergunakan sebai-baiknnya oleh warga masyarakat di komunitas adat tersebut.

Disisi yang lain kehidupan masyarakat adat rendu sangat bersahabat dengan siapa saja yang ingin berkunjung ke kampung itu. Namun persahabatan itu akan sirna saat ini, sebab masyarakat adat rendu mengalami sebuah persoalan besar yang memecah belah kehidupan yang terjalin dengan baik sejak dahulu secara turun temurun.

Menurut cerita sesunggunya Masyarakat rendu mempunyai jiwa berjuang yang diwarisi secara turun temurun dalam merebut dan mempertahankan wilayah kehidupan. Jiwa perjuangan itu di warisi oleh nenek moyang orang rendu untuk mempertahankan tanah, dan seluruh sumber potensi kekayaan Alam yang ada di komunitas adat Rendu

Komunitas adat rendu di kenal kemana saja namun didalam Rendu itu sendiri terdiri beberapa kampung yaitu kampung Rendu Butowe,Ulupulu,Labolewa serta rendu ola yang merupakan kampung tertua.

Ketika masyarakat adat Rendu memiliki semua yang di titipan leluhur  untuk dijaga hingga sekarang ini, namun dengan sengaja dan karena menginginkan  kebutuhan yang instal  maka, wilayah kehidupannya  orang rendu mau digadaikan kepada pihak luar yang ingin menguasai wilayah kesuburan  itu.

Cerita tokoh-tokoh tua orang rendu bahwa dalam mempertahankan tanah membutukan perjuangan sebab tanah yang di tempatkan saat ini adalah tanah hasil perjuangan dengnan mengorbankan jiwa banyak orang hanya ingin generasi saat ini kehidupannya bisa lebih baik. Dan dahulu nenek moyang orang rendu memperjuangkan tanah dengan kucuran darah demi mempertahankan tanah dan wilayah kehidupan itu.

Wilayah kehidupan orang rendu sejak dahulu sudah di jaga baik oleh tetua-tetua demi melindungi kehidupan kenerasi ribuan tahun yang akan datang.

Seorang ibu yang bernama Fransiska dengan kondisi umur kurang lebih 70 an tahun mengatakan bahwa mempertahankan tanah adalah mempertahankan hidup. Semua manusia di dunia ini akan hidup jika ada tanah.

Menurutnya tanah adalah harta warisan yang tidak akan habis terpakai.  Tanah sangat erat kaitannya dengan perempuan. Jika tanah itu di seroboti di rusaki ataupun tidak pergunakan secara baik maka akan menjadi korban untuk semua orang. Sama halnya sama perempuan, kalau perempuan melahirkan anak tidak ada tanah yang akan memberikan penghidupan untuk seorang manusia maka, mau kemana manusia bisa

hidup.

“Tanah kami adalah kehidupan kami, karna kami perempuan yang sangat merasakan dampaknnya, kalau kami melahirkan anak sementara tidak adat tanah, anak kami mau kemanakan?”,Kata mama Fransiska.

Mama fransiska juga menjelaskan kalau tanah itu tidak lagi berkembang sementara manusia itu terus berkembang, jadi pemerintah harus memikirkan itu.

“ Tanah itu tidak lagi berkembang sedangkan manusia itu terus berkembang jadi pemerintah harus memikirkan itu”,Jelasnya.

Kehidupan masyarakat rendu sebelumnya adalah baik dan penuh rasa kekeluargaan mulai dari Rendu butowe, ulupulu dan Labolewa. Namun sekarang ini kehidupan mereka terpecahkan ataupun terkotak-kotak hanya karna ingin selembar uang dan mengorbankan wilayah kehidupan semua orang yang hidup di rendu.

Warga rendu sejak dahulu sudah mulai hidup bertani di tanah rendu sebab tanah rendu adalah tanah yang subur. Di wilayah itu cocok untuk semua tanaman baik itu pertanian perkebuanan, ataupun ternak. Wilayah cukup luas dan sangat menjanjikan untuk orang rendu hidup baik dari genereasi-ke generasi.

Terpecah belah warga rendu saat ini hanya karena program Pemerintah pusat yang ingin pembangunan waduk di wilayah  Rendu butowe, Ulupulu dan labolewa. Tujuan Pemerintah untuk di bangunnya waduk lambo sebenarnya baik jikalau dalam proses pelaksanaan mulai dari musyawara dan menentukan pelaksanaan pembangunan itu melibatkan orang yang mempunyai pemilik atas tanah itu.

Program pemerintah pun semestinnya menjawab penderitaan masyarakat dan harus memberi rasa nyaman untuk masyarakat Rendu.

Peristiwa yang terjadi di Rendu saat ini terkait dengan Pembangunan Mega proyek Waduk lambo oleh Pemerintah Nagekeo yang di dengungkan adalah program dari pusat dengan besar anggaran satu triliun rupiah.

Namun, pada Perjalanannnya Pemda mengabaikan konsep partisipatif yang transparasi dengan masyarakat terkait dengan pembangunan Waduk Lambo. Selain itu, Pemerintah tidak memperhitungkan kajian dampak lingkungan terhadap pembangunan waduk tersebut, apakah berdampak postif atau negatif pada kehidupan masyarakat.

Memang benar, harus kita bersyukur dengan terpilihnya Joko widodo menjadi presiden ke tujuh Republik Indonesia sedikit membawa angin segar terhadap pembangunan di wilayah Indonesia bagian Timur lebih khususnya propinsi seribu pulau Nusa Tenggara Timur (NTT). Saking segarnya angin kemudian masyarakat NTT  khususnya kabupaten yang menterjemahkan program jokowi sampai kebablasan. Seharusnya kalau mau membangun apapun bentuknnya harus berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat bukan sebaliknnya menindas kembali masyarakat.

Salah satu kabupaten yang sangat kebablasan adalah kabupaten Nagekeo dengan alasan program dari pusat Pemda lupa bahwa di lokasi yang di tetapkan sebagai lokus pembangunan itu sama sekali tidak ada penghuni. Padahal Lokasi yang di tetapkan itu adalah lokasi milik komunal mempunyai hak atas tanah.

Rencana pemda Nagekeo untuk membangun waduk mega proyek semestinnya melibatkan partisipatif masyarakat. Pemda harus menghormati komunitas adat yang mempunyai hak atas tanah dan juga memperhatikan dampak kehidupan sosial masyarakat di daerah itu.

Sasaran pembangunan waduk adalah membutukan luasan wilayah tanah sementara dalam proses untuk merencanakan pembangunan waduk tersebut tidak melibatkan pemilik atas tanah ulayat tersebut. (bersambang)