Pemuda Adat Ngkiong Tolak Politik Uang di Pemilu 2024

AMAN Nusa Bunga- Sejumlah pemuda adat yang tergabung dalam gerakan Pemuda Peduli Adat Ngkiong menggelar kegiatan sosialisasi gerakan tolak politik uang pada Pemilu 2024 kepada seluruh muda-mudi serta pelajar di desa Ngkiong Dora, Kecamatan Lamba Leda Timur, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, pada Minggu (3/12/2023).

Ketua Pemuda Peduli Adat Ngkiong Dora, Roldian Maryono mengatakan sosialisasi tolak politik uang ini sebagai bentuk kepedulian pemuda adat terhadap jalannya Pemilu yang demokratis.

Roldian menuturkan bahwa kegiatan sosialisasi tolak politik uang menjadi penting sebab pemuda sebagai pemilih pemula masih banyak yang belum mengetahui bahwa politik uang melanggar hukum.

“Melalui kegiatan sosialisasi ini kita ingin berbagi vitamin pengetahuan kepada para kawula muda khususnya di desa Ngiok agar dapat memahami bahwa politik uang itu melanggar hukum,” ungkap Roldian disela-sela kegiatan.

Roldian menegaskan bahwa Pemuda adat  tidak boleh menerima uang pada Pemilu 2024 mendatang.

“Hal ini penting agar menjadi contoh bagi pemuda lainnya sehingga pelaksanaan Pemilu nantinya bisa berjalan dengan baik. Karena, Pemilu yang baik  melahirkan pemimpin yang baik pula, bukan pemilik modal,” tegas Roldian.

Dirinya berharap agar para pemuda juga menjadi pemilih aktif yang turut menjaga agar Pemilu 2024 menjadi pemilu yang bermartabat tanpa politik uang.

“Kita harapkan pemuda di desa Ngiok juga turut aktif menjadi penjaga dan pengawas jalannya pemilu 2024 ini. Apabila, menemukan pelanggaran, seperti oknum politisi yang bagi-bagi uang, diharapkan Pemuda Adat bisa melaporkan pelanggaran tersebut ke panitia Pengawas Pemilihan Umum,” tutur Roldian.

Hal senada disampaikan oleh tokoh pemuda adat Febrianus Evan bahwa sebagai pemilih yang cerdas, harus pemuda adat mencari informasi calon pemimpin, bagaimana visi-misinya sehingga pemilih tahu figur calon pemimpin yang akan dipilihnya.

“Semakin banyak menerima informasi akan bisa lebih tahu untuk memilih seorang pemimpin, sehingga nanti masyarakat dapat memilih pimpinan yang mampu melindungi masyarakat dan dapat mensejahterakan masyarakatnya,” jelasnya.

Febrianus mengatakan pemuda adat harus menghindari politik hitam, yang biasanya sudah muncul jelang Pemilu. Sebab, politik hitam cenderung arahnya menghasut dan mengadu domba.

“Ini harus dihindari, pemuda adat jangan mudah terprovokasi maupun mempercayai berita yang tidak benar. Cari tahu dan cari sumber berita yang dapat dipercaya sehingga informasi itu bisa dipertangungjawabkan,” ungkapnya.

Namun, Febrianus percaya bahwa pemuda adat adalah generasi yang pintar dan cerdas, sehingga tidak terbawa oleh hal yang negatif atau black campaign.

Sementara itu, Zakarias Gara Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Manggarai Timur menyatakan tujuan dari sosialisasi ini adalah memberikan pencegahan dan pemahaman kepada masyarakat mengenai pengertian, ragam atau jenis, dampak, dan cara pencegahan terjadinya praktik politik uang dalam penyelenggaraan Pemilu.

Zakarias menegaskan bahwa sosialisasi ini penting untuk memberikan pendidikan politik, serta mengajak masyarakat berpartisipasi dan menyebarkan virus pengawasan partisipatif.

“Kita ingin Pemilu 2024 mendatang bersih dari praktek politik uang dan black campaign,” ungkap Zakarias di sela-sela kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pencegahan politik uang dalam Pemilu 2024.

AMAN Gandeng ICW Gelar Workshop Antikorupsi Dan Pelatihan Jurnalis Masyarakat Adat di Manggarai NTT

Oleh Simon Welan

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama Indonesian Corruption Watch (ICW) menggelar workshop kampanye antikorupsi sekaligus pelatihan jurnalis Masyarakat Adat bagi komunitas Masyarakat Adat anggota AMAN di Hotel Sindha Ruteng, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 28 November hingga 1 Desember 2023.

Dua kegiatan yang digelar secara berkesinabungan ini dibuka oleh Ketua AMAN Wilayah Nusa Bunga, Maximilianus Herson Loi pada Rabu 28 November 2023. Kegiatan ini turut dihadiri perwakilan Infokom PB AMAN dan ICW.

Dalam sambutannya, Herson Loi mengatakan bahwa pelaksanaan workshop kampanye antikorupsi dan pelatihan jurnalis Masyarakat Adat ini merupakan kegiatan yang luar biasa. Herson Loi mengaku ini untuk pertama kalinya di masa kepemimpinannya dilaksanakan dua kegiatan sekaligus di AMAN wilayah Nusa Bunga. Menurutnya, kegiatan ini memberi dampak positif terhadap kemajuan AMAN Nusa Bunga.

Herson Loi menuturkan kerjasama antara AMAN dan ICW dalam memberikan pemahaman yang benar terhadap korupsi adalah hal baru bagi warga komunitas adat di Nusa Bunga. Sehingga, sangatlah penting bagi komunitas adat untuk memperoleh pengetahuan tentang korupsi itu sendiri.

“Kami sangat awam tentang korupsi itu, yang dalam pemahaman kami hanya sebatas tindakan pengambilan uang yang bukan miliknya. Namun ternyata korupsi itu mencakup banyak hal, yang sangat erat kaitannya dengan pengambilan hak – hak orang lain termasuk pengambilan dan perampasan sumber daya alam,” kata Herson Loi.

Ia melanjutkan kolaborasi antara AMAN dan ICW dalam kegiatan ini dimaksudkan agar para pseserta yang terdiri dari utusan komunitas adat, utusan pemuda adat, utusan perempuan adat mampu melihat situasi dan kondisi di komunitas masing – masing. Selanjutnya,  melaporkannya lewat tulisan – tulisannya sebagai data awal untuk mencari fakta lapangan terhadap korupsi yang terjadi di setiap komunitas adat masing – masing.

“Sebagai jurnalis Masyarakat Adat, kita harus berani mengungkapkan fakta dengan data lapangan yang akurat, terutama yang berkaitan dengan korupsi di komunitas adat kita masing – masing,” imbuhnya.

Sementara, Tibiko Zabar dari ICW dalam sambutannya menuturkan korupsi terhadap Sumber Daya Alam di Indonesia masuk dalam kategori korupsi terbesar karena berakibat pada pengerusakan terhadap lingkungan, hutan dan lahan masyarakat yang berbuntut pada kerugian sosial bagi warga yang didalamnya termasuk Masyarakat Adat.

Tibiko Zabar menyebut ICW mencatat dari data pemantauannya sepanjang 2006 – 2015, kerusakan hutan (deforestasi) mencapai nilai Rp 499.507 triliun yang mengindikasikan kerugian negara sangat tinggi dengan korelasi korupsi semakin tinggi juga.

Tibiko menjelaskan di tengah pemberantasan korupsi yang sedang tidak baik – baik saja ini, Masyarakat Adat diharapkan turut mengambil peran secara aktif dalam pemberantasan korupsi terhadap Sumber Daya Alam yang dimilikinya. Sebab, pihak yang paling merasakan dampak langsung dari kerugian tersebut adalah Masyarakat Adat itu sendiri.

“Sebagian besar pemilik lahan dan hutan di Indonesia adalah Masyarakat Adat, karenanya  yang terkena dampak langsung dari deforestasi dan korupsi Sumber Daya Alam adalah Masyarakat Adat,” jelasnya.

Tibiko yang juga fasilitator muda ICW ini menuturkan, berangkat dari kesadaran akan pentingnya memperkuat pengetahuan tentang antikorupsi bagi Masyarakat Adat, maka ICW bersama AMAN menyusun modul pembelajaran antikorupsi secara online untuk memperkenalkan dan memperluas pengetahuan yang ada di Akademi Antikorupsi sebagai langkah kolaboratif untuk kampanye antikorupsi secara bersama.

“Kita berharap workshop ini menjadi salah satu upaya untuk menguatkan kapasitas kelompok Masyarakat Adat dalam berpartisipasi untuk melakukan upaya perlawanan terhadap korupsi dan semakin kuat dalam melakukan advokasi,” tuturnya.

***

Penulis dari Infokom AMAN Wilayah Nusa Bunga

Wow, Masyarakat Adat ‘Tala Pia’ Punya Kalender Adat Sendiri

Perempuan Adat "Ina Tonu Wujo" sebagai simbol kehadiran dewi padi "Nogo Ema" dalam Upacara "Buka Keba"

Larantuka NBN– Komunitas masyarakat adat di Desa Lewotala, Kecamatan Lewolema, Kabupaten Flores Timur, rupanya mempunyai bentuk unik pemberian nama-nama bulan.

Tak seperti dalam kalender Masehi yang didasarkan pada pengitaran bulan mengelilingi bumi, penyebutan nama-nama bulan orang Lewotala mempunyai relasi erat dengan aspek sosio-kultural masyarakat di desa itu.

Adapun keunikan penyebutan dan penggolongan nama-nama bulan ini menyimpan konsep pengetahuan masyarakat lokal di Desa Lewotala, khususnya konsep pengetahuan  dalam dunia pertanian.

Berikut nama-nama bulan dalam komunitas masyarakat adat di Lewotala.

Bulan pertama adalah ‘Wulan Nikat’ atau bulan menanam. Bulan menanam ini ditandai dengan penghantaran benih padi dari lumbung padi desa yang disebut ‘Keba’ menuju ke ladang atau kebun adat ‘Ma Ora’.

 

Proses penghantaran benih padi ini dimulai dengan upacara atau ritual adat yang diiringi dengan nyanyian yang mengisahkan asal-usul Dewi Padi ‘Raran Tonu Wujo’.

Dalam bulan ini banyak sekali larangan atau pantangan bagi warga Desa Lewotala. Pantangan itu antara lain, tidak boleh membuat keributan (acara pesta, bunyi-bunyian, perkelahian, dll), tidak boleh melaut dan larangan membunuh hewan-hewan tertentu, seperti anjing.

Bagi warga yang melanggar pantangan ini, perlu dilakukan seremoni adat sebagai sarana pemulihan. Pantangan ataupun larangan ini berlaku dalam waktu yang panjang hingga memasuki masa panen.

Bulan yang kedua adalah Wulan Ga Taken yang secara harfiah berarti ‘Bulan Tidak Makan’. Sesuai penyebutannya, dahulu masyarakat Lewotala mengalami masa krisis pangan. Yang mana mereka makan seadanya dengan umbi-umbian dan pangan lokal.

Masa krisis ini dipengaruhi oleh angin kencang atau badai yang menerjang daerah Lewotala. Bulan ini masuk dalam bulan Februari jika dikaitkan dengan sistem kalender Masehi.

Pada bulan ini, masyarakat petani dilarang untuk menanam. Dan jika dilanggar, kebun yang ditanami padi pada bulan ini akan mengalami gagal panen.

Bulan yang ketiga adalah Wulan Matun. Secara harfiah, berarti ‘Bulan Rumput’. Bulan ini adalah bulan yang digunakan untuk membersihkan rumput di kebun ataupun ladang, setelah melewati masa hujan dan badai yang tak kunjung henti,

Bulan ini ditutupi dengan upacara Pau Pusaka atau Pau Kaka Bapa di rumah besar milik Kepala Suku. Dalam upacara ini, anak-anak dan orang tua wajib berkumpul di rumah besar sukunya masing-masing.

Upacara ini merupakan ucapan syukur setelah melewati badai dan memohon berkat berlimpah untuk hasil panen dari ‘Rera Wulan Tanah Ekan’ beserta para leluhur untuk berkat terhadap hidup dan panen.

Adapun kemiri dalam upacara Pau Pusaka ini dipakai pada keesokan harinya untuk dioleskan pada daun padi di setiap kebun warga. Bulan ini dalam kalender Masehi berkisar sekitar Februari hingga Maret.

Bulan keempat adalah Wulan Nalan yang secara harfiah berarti ‘Bulan Dosa’. Sesuai namanya, pada bulan ini warga dilarang membawa pulang hasil kebun atau ladang ‘Labu dan Jagung Mudah’ ke rumah.

Jika ada warga yang melanggar pantangan ini, dia harus melakukan ritual pemulihan sebagai silih terhadap kesalahan yang telah dilakukannya dengan memotong seekor kambing dan babi di kebun miliknya. Bulan ini terjadi sekitar bulan April dalam kalender Masehi.

Bulan kelima adalah Wulan Muren. Secara harfiah, berarti ‘Bulan Benar’. Pada bulan ini, warga sudah diperbolehkan membawa pulang hasil kebun atau ladang secara terbuka.

Warga diwajibkan membuat pondok di kebun masing-masing untuk persiapan menampung hasil panen.

Bulan ini ditandai dengan upacara adat di kebun adat. Upacara ini dinamai dengan upacara Kerja. Setelah upacara ini, warga diperbolehkan membawa hasil panen ke rumah masing-masing.

Bulan keenam, yakni Wulan Kolin Wain dan memiliki arti ‘Bulan Panen’. Pada bulan ini, warga dapat mulai memanen padi di ladangnya masing-masing.

Masyarakat Desa Lewotala melakukan ritual besar-besaran di kebun adat sebagai bentuk syukur atas hasil panen. Upacara ini disebut upacara ‘Haman Man’.

Upacara ‘Haman Ma’ ini sebagai tanda berhentinya bulan ‘Kolin Wain’ atau bulan panen. Bulan ini kira-kira berlangsung pada bulan Mei dalam perhitungan kalender Masehi. Orang yang lahir pada bulan ini diyakini hidupnya akan baik.

Bulan ketujuh disebut Wulan Tanah Maran. Secara harfiah, berarti ‘Bulan Tanah Kering’. Pada bulan-bulan ini, permukaan tanah pecah-pecah pertanda memasuki musim kemarau. Bulan ini berlangsung selama 2 kali. Kira-kira dari bulan Juni hingga Juli.

Bulan kedelapan adalah Wulan Lera Kakan yang secara harfiah berarti ‘Bulan Kakak Matahari’. Sesuai namanya, bulan ini adalah puncak dari musim kemarau yang mana matahari terasa sangat panas.

Hal ini berlangsung cukup lama, kira-kira memakan waktu 2 hingga 3 bulan dalam penanggalan kalender Masehi. Kira-kira dari bulan Agustus.

Wulan Hiwan. Secara harfiah, berarti ‘Bulan Sembilan’ yang merupakan bulan persiapan membuka ladang atau kebun baru.

Pada bulan ini, warga mulai mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk membuka lahan atau ladang baru dan peralatan berburu.

Lalu ada juga Wulan Piton atau ‘Bulan Tujuh’. Bulan ini adalah kelanjutan dari bulan sebelumnya. Setelah alat dan bahan disiapkan, persiapan lahan dimulai dengan memotong pohon dan membersihkan rumput di lahan garapan baru yang disebut ‘Geto Eta’.

Ada juga Wulan Lema. Secara harafiah berarti ‘Bulan Lima’. Pada bulan ini, warga membakar kayu dan rumput di ladang baru. Kegiatan membakar kayu dan rumput di ladang ini disebut ‘Seru Eta’.

Lalu, Wulan Telon yang secara harfiah, berarti ‘Bulan Tiga’. Bulan ini digunakan untuk membersihkan rumput dan puntung-puntung kayu dan membuat terasering di ladang. Tahap terakhir persiapan lahan untuk menanam.

Dari uraian tentang penyebutan nama-nama bulan ini, terbaca bahwa bentuk penamaan bulan oleh masyarakat tradisional Desa Lewotala mengikuti siklus dunia pertanian.

Hal ini dapat dilihat dari nama-nama bulan, antara lain ‘Wulan Nikat’ (Bulan Menanam); Wulan Matun ‘Bulan Rumput’; ‘Wulan Kolin Wain’ (Bulan Panen); ‘Wulan Hiwan’ (Bulan Sembilan); ‘Wulan Pito’ (Bulan Tujuh); ‘Wulan Lema’ (Bulan Lima); dan ‘Wulan Telo’ (Bulan Tiga).

Juga ‘Wulan Tanah Maran’ dan ‘Wulan Lera Kakan’ yang menggambarkan situasi yang dirasakan oleh masyarakat setempat akibat musim kemarau.

Pantangan mengenai hal yang tabu dan yang boleh dilakukan pada ‘Wulan Nalan’ dan ‘Wulan Muren’ merupakan salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat dalam rangka menjaga keselamatan hidup dan keharmonisan  sesama sebagai suatu paguyuban.

Sumber wawancara dan tulisan; 1.) Yohanes Kerobi Hurint (Ketua Komunitas Tetua  Adat Desa Lewotala); 2.) Kamus Koda Kiwan (2008), Karl-Heinz Pampus.

AMAN Berhasil Memediasi Penyelesaian Tapal Batas Boafeo dan Mbotutenda

ENDE. Nusa bunga.- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Nusa Bunga berhasil memediasi penyelesaian tapal batas di kawasan hutan Padha Mbewu antara desa Mbotutenda dan desa Boafeo yang selama ini terjadi pengklaiman diantara kedua desa tersebut sebagai pemilik atas tanah ulayat hutan tersebut.

Mediasi penyelesaian tapal batas itu terjadi di Kantor Desa Boafeo pada Juma’t (17/11) dalam musyawarah tapal batas yang melibatkan kedua kepala desa masing – masing (Kepala desa Boafeo, Quintus Laja dan Kepala desa Pemo Mbotutenda, Florianus Rengi), kedua Mosalaki masing – masing (mosalaki Tana Mudegagi, Epifanus Labhu dan mosalaki Uzlu Pu’u Mukhu Eko Rewu Sura, Vinsensius Mari) para tokoh masyarakat dan stakeholder yang ada di desa Boafeo.

Mosalaki pu’u Komunitas Adat Uzlu Pu’u Muku Eko Rewu Sura, Vinsensius Mari dalam forum musyawara tapal batas tersebut mengatakan persoalan tapal batas di hutan Padha Mbewu ini harus diselesaikan secara baik dengan suasana damai dan kekeluargaan agar tidak terjadi persoalan yang muncul di kemudian hari.

Penanadatnganan berita acara tapal batas
“Kita harus punya kesepakatan bersama untuk menentukan tapal batas Padha Mbewu dari sekarang agar tidak menitipkan persoalan untuk anak cucu kita yang akan datang,” katanya.

Dalam diskusi itu, hal yang sama juga diungkapkan Mosalaki Tana Mudegagi, Epifanus Labhu yang bersepakat dengan hasil keputusan diskusi bersama di ruangan kepala desa. Dirinya berharap agar kesepakatan yang menjadi sejarah baru dalam penentuan tapal batas Padha Mbewu ini dapat dituturkan kepada anak cucu yang akan datang agar tidak lagi terjadi saling klaim tapal batas di wilayah itu.

“Saya sependapat dengan apa yang telah kita sepakati bersama ini sehingga hari ini menjadi sejarah baru untuk kita dan anak cucu kita yang akan datang agar tidak te rjadi lagi pengklaiman batas wilayah di Padha Mbewu” tuturnya.

Sementara itu Hans Gaga, Biro UKP3 AMAN Nusa Bunga mengatakan penyelesaian tapal batas antara Boafeo dan Pemo Mbotutenda merupakan rujukan dasar untuk melakukan pemetaan wilayah adat dalam sebuah desa.

”Syarat utama dalam pemetaan partisipasif harus ada kesepakatan tapal batas antar wilayah yang dituangkan dalam berita acara tapal batas,” tegasnya.

Lebih lanjut Hans menegaskan bahwa dokumen berita acara tersebut digunakan sebagai bukti kekuatan hukum untuk memperjelas batas wilayah agar dikemudian hari tidak akan terjadi saling klaim antar wilayah yang satu dengan yang lain.

Seperti yang disaksikan jongflores.com sesaat sebelum hasil kesepakatan bersama atas tapal batas tersebut didiskusikan, mosalaki Tana Mudegagi dan kepala desa Pemo Mbotutenda bersama staf AMAN Nusa Bunga dan beberapa stakeholder desa Boafeo diundang secara khusus oleh mosalaki Uzlu Pu’u Muku Eko Rewu Sura dan kepala desa Boafeo guna menempati ruang khusus yang ada di kantor desa untuk berdiskusi dalam suasana kekeluargaan untuk menentukan tapal batas yang ada di hutan Padha Mbewu.

Usai diskusi, mosalaki Ulu Pu’u Muku Eko Rewu Sura mengumumkan hasil diskusi tersebut kepada forum musyawarah dimana wilayah hutan Padha Mbewu terbagi dalam dua wilayah yang sama rata yaitu sebelah utara menjadi wilayah Boafeo dan sebelah selatan menjadi wilayah Mbotutenda dengan penandatanganan berita acara kesepakatan tapal batas.(monajf)

Sumber : http://www.jongflores.com/2017/11/aman-berhasil-memediasi-penyelesaian.html

AMAN dan IESR Adakan Pelatihan Budaya Kopi untuk Petani Boafeo

Nusabunga, Ende,07/12/2017- .Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Nusa Bunga bekerjasama dengan CAFOD dan lIED kembali berkunjung ke Desa Boafeo, Kecamatan Maukaro untuk melakukan pelatihan budidaya dan teknik pengolahan kopi kepada masyarakat.

Pelatihan yang akan berlangsung di Kantor Desa Boafeo ini dilakukan sebagai implementasi dari program Energy Delivery Model (EDM) atau Model Energi Terbarukan yang selama setahun berjalan dilakukan di desa tersebut.

Yuni Kurniyatinigsih, Manajer Program EDM – IESR saat ditemui di Rumah AMAN Nusa Bunga hari Minggu (03/12) mengatakan pelaksanaan pelatihan kopi bagi masyarakat Boafeo yang dilaksanakan saat ini merupakan langkah awal untuk mengimplementasikan rencana tindak lanjut yang pernah disepakati bersama pada bulan Juni 2017 lalu yangmana salah satu skala prioritas yang dilakukan bersama masyarakat adalah Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Produksi Kopi.

“Ada tiga keluaran hasil dari proses pilot EDM di Boafeo yang dilaksanakan bersama dalam tahun berjalan salah satu diantaranya adalah peningkatan pendapatan petani melalui produksi kopi” katanya.

Dijelaskan Yuni, dari ketiga rencana prioritas ini peningkatan pendapatan petani kopi menjadi rencana prioritas yang didahulukan pelaksanaannya mengingat mayoritas pekerjaan masyarakat Boafeo adalah petani kopi yangmana setiap petani memiliki kebun kopi. Namun demikian tambah Yuni sistem pengolahan lahan yang dilakukan para petani masih menggunakan pola tradisional sehingga biji kopi yang dihasilkan tanaman kopi para petani Boafeo belum menghasilkan buah yang maksimal. 

“Pelatihan ini dimaksudkan untuk memberikan penyuluhan kepada para petani dalam meningkatkan produksi kopi hingga proses pengolahannya guna meningkatkan kesejahteraan para petani yang ada di Boafeo,” tuturnya.

Dikatakan manajer program EDM – IESR ini,  kopi Boafeo memiliki kualitas yang sangat bagus namun  cara pengolahan yang masih salah oleh para petani membuat harga kopi Boafeo menjadi turun.

“Para petani cenderung ingin mendapatkan uang secara instan sehngga tidak melakukan proses pengolahan yang baik, padahal proses cepat yang mereka lakukan tidak menambah kualitas kopi yang berbuntut pada menurunnya harga beli ,” jelasnya.

Sementara itu , Koordinator Ekosob AMAN Nusa Bunga, Yulius Fanus Mari mengatakan kehadiran IESR  dalam memberikan Pelatihan Budidaya dan Teknik Pengolahan Kopi saat ini merupakan jawaban atas rencana tindaklanjut yang pernah disepakati bersama masyarakat Boafeo pada bulan Juni lalu dan salah satunya adalah peningkatan kesejahteraan para petani sehingga sangatlah tepat jika pelatihan ini dilakukan untuk meningkatkan kesejhteraan tersebut.

“Saya pikir kegiatan pelatihan ini sangatlah bagus untuk diberikan kepada masyarakat Boafeo yang hampir semuanya memiliki kebun kopi sehingga ke depannya mereka mengubah pola pengolahan tradisional yang selama ini mereka lakukan. Dengan demikian secara perlahan mereka akan mengubah pola lama menjadi pola baru untuk mendapatkan hasil yang maksimal” kata Jhuan Mari.

Ditambahkan Jhuan, terkait persiapan para petani Boafeo dalam mengikuti pelatihan ini, dirinya telah berkoordinasi dengan aparatur desa untuk pelaksnaan kegiatan tersebut yang akan dilaksanakan pada 4-7 Desember 2018.

Menurut rencana pelatihan budi daya dan pengolahan kopi ini akan difasilitasi oleh Yayasan Tana Nua, Ende yang akan dilaksanakan pada 4 – 7 Desember 2017 (welano).

sumber : http://www.jongflores.com/2017/12/iesr-dan-aman-kembali-adakan-pelatihan.html

Profil Aliansi Masyarakat Adat Wilayah Nusa Bunga


Gambara Umum

AMAN atau Aliansi Masyarakat adat Nusantara wilayah Nusa bunga merupakan Organisasi masyarakat adat yang dibentuk berdasarkan musyawara dan kesepakatan bersama dari berbagai komunitas yang ada di Flores Lembata. Komunitas-komunitas adat yang bergabung menjadi anggota AMAN adalah komunitas –komunitas yang memiliki persoalan bersama atas ketertindasan perampasan atas wilayah adat,tanah adat,hutan adat baik itu dilakukan oleh Negara ataupun pihak swasta lainnya.

Organisasi AMAN sendiri mempunyai kriteria untuk membedakan masyarakat adat dan masyarakat lokal/atau spil agar bisa mengetahui siapa itu masyarakat adat. Untuk menunjukan siapa itu masyarakat adat maka perluh dibuktikan dengan Sejarah asal usul, wilayah adat, kelembagaan adat, hukum dan peradilan adat dan kearifan budaya adatnya.

Di Flores nusa Bunga awal mula terbentuknya organisasi masyarakat adat dimulai dengan advokasi persoalan perampasan atas wilayah adat yaitu dengan di bentuk Aliansi Masyarakat Adat Tiwu Telu (AMATT) yang digagas oleh aktvis pergerakan.

Pada tahun 1996 berdasasarkan situasi obyektif ketertindasan masyarakat adat atas perampasan wilayah adat dan tanah adat oleh Negara maka, masyarakat adat yang berada di area kawasan taman Nasional kelimutu mendeklarasikan diri dengan Aliansi masyarakat adat Tiwu telu. Ada 12 komunitas adat penggagas awal dalam melawan kebijakan negara yang tidak berpihak kepada masyarakat adat.

Mengapa Tiwu Telu ? Karena Tiwu telu itu adalah sebuah nama dalam bahasa daerah dari Danau tiga warna kelimutu. Dari kelimutu komunitas adat mulai membentuk forum perjuangan untuk kembali mengambil haknya yang di rampas oleh pemerintah untuk perluasan Taman Nasional.

Dari ke 12 komunitas yang berada di areal kelimutu kemudia mulai menyatakan tekad yang sama dan mengorganisir diri dalam sebuah Aliansi Masyarakat Adat Tiwu Telu. komunitas yang masuk dalam kawasan TN Kelimutu adalah komunitas adat Niuwula, Ndito, Saga, Wolomasi, Wolofeo, Sipijena, Pemo, Woloara, Tenda, Wivipemo, Kelurahan Wolojita dan Roga.

Persoalan Masyarakat adat Tiwu Telu mendapatkan Respon cukup meluas sehingga berdampak pada pembentukan Jaringan Perjuangan Masyarakat Adat NTT yang disebut dengan JAGAT. JAGAT ini di deklarasikan oleh aktivis masyarakat adat untuk bisa menghimpun komunitas adat yang ada se NTT untuk tetap memperjungkan hak-haknya. Konflik masyarakat adat NTT adalah konflik tanah mulai dari pulau Timor hingga Flores sehingga gagasan itu kemudian pada konggres Pertama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara di Jakarta JAGAT dan AMATT bergabung berjuang secara bersama dari seluruh komunitas adat di Nusantara dengan menggunakan organisasi bertaraf Nasional yaitu AMAN ( Aliansi Masyarakat Adat Nusantara )

Dari perjalanan panjang kerja organisasi kemudian AMAN membentuk struktur dengan menggunakan region dan menggunakan kepengurusan wilayah yang meliputi beberapa kabupaten di tingkatan Propinsi dan Perngurus daerah yang meliputi 3 kabupaten

Tujuan perjuangan AMAN sangat mulia yaitu menghantarkan masyarakat adat yang Berdaulat secara Politik Mandiri secara Ekonomi dan Barmatabat secara budaya.

Statemen dalam kongres Pertama AMAN pada tahun 1999 sangat Keras dengan Menjatakan Kepada Negara bahwa jika Negara tidak Mengakui kami maka kami tidak akan mengakui adanya Negara. Pernyataan kongres ini dinyatakan dengan sangat keras dengan landasan yang cukup kuat bahwa menjadi landasan utama terbentuknya Negara adalah masyarakat adat.

Bangsa ini dideklarasi oleh pendiri bangsa atas perjuangan masyarakat adat dengan saat ini dikenal dengan pahlawan local dalam kanca sejarah nasional. Perjuangan local dengan pahlawan lokalnya hal yang paling pertama adalah mempertahankan tanah warisan leluhurnya, oleh karena itu sampai saat ini kita kenal perang di ponegoro, perang padri dan lain sebagainnya.;

Atas dasar di atas maka masyarakat adat merupakan fondasi utama dalam Negara republic ini. Dan saat ini AMAN Menghimpun seluruh komunitas yang ada diwilayah Nusantara. Komunitas masyarakat adat ini mempunyai hak atas tanah dan hak untuk mengatur seluruh tatanan hukum yang ada di komunitas itu sendiri.

Di Nusa bunga AMAN Memiliki 4 Kepengurusan daerah untuk mengatur dan menjalankan agenda organisasi AMAN yaitu kepengurusan daerah di wilayah flores bagian timur, yang terdiri dari PD Flotim, lembata dan PD Sikka, Kepengurusan AMAN Flores Barat yang terdiri dari Mangarai , Manggarai timur dan Manggarai barat. Untuk Flores Bagian Tengah terdiri dari Kabupaten Nagekeo, kabupaten Ende dan kabupaten Ngada. Kesemua wilayah ini memimpin dan memperjuangkan Hak –hak masyarakat adar diwilayahnya masing-masing.

Garis Besar Program Aliansi Masyarakata adat Nusantara wilayah Nusa bunga

Visi
AMAN adalah terwujudnya kehidupan masyarakat adat yang adil dan sejahtera.

Misi
AMAN adalah mewujudkan masyarakat adat yang berdaulat secara politik, mandiri secara ekonomi dan bermartabat secara budaya.

Tujuan AMAN adalah :
1. Mengembalikan kepercayaan diri, harkat dan martabat Masyarakat Adat Nusantara, baik laki-laki maupun perempuan, sehingga mampu menikmati hak-haknya.
2. Mengembalikan kedaulatan Masyarakat Adat Nusantara untuk mempertahankan hak-hak ekonomi, sosial, budaya dan politik.
3. Mencerdaskan dan meningkatkan kemampuan Masyarakat Adat mempertahankan dan mengembangkan kearifan adat untuk melindungi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
4. Mengembangkan proses pengambilan keputusan yang demokratis.
5. Membela dan memperjuangkan pengakuan, penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak Masyarakat Adat.

Program Turunan dari program Kerja Secara Nasional

PROGRAM AMAN
Untuk menjawab berbagai persoalan masyarakat adat maka dalam focus penentuan program kerja dari kesepakatan musyawara wilayah AMAN Wilayah Nusa Bunga adalah sebagai berikut :

Garis –Garis Program kerja AMAN Wilayah Nusa Bunga
A. Program Bidang Politik dan Hukum

1. Mendorong Perluasan Pertisipatif politik kader AMAN untuk menjadi pejabat publik mulai dari Nasional, Propinsi,Kabupaten, desa.
2. Mendorong percepatan pembentukan produk-produk hukum di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan desa terkait pengakuan perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat
3. Memperluas dan percepatan layanan advokasi di komunitas adat dalam bentuk litigasi dan non litigasi
4. Meningkatkan Pendidikan politik masyarakat adat disetiap komunitas adat.
5. Melakukan identifikasi dan pendokumentasian kebijakan-kebijakan yang berdampak pada masyarakat adat.
6. Mendorong dan memfasilitasi tentang Prosespembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat adat
7. Memperluas dan membangun kerja sama antara organisasi masyarakat adat dengan organisasi sipil lainnya.
8. Memastikan hak masyarakat adat terhadap akses informasi publik.
9. Peningkatan kapasitas kader AMAN dan masyarakat adat untuk memahami hukum nasional dan internasional terkait HAM serta mendorong pelaksanaan putusan MK 35.

B. Program bidang Ekonomi

1. Identifikasi & pengembangan potensi ekonomi berbasis SDM, SDA dan sumber pangan lokal di wilayah Adat;
2. Membangun kemandirian pemenuhan kebutuhan hidup Masyarakat Adat melalui kedaulatan atas pangan dan atas sumber-sumber penghidupan;
3. Penguatan kapasitas perempuan adat dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi berbasis pengetahuan dan sumber daya alam berkelanjutan
4. Penguatan & perluasan Badan-Badan Usaha Milik Masyarakat Adat di berbagai tingkatan sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh Masyarakat Adat berupa SDA, layanan jasa dan pengetahuan lainnya.
5. Membangun dan memperkuat jaringan kerja untuk mendukung peningkatan kapasitas pelaku ekonomi Masyarakat Adat, akses terhadap sumber-sumber pendanaan/permodalan, sistim distribusi dan pemasaran;

C. Program Bidang Sosial Budaya

1. Identifikasi, Inventarisasi, pendokumentasian dan pengembangan data base tentang pengetahuan, kesenian tradisional serta kekayaan-kekayaan intelektual Masyarakat Adat.
2. Mendorong dan Mengembangkan ”muatan lokal” di dalam kurikulum pendidikan formal yang berbasis Masyarakat Adat.
3. Mengembangkan sistem pendidikan adat yang berakar pada budaya di masyarakat adat
4. Kerjasama dengan, Dinas, Kementerian/Lembaga Negara terkait untuk pengembangan program sosial, seni, pendidikan dan budaya Masyarakat Adat
5. Menyelenggarakan even-even di tingkat lokal, wilayah, nasional dan internasional untuk mempromosikan dan mengembangkan budaya dan adat istiadat Masyarakat Adat Nusantara
6. Revitalisasi hak-hak Masyarakat Adat atas hukum adat, nilai dan pengetahuan asli (kearifan lokal).
7. Pengakuan, Perlindungan, Pemeliharaan dan Pelestarian terhadap situs-situs budaya yang dimiliki oleh Masyarakat Adat.
8. Mendorong komunitas adat untuk meninjau kembali program dan proyek yang masuk wilayah adat apakah sesuai jati diri, pola pikir, cara hidup dan system pengetahuan mereka, dan menentukan sendiri mana program yang bias dilanjutkan, yang harus disesuaikan, atau yang harus dihentikan. (akan di plotkan ke resolusi)
9. Melakukan sosialisasi dan pendidikan tentang bahaya Narkoba, HIV/AIDS, perdagangan manusia diKomunitas adat
10. Mengembangkan program untuk mendorong budaya yang lebih melindungi dan menghormati hak-hak anggota masyarakat adat yang rentan (antara lain; lansia, perempuan, anak-anak dan penyandang disabilitas ( berkebutuhan khusus)

D. PROGRAM BIDANG PENGUATAN ORGANISASI

1. Penguatan dan pengembangan sistim pembelaan Masyarakat Adat dan layanan anggota yang tangguh (tanggap membela, cepat melayani, ditingkat komunitas, Daerah, dan Wilayah
2. Meningkatkan kapasitas kader dan Anggota AMAN dengan pengetahuan danteknik pelayanan, pembelaan dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat mulaiditingkat komunitas, daerah, wilayah dan nasional.
3. Mengembangkan sistim data base yang lengkap dan akurat tentang kader ,konflik, potensi Wilayah adat,struktur adat, lembaga adat, hukum adat di tiap-tiap komunitas.
4. Memperkuat dan mengembangkan Unit Usaha; Koperasi, Pemasaran dan simpanpinjam; Credit Union dan Dana Abadi AMAN ditingkat PB PW, PD dan AnggotaAMAN.
5. Meningkatkan kapasitas Organisasi Sayap dan Badan Otonom AMAN danmelibatkan mereka secara penuh dalam pengambilan keputusan Organisasi.
6. Memperkuat sistem informasi dan komunikasi di masing-masing tingkatankepengurusan AMAN untuk mendukung Gerakan AMAN.
7. Mengembangkan jaringan organisasi dengan para pihak untuk memperkuat GerakanAMAN mulai di tingkat komunitas, daerah, wilayah, nasional dan internasional.
8. Memperkuat tim kerja AMAN untuk urusan tanggap darurat, layanan kasus(PPMAN), Pemetaan Wilayah adat (UKP3) dan ekonomi di dalam Struktur AMANmulai di tingkat PD, PW.( Membentuk dan Memperkuat Tim kerja AMAN di tingkat PW dan PD dan Komunitas)
9. Menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) bagi PW dan PDAMAN dan memastikan bisa dijalankan dengan baik.
10. Melaksanakan sistem kaderisasi yang saling terhubung dengan organisasi sayapdan berakar pada budaya yang beragam serta mampu melahirkan pemimpingenerasi penerus di wilayah adat, dan dalam gerakan masyarakat adat danorganisasi AMAN.

Bidang Layanan Komunitas
1. Mempecepatan pemetaan partisipatif wilayah adat di seluruh wilayah Nusa Bunga.
Program Jangka Pendek yang di Jalankan Oleh Biro dan Devisi di wilayah Nusa Bunga sesuai dengan Rapat kerja secara wilayah yaitu menterjemahkan program yang disepakti secara umum dari keputusan muswil dan perangkat kerja organisasi yang menjalankan program adalah sebagai berikut :

1. Biro Advokasi politik Hukum dan HAM
2. Biro Ekonomi dan social budaya ( Ekosob )
3. Biro organisasi dan kaderisasi ( OKK)
4. Kepala Unit Percepatan pemetaan Partisipatif ( UKP3 )
5. Biro Informasi dan Komunikasi ( INFOKOM )
6. Biro Keuangan Organisasi

Demikian Profil singkat ini atas perhatiannya di ucapkan terimah kasih. Salam adat berdaulat secara politik Mandiri secara Ekonomi dan bermartabat secara budaya.

MUSWIL II AMAN Nusa Bunga Mendorong Pemerintah agar Mengakui dan Melindungi Hak Masyarakat Adat

NAGEKEO — Nusa bunga, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) wilayah Nusa Bunga akan terus mendorong pemerintah daerah agar Mengakui dan melindungi Hak masyarakat adat dan wilayah kehidupannya sesuai warisan leluhur .

Demikian dikatakan Philipus Kami ketua AMAN Nusa Bunga saat sambutan di depan para peserta MUSWIL Sabtu (7/7/2017) terkait kegiatan Musyawarah Wilayah (Muswil) yang berkangsung di Nagaekeo.

Philipus Kami mengatakan, perjuangan masyarakat adat akan terus berlanjut sebab sejak dahulu leluhur sudah menunjukan bahwa perjuangan atas tanah dan Wilayah adalah Kebenaran yang sesungguhnya memberikan hubungan baik antara manusia yang satu dengan yang lainnya.

“Ketika kita bicara soal masyarakat adat maka kita bicara soal 3 hal yaitu hubungan kita dengan alam semesta , hubungan kita dengan sang pencipta dan leluhur dan hungan kita dengan sesama manusia, sebab kesemuannya itu adalah bagian dari pewaris kebenaran, dan oleh karena itu masyarakat adat harus menjadi salah satu unsur yang harus di lindungi,” sebutnya.

Muswil II AMAN Nusa Bunga yang berlangsung di Rendubutowe, Mbay, Kabupaten Nagekeo ini dijelaskannya dapat dijadikan sarana untuk mendorong pemerintah daerah dan Nasional untuk selalu mengedepankan tindakan hukum yang lebih berpihak kepada masyarakat adat

“Kita Masyarakat adat mempunyai Persoalan yang sama dan bersama merasakan apa-pun bentuk kebijakan yang tidak berpihak,berangkat dari kondisi tersebut kebersama senasip dari masyarakat adat selalu bersatu dan di AMAN nusa bunga sudah membuktikan bahwa masyarakat adat Bersatu ,” tegasnya.

Ada begitu banyak regulasi sambung Laurentius Seru yang belum dibuat oleh pemerintah pusat dan Daerah sehingga AMAN sedang mendorong pemerintah pusat agar segera mengesahkan Undang-undang tentang Perlindungan Hak Masyarakat Adat dan di daerah AMAN juga mendorong sebuah peraturan daerah yang Melindungi Masyarakat adat.

“AMAN Nusa Bunga tetap berkomitemen menolak segala jenis kebijakan pembangunan yang merusak lingkungan dan mendorong pemerintah untuk menjaga kelestarian alam di seluruh wilayah Flores dan Lembata,” ungkapnya.

Ketua Panitia Laurentius juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh komunitas adat yang sudah membantu masyarakat Rendubutowe dengan bersama-sama berjuang meolak lokasi yang diusulkan pemerintah untuk pembangunan Waduk Lambo.
Wilbrodus Bou tokoh pemuda Rendu, Menucapkan terimah kasih kepada AMAN Nusa Bunga dan Seluru Rekan jaringan yang membantu masyarakat Rendu Keluar dari kebijakan pemerintah yang tidak berpihak

Dikatakan Wilbrodus, masyarakat Rendu sama sekali tidak menolak pembangunan Pemerintah seperti pembangunan Waduk namun waduk yang merupakan program pusat dari Presiden Jokowi harus lebih pro terhadap masyarakat adat dan khusus di Rendu meminta agar lokasi waduk dipindahkan ke lokasi lainnya yang telah disepakati oleh komunitas Masyarakat adat.

“Kami masyarakat adat Rendu berharap agar kepada pemerintah Pusat dan Daerha agar pembangunan waduk atau pun jenis pembangunan lain yang nantinya akan masuk ke wilayah Masyarakat adat harus bisa memberikan dampak kepada komunitas masyarakat adat Rendu,” harapnya.(Jhuan )

Ranperda Masyarakat Hukum Adat di Kabupaten Ende telah di Tetapkan oleh DPRD Ende

Ende, Nusa Bunga.- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Ende Menggelar rapat Paripurna Ke IV Masa Sidang ke tiga tahun 2017 di Ruangan Rapat paripurna DPRD Ende. Dalam sidang paripurna tersebut 3 buah Raperda berhasil di tetapkan oleh Bupati Ende Ir.Marselinus YW Petu dan Ketua DPRD Kabupaten Ende Herman Yosep Wadhi, Rabu (14/7)

Ketiga buah Ranperda yang berhasil di tetapkan tersebut salah satunnya adalah Ranperda penyelenggaraan Pengakukan dan Perlindungan Masyarakat hukum Adat Kabupaten Ende ( P3MHA) untuk di jadikan Peraturan daerah Kabupaten Ende( Perda).

Menurut Ketua AMAN nusa Bunga Ranperda P3MHA ini telah memakan waktu selama dua tahun, dan dalam proses demi proses cukup memberikan nilai tersendiri untuk selalu mengerti terhadap kebutuhan dari perjuangan masyarakat hukum adat yang ada di kabupaten Ende. Artinya Ranperda tersebut bisa di katakan sangat partisipatif dalam proses pengerjaannya yang melibatkan masyarakat luas, dan pada masa sidang ketiga kemudian telah mencapai kesepakatan bersama untuk di tetapkan menjadi sebuah produk hukum daerah.

“Telah sekian lama di tungu-tunggu akhirnya Perda Penyelenggaraan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat ( P3MHA )di tetapkan pada Rabu 14 juni 2017 pukul 16.20 WITA oleh Lembaga Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten (DPRD) Ende.”kata Phlipus Kami

lanjut Philipus“ Terimah kasih atas doa dan dukungan semuannya yang selama ini telah terlibat dalam mendorong penetapan Ranperda Masyarakat hukum adat di kabupaten Ende”. ungkapkannya

Ucapan Profisiat datang dari Daud P tambo kader AMAN Nusa Bunga kepada Pemerintah kabupaten Ende dan DPRD Ende yang selama ini telah berjuang menetapkan Rancangan Peraturan Daerah Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat di kabupaten Ende.

“Kami ucapkan Profisiat buat Pemerintah daerah kabupaten Ende dan DPRD Ende yang telah menetapkan 3 buah Ranperda yang salah satunnya Ranperda Penyelenggaraan pengakuan dan perlindungan Masyarakat Hukum Adat “,Ucap Daud

Daut menambahkan bahwa “Perjuangan untuk meloloskan sebuah peraturan daerah yang melindungi masyarakat Hukum adat di kabupaten Ende memakan waktu dua tahun sejak tahun 2015 lalu hingga juni 2017 dan berhasil di tetapkan oleh DPRD Ende,” tambahnnya

Raperda yang sebelumnya diinisiasi oleh DPRD Ende menjadi raperda inisiatif DPRD Kabupaten Ende membutuhkan waktu sekitar dua tahun hingga hari pengesahannya. Dan dengan disahkannya Raperda ini menjadi Perda maka,telah menjawab impian masyarakat hukum adat di Kabupaten Ende akan sebuah pengakuan dan perlindungan.

“ Perda ini banyak mendapatkan dukungan dan apresiasi dari masyarakat adat di daerah kabupaten Ende dan mengharapkan agar Perda ini segera disosialisasikan kepada masyarakat luas, karena perda ini menjadi salah satu jalan untuk mengatur kehidupan dan mengatur wilayah adat” ujarnya ( Jhun M)

MUSWIL KE II AMAN Nusa Bunga akan Menentukan arah Gerak Organisasi

Ende, 31 Mei 2017- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Nusa bunga akan menyelenggarakan Musyawara Wilayah (MUSWIL) ke II pada bulan juli 2017 yang bertempat di komuniatas adat Rendu kabupaten nagekeo Nusa Tenggara Timur.

Acara Muswi ke II tersebut akan mengundang utusan dari 64 komunitas adat se wilayah Nusa Bunga,DAMAN WIL, DAMAN daerah dan tiga Pengurus Daerah AMAN yang ada di Flores Nusa bunga.

Muswil ke II AMAN Nusa Bunga akan menentukan arah gerak organisasi selama 5 tahun serta melakukan pembenahan kembali roda organisasi agar lebih baik dalam menjawab cita-cita perjuangan masyarakat Adat.

Hal itu disampaikan oleh ketua panitia MUSWIL ke II Laurentius Seru di Rumah AMAN jalan Nuamuri, Rabu (31/05)
Menurutnya bahwa dalam penyelenggarakan Muswil ke II ada dua agenda yang nantinya akan di bahas oleh peserta MUSWIL yaitu Pra MUSWIL dan MUSWIL itu sendiri. Sementara itu Pra MUSWIL nantinnya akan di isi dengan Sarasehan sehari dengan tema Laksanakan Perubahan Daerah dengan Tindakan Nyata, sedangkan Agenda MUSWIL itu akan Membahas program kerja organisasi dan merumuskan Resolusi serta pernyataan sikap organisasi.

“AMAN Nusa Bunga melaksanakan MUSWIL ke II ini ada dua Agenda yang akan di bahas yaitu Pra MUSWIL dan MUSWIL, sehingga di agenda Pra MUSWIL itu sendiri di isi dengan kegiatan sarasehan sehari, sedangkan MUSWIL sendiri akan membahas khusus agenda kerja organisasi,” Jalas Laurentius.

Selain itu MUSWIL ke II juga akan melakukan evaluasi seluruh kinerja organisasi dan juga merumuskan sikap politik organisasi yang akan menghadapi momentum politik mendatang.

“ Dalam acara MUSWIL ini Kita akan melakukan Evaluasi seluru kinerja organisasi dan juga merumuskan sikap politik organisasi untuk menghadapi momentum politik daerah, dengan maksud masyarakat adat mempunyai sikap dalam memperjuangkan hak-haknya di negara ini ”, terang Seru.

Sementara itu Ketua AMAN Nusa bunga Phlipus Kami mengungkapkan bahwa MUSWIL ke II dapat memberikan dampak positif bagi komunitas adat Rendu dalam memperjuangkan dan mempertahankan hak-haknnya

“ Pilihan MUSWIL Ke II AMAN Nusa Bunga di Komunitas Adat Rendu itu kita melihat dengan persoalan yang di hadapi komunitas dan komunitas Rendu saat ini sedang memperjuangkan mempertahankan hak-haknnya”, Ungkap Phlipus.
Lanjut dijelaskan Phlipus “ Jadi pilihan tempat untuk MUSWIL AMAN ke II ini sangat jelas bahwa kedepannya peroalan yang dihadapi komunitas adalah persoalan organisasi yang harus ditangani dengan cepat ”,jelasnnya.***(Infokom AMAN)

Rapat Koordinasi PW AMAN NB Dihadiri Utusan Dari Rendu Butowe

NUSABUNGA ENDE,19 MEI 2017. Pengurus Wilayah AMAN Nusa Bunga kembali mengadakan rapat koordinasi kepengurusan pada Jumat (19/05) berlangsung di Sekretariat AMAN NB, Nuamuri untuk membahas beberapa rangkaian kegiatan urgensi yang akan dilakukan dalam beberapa waktu ke depan.

Agenda kegiatan yang dibahas dalam pertemuan yang melibatkan seluruh pengurus AMAN wilayah Nusa Bunga dan dihadiri juga 2 Pengurus Forum Penolakan Pembangunan Waduk Lambo (FPPWL), Willy Ou dan Valentinus Dara ini mendiskusikan kelanjutan kegiatan kerjasama AMAN dan IESR yang selama ini terfokus di Boafeo. Perda PPHMA Kabupaten Ende yang saat ini sedang dalam tahap pengesahan pemerintah dan Rencana pelaksanaan kegiatan Musyawarah Wilayah (Muswil) PW Nusa Bunga di Rendu Butowe.

Dalam pembahasan kelanjutan kegiatan AMAN – IESR di Boafeo, Ketua AMAN Nusa Bunga Philipus Kami menuturkan betapa pentingnya kerjasama yang baik diantara pengurus yang terlibat dalam kegiatan itu.
“Setiap kita sudah dibagi dalam perannya masing – masing sehingga ke depannya kita melaksanakan kegiatan itu sesuai dengan tugas dan peran kita yang telah dipercayakan” tuturnya.

Philipus berharap dengan adanya pembagian peran yang telah dibagikan itu dapat memacu setiap orang untuk lebih aktif dalam melaksanakan pekerjaan untuk tercapainya keinginan yang diharapkan bersama.

“Tunjukkan bahwa kita benar – benar profesional dalam setiap pekerjaan dan jangan mempolitisir kegiatan ini dengan kegiatan – kegiatan politik karena EDM ini murni bertujuan untuk membantu masyarakat” tegasnya.

Untuk Perda PPHMA yang saat ini sedang dalam proses pengesahan oleh pemerintah Kabupaten Ende, Philipus yang juga anggota DPRD Kabupaten Ende mengatakan bahwa semua proses telah dilalui dan dalam waktu dekat akan disahkan pemerintah maka sangat dibutuhkan adanya pengkawalan secara optimal dari AMAN.

“ Saya harap dalam waktu dekat kita harus lakukan kegiatan musyawarah bersama masyarakat adat yang ada di Kabupaten Ende untuk bersama – sama mengkawal Perda tersebut” katanya.

Sementara itu terkait dengan Musyawarah Wilayah (Muswil) AMAN Nusa Bunga yang sedianya dilaksanakan di Rendu Butowe, orang nomor satu di kalangan Nusa Bunga ini menjelaskan bahwa terpilihnya Rendu Butowe sebagai tempat pelaksanaan kegiatan Muswil dengan pertimbangan kalau Rendu merupakan salah satu komunitas AMAN dengan memiliki sejarah perjuangan panjang dalam mempertahankan ulayat tanah titipan leluhur. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah Rendu merupakan tempat asal seorang pahlawan masyarakat adat nusantara, almaharum Vincensius Sina ‘Mosafoa’ yang sangat heroik itu.

“Rendu terpilih menjadi tempat dilaksanakannya kegiatan ini karena Rendu memiliki latar belakang sejarah perjuangan atas hak – hak ulayat tanah dan disana tempat asal pahlawan masyarakat adat, Vinsen Mosafoa” terangnya.

Sedangkan Willybrodus Ou dalam kesempatan ini menyampaikan bahwa masyarakat adat Rendu siap menjadikan tempatnya untuk dilaksanakannya hajatan AMAN wilayah Nusa Bunga tersebut. Pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada masayarakat disana dan respon positif masyarakat terhadap kegiatan itu sangat luar biasa.

“Kita akan melaksanakan kegiatan di Rendu Ola dan kami telah melakukan sosialisasi terkait pelaksanaan kegiatan ini. Respon masyarakat sangat baik dan mereka siap membantu untuk kesuksesan kegiatan Muswil nanti” tutupnya. (Simone welano)