Mikhael Ane: Pertahankan Tanah Leluhur Sampai Dipenjarakan

“Tanah warisan adalah harga mati dan siapapun yang berani mengambilnya, nyawa adalah taruhan”

Sebuah ucapan heroik yang dilontarkan oleh Mikhael Ane, warga Komunitas adat Ngkiong, desa Ngkiong – Kecamatan Poco Ranaka Timur, Manggarai Timur.
Mikhael pernah dipenjarakan karena tuduhan penebangan kayu di kawasan TWA oleh petugas TWA Manggarai Timur bernama Alfridus Alang saat sedang menebang kayu di Lingko Winong yang merupakan lingko milik leluhurnya.

Petugas TWA menjebaknya dengan mendatangi lokasi bersama tua teno agar dirinya menyerahkan semua kayu hasil pemotongannya.
Akhirnya petugas berhasil membawanya pada tanggal 8 September 2012 dengan menyita dua buah alat sensor, dua lembar kain songket, uang tunai senilai Rp 28.850.000,00 dan 98 batang papan dan balok hasil pemotongannya.

“Saya ditangkap oleh petugas TWA yang batang bersama tua teno dengan menyita alat sensor, kain songket, uang tunai Rp 28.850.000,00 dan kayu hasil pemotongan saya sebanyak 98 batang” katanya.

Setelah ditangkap, Mikhael dipenjarakan selama satu setengah tahun dengan tuduhan melanggar UU no 41 tahun 1999 tentang Hutan Negara padahal hutan yang diklaim pemerintah sebagai hutan negara itu terletak di kawasan tanah warisan leluhurnya.
Namun yang disesalkan Mikhael hingga saat ini adalah barang dan uang yang disita petugas TWA tidak dikembalikan lagi kepadanya padahal jika diuangkan maka kerugian Mikhael mencapai ratusan juta.

“Saya merasa dibodohi oleh petugas TWA karena setelah menangkap dan menyita semua barang – barang saya namun hingga kini barang – barang itu tidak dikembalikan lagi kepada saya” tuturnya.

Mengundang Team UKP3

Saat mendengar team UKP3 PW AMAN wilayah Nusa Bunga melakukan pemetaan wilayah adat di komunitas adat Golo Linus – Elar Selatan, Mikhael langsung mengabari team untuk menyambangi rumahnya kalau hendak pulang ke Ende setelah kegiatan pemetaan.
Dan undangannya pun dipenuhi oleh ketua team, Hans Gaga bersama teman – teman pada 22 November 2016, jam 10.00 pagi di Ngkiong, Poco Ranaka Timur – Manggarai Timur.

Mikhael yang sejak pagi telah menunggu langsung menceritakan pengalamannya setelah keluar dari penjara sekitar Maret 2014 dimana dirinya membuka lahan baru untuk mengerjakan kebun.\
Namun tutur Mikhael hingga detik ini dirinya masih dilarang oleh pihak TWA agar tidak membuka kebun di kawasan itu bahkan diancam oleh oknum TWA.
“Rupanya petugas TWA itu belum mengerti putusan MK 35/PUU-X/2012 tentang Hutan Adat bukan lagi Hutan Negara sehingga seenaknya saja mengancam masyarakat”katanya.

Ditambahkan Mikhael bahwa pemerintah tidak punya tanah ulayat namun mengklaim bahwa tanah ulayat masyarakat adat itu sebagai tanah negara dan ketika masyarakat adat hendak mengambil kembali tanah ulayat tersebut pemerintah malah balik mengancam masyarakat.
Sebaliknya cerita Mikhael kalau kebun yang digarapnya sekarang sudah ditanami kopi namun dicabut oleh orang yang tidak diketahui identitasnya dan apabila diketahui identitasnya maka pihaknya akan memproses pelaku tersebut
.
“Negara kita sudah merdeka tapi saya kerja kebun di tanah leluhur saya koq masih dilarang. Saya tidak pernah takut dengan ancamannya karena saya tahu kalau tanah tersebut warisan leluhur kami. Apa pun terjadi kami akan mengambilnya lagi ” terangnya.(simone welan)