Nagekeo,6 April 2017- Masyarakat adat Lape yang ada di Kabupaten Nagekeo wilayah PD AMAN Flores Tengah menginginkan adanya pengakuan dan Perlindungan dari Pemerintah Nagekeo akan keberadaannya dan hak – hak atas Wialayah adat.
Hal ini dikatakan oleh Philipus Liba’a, Ketua Lembaga Persekutuan Adat Lape di Mbay pada Sosialisasi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) oleh AMAN Nusa Bunga pagi ini (06/04).
Philipus mengatakan bahwa masyarakat adat Lape dari ke tujuh Woe sudah menempati wilayah lape Kurang lebih 700 tahun dan itupun Negara indonesia belum ada, dan kini ketika negara ini di bentuk maka masyarakat adat lape mulai dipersempit wilayah adat dan hak-hak masyarakat adatpun mulai di rampas.
“Kami hidup di wilayah adat lepe sudah lama dan menempati wilayah Lape itu negera belum di bentuk, jika hari ini negera ini sudah ada yang ada hak-hak kami sebagai masyarakat adat mulai di rampas” Kata Phlipus
Menurutnya selama masyarakat adat Lape menempati wilayah adat yang menjadi warisan leluhur hingga kini keberadaan masyarakat adat Lape sama sekali belum diakui oleh kelompok – kelompok tertentu sehingga merampas hak – hak kepemilikan yang menjadi warisan leluhur terus berlanjut.
“Kami ingin pengembalian hak – hak atas ulayat tanah yang menjadi warisan leluhur kami karena ada kelompok – kelompok tertentu tidak mengakuai ‘woe’ atau suku dan mencoba mengambil alih hak – hak kami” katanya.
Philipus menambahkan bahwa keinginan masyarakat adat Lape bergabung karena termotivasi semangat perjuangan organisasi AMAN terhadap masyarakat adat yang begitu besar dalam mempertahankan warisan leluhur.
“Kami sudah lama mendengar tentang AMAN dan perjuangannya sehingga ketujuh woe yang ada di komunitas Lape sepakat untuk bergabung dalam organisasi besar ini” tambahnya.
Kepada para pemangku adat Lape, Ketua AMAN Nusa Bunga, Philipus Kami menjelaskan untuk menjadi komunitas adat yang bergabung dalam AMAN, komunitas itu harus memiliki wilayah adat, struktur lembaga adat, sistem peradilan adat dan ritual/.seremonial adat karena keempat hal itu menunjukan identitas masyarakat adat.
“Ciri sebuah masyarakat adat adalah masih melaksanakan ritual adat, memiliki wilayah adat, struktur kelembagaan adat dengan sistem peradilan adat yang berlaku dalam komunitas adat itu” jelanya.
Philipus yang juga anggota DPRD Kabupaten Ende ini mengatakan kalau perjuangan masyarakat adat itu bukan melawan pemerintah tetapi memberikan solusi kepada pemerintah untuk lebih memahami secara utuh hak – hak masyarakat adat dimana hak – hak itu ada sebelum negara terbentuk. Masyarakat adat memiliki tanah, air dan seluruh kekayaan alam yang ada di dalam wilayah kehidupannya.
“Masyarakat adat itu memiliki sumber daya alam yang ada di dalam wilayahnya namun pemerintah seolah – olah tidak mengakuinya sehingga masyarakat adat hadir untuk memberikan solusi agar pemerintah memahami secara utuh hak – hak masyarakat adat” tuturnya.
Lanjut di katakannya, Seharusnya Pemerintah kabupaten yang ada di daerah ini harus bisa menterjemahkan Keputusan MK Nomor 35/PUU-X/2012 atas Yudikal review UU Kehutan No 41 dan Edaran Mentri dalam negeri No 52 tentang pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Jika hal ini tidak di lakukan maka persoalan masyarakat adat akan terus berlanjut dan penindasan negera terhadap rakyatnnya akan terus terjadi. (Tim Infokom)